Tambahan dikit, mungkin ada rencana untuk nulis anak-anaknya Risa. Terima kasih yang udah baca sampai akhir. Novel ini adalah tulisan pertamaku. Semoga menghibur, kritik dan saran bisa dm aku di medsos dengan nama akun yang sama (HaNina) see you. Boleh kunjungi novel lainnya dengan mengklik akunku di aplikasi ini. Dijamim beda antara satu dan lainnya😍😍 Thank you
"Elo yakin mau nikah muda dengan kak Danu?" Karin teman baik Risa memastikan. "Heem." Risa mengangguk. "Elo nggak bakal nyesel?" "Nggak." Risa menggeleng. "Elo masih muda lho, nggak mau kuliah dulu?" "Gue tahu, soal kuliah nanti bisa gue lanjutin kalau udah nikah." Risa menjawab dengan binar bahagia. "Bagaimana dengan papamu?" "Papa sih maunya gue kuliah dulu. Paling tidak, ngambil dua tahun agar usia gue genap dua puluh tahun. Tapi gue maksa, jadi …." "Diijinin dengan terpaksa, dasar bucin." Karin mencibir. "Abis mau gimana lagi, kak Danu mau pindah tugas. Gue nggak bisa LDR lama-lama. Bukannya nggak percaya sama dia. Tapi gue khawatir kak Danu nggak bisa mengurus dirinya sendiri dengan baik. Elo tahu, kan, dari dulu gue yang selalu memperhatikan tentang makanan dan kesehatannya dia." "Suka-suka elo lah, emang dasar bucin. Dibilangin apa juga nggak bakal masuk. Heran gue, apa sih istimewanya, kak Danu, sampai elo bisa segitu bucinnnya ke dia." "Elo pasti udah tahu kalau d
Dua tahun kemudian. Hari ini Risa bermaksud memberi kejutan kepada suaminya dengan mendatangi kantornya pada jam istirahat siang. Dengan dandanan yang sederhana tapi kelihatan manis, Risa dengan riang menenteng lunch box yang berisikan makanan kesukaan Danu yang dimasaknya tadi pagi. Sampai di ruangan kerjanya Danu, Risa celingukan karena tidak menemukan keberadaan suaminya. "Maaf, Mas, lihat Mas Danu nggak?" Risa bertanya kepada salah satu rekan sejawatnya Danu. "Mbak nyari pak Danuarta ya?" Jawab laki-laki yang ber name tag Rudi. "Iya, saya istrinya." Yang di tanya kaget dan matanya melotot. "Kenapa, Mas? Ada apa, apa terjadi sesuatu dengan suami saya?" Wajah Risa penuh tanda tanya. "Eng … tidak, tunggu aja di sini, mbak. Paling pak Danu keluar sebentar." Rudi kelihatan gugup. Namun hingga jam istirahat siang hampir habis, Danu belum juga kelihatan batang hidungnya. Merasa tidak enak karena ruangan kerjanya Danu mulai ramai dengan karyawan yang
"Mas. "Risa memanggil Danu yang sedang fokus memandangi ponselnya ketika mereka sedang sarapan bersama. "Iya, Sayang. "Danu mengalihkan pandangannya ke arah Risa. "Dipanggil dari tadi, nggak ada respon. Asyik banget. "Risa sudah menduga pasti Danu sedang membaca pesan dari kekasih gelapnya. "Maaf Sayang, tadi teman kantor tulis pesan lokasi meeting. Aku cuma lihat sebentar, kok. Mastiin aja." Danu berdiri dan melangkah mendekati Risa. "Kirain baca pesan calon maduku. "Sindir Risa yang membuat elusan tangan Danu di rambut Risa terhenti. "Kamu kenapa sih, Sayang? Dari semalam Mas pulang kerja kok ngegas mulu bawaannya." "Terus kamu nggak suka gitu?" Risa ingin melihat sejauh mana pembelaan Danu ketika ia memojokkannya. "Duh, kok malah ngelantur sih jawabannya. Kamu ada masalah apa? Ngomong sama Mas, biar Mas bantuin mecahinnya." 'Masalahnya itu kamu, Mas.' Batin Risa. "Atau karena nggak ada jatah malam? Bagaimana kalau mas ganti dengan morning séx." Danu mulai mengècup leher R
Danu mendèsah pelan ketika panggilan telepon dan pesan yang di kirim ke ponselnya Risa tidak mendapatkan respon. Biasanya ia akan tertidur pulas setelah percintaan panas yang menguras tenaga bersama kekasihnya. Namun kepergian Risa yang tanpa pamit membuatnya cukup frustasi. Kemarin malam sepulang kerja, ia sangat terkejut ketika mendapati rumahnya dalam keadaan gelap gulita. Dengan perasaan was-was, Danu menelusuri setiap sudut ruangan di rumah dan hasilnya nihil karena ia tak menemukan koper kecil milik Risa yang biasa ia gunakan untuk mudik ke rumah papanya. Danu menyimpulkan bahwa Risa pergi ke Jakarta. 'Mengapa Risa pergi tanpa pamit, mungkinkah dia sudah tahu tentang perselingkuhanku?' Danu menerka-nerka dalam batinya. 'Tidak-tidak, kalau dia sudah tahu pasti dia tidak akan diam saja. Aku tahu, dia sangat membenci perselingkuhan.' "Ngkh … kenapa Mas nggak tidur?" "Iya ini mau tidur." Danu mengelus pipi kekasihnya seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Mikirin apa sih,
"Mas, kenapa sekarang kamu nggak pernah nginap, sih? Emang mas nggak kangen sama aku?" ucap wanita sèksi yang memasang wajah cemberut di hadapan Danu. "Kangenlah, Sayang, kangen banget malah." Danu memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. "Terus, ngapain nggak pernah nginep? Aku sangat kesepian tau! Aku juga pengen, udah satu minggu Mas anggurin aku. Rasanya cenat-cenut nggak karuan." "Apalagi aku, Yang, kepalaku tiap hari pusing kayak mau pecah." Danu semakin mengeratkan pelukannya. "Ya udah nanti malem nginep, ya? Aku punya lingeri baru, mau lihat, nggak?" Wanita cantik yang ada di dekapan Danu berbisik mesra. "Huft … maaf sayang, Mas nggak bisa." Wajah Danu terlihat sangat menyesal. "Yakin, nggak mau nginep? Ya udah kalau gitu, aku mau malem mingguan sama teman-teman aku. Jangan cemburu kalau ada cowok lain yang ngisengin aku." "Kok gitu Sayang, Mas nggak rela kamu jalan bareng sama cowok lain, kamu itu hanya milik, Mas! Nggak boleh ada orang lain yang nyentuh kamu selain aku."
"Beréngsek, kenapa nggak di angkat, sih, teleponnya. Huft … udah ditungguin satu jam juga belum datang." Seorang wanita cantik nan séksi yang mengenakan lingeri merah itu menghentak-hentakkan kakinya sambil ngomel-ngomel karena orang yang ditunggunya di kamar hotel tidak kunjung datang. Di kafetaria hotel nampak Risa dan Danu sedang melihat buku menu untuk memilih makanan yang mereka pesan. "Sayang, mau pesan apa?" Danu bertanya kepada Risa, pasalnya sudah sepuluh menit berlalu istrinya itu belum menyebutkan menu apa yang akan dipesan. "Mmm … sup labu dan french toast, untuk minumnya jus jeruk aja." "Cuma itu aja, kok sedikit amat? Nanti nggak cukup lho, kalau dibagi sama dedeknya." Danu bertanya sambil mengelus perut Risa yang masih datar. Seketika wajah Danu memucat ketika pandangannya tertuju kepada sosok wanita cantik yang baru keluar dari lift hotel. Mata cantik itu menatap tajam kearah tangan kanan Danu yang berada di atas perutnya Risa. "Mas kenapa, mukamu kok pucat? Mas sa
"Oh ya, bagaimana kalau ngobrolnya kita terusin di rumah gue, kayaknya nggak cukup waktu kalau di terusin disini. Nginep ya … di rumah Gue?" "Nginep?" Danu dan Karin kompak menjawab bersamaan. "Iya, nginep. Kenapa reaksi kalian berdua aneh? Kayak udah janjian gitu." Risa mengerutkan keningnya. "N-nggak gitu, Ris. Gue cuma ada urusan sama temen." Karin tergagap. "Temen yang lebih penting dari gue? Setelah dua tahun nggak pernah bertemu? Lagian elo singgle, pasti nggak ada janji sama cowok, kan?" Risa memasang wajah kecewa. "Eh, itu …." Karin melirik Danu. "Sayang, Mas ke kantor sekarang, ya? Mas, nggak ikutan urusan wanita." Danu mengelus pundak Risa dan setengah berlari keluar dari kafetaria hotel. "Em … iya deh, gue nginep di rumah elo nanti malam." Karin tidak punya pilihan lain."Ye … gitu dong, bff." Risa melompat girang. 'Hh, elo yang ngundang gue ke rumah elo, Ris. Jangan salahkan kalau suami elo nyuri kesempatan buat bermesraan sama gue.' Karin tersenyum mengejek. Ia se
"Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga saling berpandangan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Hening. "Ahahaha, makanya, Rin, elo musti cepet cari calon suami, biar nggak salah manggil terus. Masak dari tadi siang elo manggil suami gue dengan panggilan, Mas. Ngarep ya jadi istrinya mas Danu, atau elo mau jadi madu gue? Kalau elo mau, gue seneng banget. Biar bisa bebas tugas dari sini terus bisa pulang ke Jakarta nemenin Papa." Danu dan Karin kaget dengan kata-kata yang meluncur bebas dari mulut seorang Risa Aulia. "Ris!" "Yang." Danu dan Karin menjawab di waktu yang bersamaan. Wajah keduanya terlihat pucat. "April mop … duh gue cuma bercanda, Rin. Jiwa jomlo elo udah meronta-ronta minta suami tuh, bibir bilang asyikan jomlo tapi yang di dalam hati maunya punya suami ye, kan …." "Aduh Sayang … nggak lucu tahu." Danu merasa lega setelah mendengar pengakuan Risa kalau baru saja melontarkan sebuah candaan kepada mereka. "Maaf-maaf ya, Rin, se
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S