Keesokan harinya.
Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini.
"Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu.
"Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta.
"Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
"Elo yakin mau nikah muda dengan kak Danu?" Karin teman baik Risa memastikan. "Heem." Risa mengangguk. "Elo nggak bakal nyesel?" "Nggak." Risa menggeleng. "Elo masih muda lho, nggak mau kuliah dulu?" "Gue tahu, soal kuliah nanti bisa gue lanjutin kalau udah nikah." Risa menjawab dengan binar bahagia. "Bagaimana dengan papamu?" "Papa sih maunya gue kuliah dulu. Paling tidak, ngambil dua tahun agar usia gue genap dua puluh tahun. Tapi gue maksa, jadi …." "Diijinin dengan terpaksa, dasar bucin." Karin mencibir. "Abis mau gimana lagi, kak Danu mau pindah tugas. Gue nggak bisa LDR lama-lama. Bukannya nggak percaya sama dia. Tapi gue khawatir kak Danu nggak bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Elo tahu, kan, dari dulu gue yang selalu memperhatikan tentang makanan dan kesehatannya dia." "Suka-suka elo lah, emang dasar bucin. Dibilangin apa juga nggak bakal masuk. Heran gue, apa sih istimewanya, kak Danu, sampai elo bisa segitu bucinnnya ke dia." "Elo pasti udah tahu kalau d