Danu mendèsah pelan ketika panggilan telepon dan pesan yang di kirim ke ponselnya Risa tidak mendapatkan respon. Biasanya ia akan tertidur pulas setelah percintaan panas yang menguras tenaga bersama kekasihnya.
Namun kepergian Risa yang tanpa pamit membuatnya cukup frustasi. Kemarin malam sepulang kerja, ia sangat terkejut ketika mendapati rumahnya dalam keadaan gelap gulita. Dengan perasaan was-was, Danu menelusuri setiap sudut ruangan di rumah dan hasilnya nihil karena ia tak menemukan koper kecil milik Risa yang biasa ia gunakan untuk mudik ke rumah papanya. Danu menyimpulkan bahwa Risa pergi ke Jakarta.'Mengapa Risa pergi tanpa pamit, mungkinkah dia sudah tahu tentang perselingkuhanku?' Danu menerka-nerka dalam batinya. 'Tidak-tidak, kalau dia sudah tahu pasti dia tidak akan diam saja. Aku tahu, dia sangat membenci perselingkuhan.'"Ngkh … kenapa Mas nggak tidur?""Iya ini mau tidur." Danu mengelus pipi kekasihnya seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang."Mikirin apa sih, Mas? Sampai nggak bisa tidur. Atau … Mas pengen nambah, ya?""Hah?" Danu menoleh ke arah samping, lalu memandang wajah sang kekasih yang berada di sisinya."Jangan dulu, ya? Aku masih capek. Mas, sih ngajarnya nggak kira-kira. Punyaku kayaknya lecet, deh.""Maaf ya, tadi Mas terlalu bersemangat, ayo sekarang tidur aja. Mas juga capek, tadi siang ninjau lapangan yang berada di perkampungan yang jaraknya lumayan jauh dari kantor abis itu jemput kamu, langsung ke mari dan olahraga, hehehe." Danu mencubit hidung mancung kekasihnya."Olahraga yang bikin Mas merem melek?""Ih, makin gemes deh." Danu menciumi wajah cantik kekasihnya yang tertawa menggodanya. "Udah ah, bobok, yuk?" Danu merapatkan tubuh mereka sambil berpelukan dan melupakan Risa yang ia tidak tahu di mana keberadaanya.Di sisi lain Risa berdecih membuka serentetan pesan yang dikirimkan Danu ke ponselnya. "Munafik, yang ada kamu malah seneng aku nggak ada di rumah. Puas-puasin tuh ngamar ama pelakor." Risa langsung mematikan ponselnya. Ia tidak peduli dengan apa yang sedang suaminya lakukan dibelakangnya.Risa bahkan tidak mau tahu siapa orang ketiga yang mengusik rumah tangganya. Risa bisa saja menyewa detektif swasta untuk menyelidikinya. Tapi untuk apa? Baginya sudah lebih dari cukup untuk mengetahui kelakuan suami di belakangnya. Bukankah perselingkuhan terjadi karena kedua belah pihak saling membuka. Kalau suaminya setia, tidak mungkin ada wanita lain yang menempel kepadanya. Fix, suaminya tidak pantas untuk dicintai.***Satu minggu kemudian."Sayang, Mas ingin bicara." Danu merapatkan tubuhnya ke arah Risa yang sedang berbaring di ranjang memejamkan matanya."Heem, bicaralah." Risa enggan membuka matanya."Kenapa akhir-akhir ini, Mas ngerasa kamu mulai berubah? Seperti saat ini, kamu nggak mau memandang Mas ketika kita sedang berbicara."Risa yang tidur terlentang mengubah posisi tidurnya, menghadap ke arah Danu. Sebelum Danu menyadari, Risa mengubah ekspresi wajahnya yang marah menjadi biasa seakan-akan tidak ada kebencian di hatinya." Berubah bagaimana? Aku masih tetap yang sama, Risa istrimu.""Syukurlah, Mas kira kamu kenapa. Karena sepertinya kamu marah dan menghindariku."Danu merengkuh tubuh Risa ke dalam pelukannya.Risa menahan napas, ia harus memainkan peran seolah-olah dirinya tidak tahu tentang perselingkuhan suaminya."Sayang, Mas, kangen." Danu mulai mengendus leher jenjang Risa, tanganya mulai meraba-raba area sensitif di tubuh wanita mungil itu.."Jangan." Tubuh Risa menegang dan reflek mendorong tubuh Danu ke belakang hingga terjerembab jatuh dari atas ranjang."Aow …." Danu mengaduh kesakitan ketika punggungnya terantuk meja nakas.Risa yang sadar karena melakukan kesalahan, segera bangun dan membantu Danu untuk berdiri. Ternyata hati dan tubuhnya menolak untuk memainkan peran melakukan kewajiban seorang istri untuk melayani suaminya di atas ranjang. "Maaf Mas, aku nggak sengaja.""Nggak pa pa, cuma nyeri sedikit punggungku. Kamu kenapa nolak, padahal kita sudah lama nggak pernah begituan?" Danu duduk di pinggir ranjang dengan bantuan Risa.Seketika Risa bingung ingin memberikan alasan apa supaya masuk akal, alasan PMS tidak mungkin ia gunakan lagi karena minggu lalu ia sudah menggunakan alasan itu untuk menolak keinginan suaminya.'Baiklah, tidak ada jalan lain. Lambat laun juga dia akan tahu setelah perutku semakin membesar.' Batin Risa."Emm … dokter melarangnya.""Dokter? Emang kamu sakit apa?" Danu menangkup wajah Risa dan menelitinya."Bukan sakit, tapi aku hamil."Mata Danu membola, entah rasa apa yang sedang menguasai pikiranya. Di satu sisi ia senang karena akan segera mempunyai keturunan. Satu sisi lainya, jujur sebenarnya ia tidak ingin mempunyai anak yang lahir dari rahimnya Risa yang akan membuat ribet ke depannya."Kenapa Mas diam, Mas nggak suka aku hamil?""Tentu saja Mas suka, Sayang, setelah sekian lama penantian kita." Danu menutupi kegelisahan hatinya dengan mengelus perut Risa yang masih rata."Kirain, soalnya ekspresi Mas kok kayak nggak antusias gitu.""Jangan mikir yang macem-macem. Mas sangat bahagia, Mas cuma mikir perubahan sikap kamu apa mungkin ada hubunganya dengan hormon kehamilanmu.""Mungkin saja, jadi Mas harap maklum kalau aku tiba-tiba marah, judes, sewot dan aneh menurut Mas.""Iya iya, siap Sayang. Jadi bener nih, Mas nggak boleh minta jatah malam ini?""Maaf Mas, dokter Mona bilang kandunganku lemah. Jadi kita disarankan untuk tidak melakukan hubungan suami istri dulu." dusta Risa."Jadi, kamu tahu hamil saat kamu sedang berada di Jakarta?""He em, waktu itu aku pingsan dan Papa telpon Dokter Mona untuk datang memeriksaku. Prediksi dokter Mona benar, setelah Papa mengantarku periksa ke rumah sakit, dokter obgyn menyatakan aku positif hamil." kembali Risa berdusta."Jadi Papa sudah tahu?""He em, Papa sangat antusias karena akan segera punya cucu. Jadi kamu sabar dulu ya, Mas? Selama tiga bulan mendatang. Kamu bisa tahan kan, kalau aku nggak ngasih jatah?""Ehehehe, emangnya Mas laki apaan, pasti tahan lah. Kalau nggak sama kamu aku nggak napsu."'Halah buaya, tiap hari pasti udah nglakuin sama simpananmu.' teriak Risa dalam batinnya."Anak Papa, baik-baik ya di dalam sana? Papa sama Mama akan sabar menunggu sampai kelahiranmu ke dunia ini." Danu mengecup perut Risa setelah mengatakan kata-kata manis yang tulus atau pura-pura, Risa sendiri tidak tahu.'Bertahanlah Nak, apapun yang terjadi kedepannya. Mama akan selalu menjaga dan mencintaimu dengan segenap jiwa dan raga Mama.'Hani ^^"Mas, kenapa sekarang kamu nggak pernah nginap, sih? Emang mas nggak kangen sama aku?" ucap wanita sèksi yang memasang wajah cemberut di hadapan Danu. "Kangenlah, Sayang, kangen banget malah." Danu memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. "Terus, ngapain nggak pernah nginep? Aku sangat kesepian tau! Aku juga pengen, udah satu minggu Mas anggurin aku. Rasanya cenat-cenut nggak karuan." "Apalagi aku, Yang, kepalaku tiap hari pusing kayak mau pecah." Danu semakin mengeratkan pelukannya. "Ya udah nanti malem nginep, ya? Aku punya lingeri baru, mau lihat, nggak?" Wanita cantik yang ada di dekapan Danu berbisik mesra. "Huft … maaf sayang, Mas nggak bisa." Wajah Danu terlihat sangat menyesal. "Yakin, nggak mau nginep? Ya udah kalau gitu, aku mau malem mingguan sama teman-teman aku. Jangan cemburu kalau ada cowok lain yang ngisengin aku." "Kok gitu Sayang, Mas nggak rela kamu jalan bareng sama cowok lain, kamu itu hanya milik, Mas! Nggak boleh ada orang lain yang nyentuh kamu selain aku."
"Beréngsek, kenapa nggak di angkat, sih, teleponnya. Huft … udah ditungguin satu jam juga belum datang." Seorang wanita cantik nan séksi yang mengenakan lingeri merah itu menghentak-hentakkan kakinya sambil ngomel-ngomel karena orang yang ditunggunya di kamar hotel tidak kunjung datang. Di kafetaria hotel nampak Risa dan Danu sedang melihat buku menu untuk memilih makanan yang mereka pesan. "Sayang, mau pesan apa?" Danu bertanya kepada Risa, pasalnya sudah sepuluh menit berlalu istrinya itu belum menyebutkan menu apa yang akan dipesan. "Mmm … sup labu dan french toast, untuk minumnya jus jeruk aja." "Cuma itu aja, kok sedikit amat? Nanti nggak cukup lho, kalau dibagi sama dedeknya." Danu bertanya sambil mengelus perut Risa yang masih datar. Seketika wajah Danu memucat ketika pandangannya tertuju kepada sosok wanita cantik yang baru keluar dari lift hotel. Mata cantik itu menatap tajam kearah tangan kanan Danu yang berada di atas perutnya Risa. "Mas kenapa, mukamu kok pucat? Mas sa
"Oh ya, bagaimana kalau ngobrolnya kita terusin di rumah gue, kayaknya nggak cukup waktu kalau di terusin disini. Nginep ya … di rumah Gue?" "Nginep?" Danu dan Karin kompak menjawab bersamaan. "Iya, nginep. Kenapa reaksi kalian berdua aneh? Kayak udah janjian gitu." Risa mengerutkan keningnya. "N-nggak gitu, Ris. Gue cuma ada urusan sama temen." Karin tergagap. "Temen yang lebih penting dari gue? Setelah dua tahun nggak pernah bertemu? Lagian elo singgle, pasti nggak ada janji sama cowok, kan?" Risa memasang wajah kecewa. "Eh, itu …." Karin melirik Danu. "Sayang, Mas ke kantor sekarang, ya? Mas, nggak ikutan urusan wanita." Danu mengelus pundak Risa dan setengah berlari keluar dari kafetaria hotel. "Em … iya deh, gue nginep di rumah elo nanti malam." Karin tidak punya pilihan lain."Ye … gitu dong, bff." Risa melompat girang. 'Hh, elo yang ngundang gue ke rumah elo, Ris. Jangan salahkan kalau suami elo nyuri kesempatan buat bermesraan sama gue.' Karin tersenyum mengejek. Ia se
"Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga saling berpandangan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Hening. "Ahahaha, makanya, Rin, elo musti cepet cari calon suami, biar nggak salah manggil terus. Masak dari tadi siang elo manggil suami gue dengan panggilan, Mas. Ngarep ya jadi istrinya mas Danu, atau elo mau jadi madu gue? Kalau elo mau, gue seneng banget. Biar bisa bebas tugas dari sini terus bisa pulang ke Jakarta nemenin Papa." Danu dan Karin kaget dengan kata-kata yang meluncur bebas dari mulut seorang Risa Aulia. "Ris!" "Yang." Danu dan Karin menjawab di waktu yang bersamaan. Wajah keduanya terlihat pucat. "April mop … duh gue cuma bercanda, Rin. Jiwa jomlo elo udah meronta-ronta minta suami tuh, bibir bilang asyikan jomlo tapi yang di dalam hati maunya punya suami ye, kan …." "Aduh Sayang … nggak lucu tahu." Danu merasa lega setelah mendengar pengakuan Risa kalau baru saja melontarkan sebuah candaan kepada mereka. "Maaf-maaf ya, Rin, se
"Lo dari mana, Rin? Gue cari-cari kok nggak ada. Padahal gue cuma ke kamar mandi sebentar.""Eh itu Ris, gue abis teleponan sama temen. Di dalam, sinyalnya timbul tenggelam jadi gue keluar rumah buat angkat telepon.""Rin, elo sekarang ngrokok? Kok bau badan lo kek bekas orang yang suka ngrokok?""Masak sih?" Karin mengendus baju yang dipakainya." Oh tadi pas di luar ada bapak-bapak ronda sedang ngrokok di dekat gue, mungkin asepnya nempel di baju gue. Masak iya, gue ngrokok sih, Ris? Elo pikir gue cewek apaan?""Hehehe … iya sih, mungkin hormon kehamilan nih bikin gue sensitif sama bau-bau tertentu. Ngomong-omong, lo lihat nggak laki gue di mana? Dia juga nggak kelihatan dari tadi."Lho Mas, dari mana?" Risa melihat Danu masuk dari pintu samping rumah."Biasa Sayang, abis ngrokok." Danu berkata dengan santai."Kalian berdua kayak janjian. Karin juga abis dari luar, teleponan ama temen. Baju kalian berdua juga bau rokok. Hehehe … emang rumah kita terlalu minimalis, ya? Sampai-sampai ba
"Haruskah kuakhiri sekarang? "Risa merasakan sakit pada perutnya. Selalu saja begini, ketika ia ingin menyelesaikan masalah rumah tangganya. Janin yang ada di dalam kandunganya seolah mencegahnya, rasa sakit di perutnya selalu datang seiring dengan kata hatinya yang ingin menggugat cerai suaminya.Sebenarnya Risa sudah menangkap gelagat aneh di antara Karin dan Danu, ketika mereka bertemu di kafetaria hotel. Risa hanya pura-pura tidak tahu, ia ingin melihat sejauh mana instingnya terbukti. Nyatanya dengan kedua belah matanya ia melihat sendiri tangan Karin dan suaminya saling menggenggam mesra, rasa sakit hati menderanya ketika suaminya tidak menolak ataupun menghindar dari godaan Karin, sedangkan Risa yang notabene berstatus istri sahnya berada dihadapan mereka berdua."Ternyata elo Rin, orangnya. Tak kusangka, jadi ini alasannya elo menghilang setelah pernikahan gue. Dan buat kamu Mas, kenapa mengejarku dan melamarku kalau yang Mas cinta dari dulu itu Karin. Apa alasannya? Apakah kar
"Mas lagi ngapain di situ?" Danu terperanjat kaget dengan suara Risa yang sudah ada di belakangnya."Eh, Sayang, sudah bangun ya?""Dari tadi, Mas.""Dari tadi, sejak kapan?" tiba-tiba wajah Danu kelihatan memucat."Karin baru saja pergi ya?" Risa pura-pura menanyakan keberadaannya Karin."Emang, Sayang nggak lihat keberadaan Karin?" Danu kembali berdusta."Nggak lihat, emang mas tahu keberadaan Karin di mana?""Nggak tuh." Danu menggidikkan bahunya. "Mas juga baru bangun, Sayang.""Semalam itu aneh banget, tiba-tiba aku ngantuk dan nggak ingat apa-apa sampai pagi. Sekarang, Karinnya udah pergi, padahal belum cerita apa-apa huft ….""Mungkin Sayang terlalu capek, kemarin dari pagi sibuk sampai malam. Jadi nggak sadar ketiduran. Nggak pa pa, lain kali kan masih ada waktu ngobrol. Kapan-kapan janjian dulu. Kalau Karin mau nginap lagi juga nggak pa pa. Mas, seneng kok, kalau kamu ada temen ngobrol.""Mas seneng?" Risa menatap tajam Danu."I-iya seneng, Karin kan teman baik kamu, Sayang. S
Enam bulan kemudian.Sayang, kapan tanggal HPL nya? Mas mau siap-siap ambil cuti supaya bisa nemenin kamu saat lahiran nanti." Danu mendekati Risa yang sedang duduk di ruang tamu sambil membaca buku tentang kehamilan."Satu minggu lagi, Mas." Risa sebenarnya malas untuk memberitahukan tanggal HPL kelahiranya karena selama ini waktu periksa kandungan juga, Danu seolah tak peduli karena bila berjanji selalu tidak ditepati. Tapi sebagian sudut hati kecil Risa, ia ingin ditemani oleh suaminya disaat proses bersalinya nanti. 'Ah mungkin ini keinginan sang jabang bayi.' batin Risa dengan senyum getirnya."kenapa Sayang, sakit lagi perutnya?""Nggak pa pa, Mas, pegel aja punggungnya." Risa ingin sekali menangis, tapi air matanya sudah mengering sejak ia mengetahui perselingkuhan suaminya. Baginya pantang untuk menangisi seorang suami yang menusuknya dari belakang. 'Bahkan dia tidak tahu bahwa sakit di perutku karena ulah dari tendangan bayi kami yang akan sebentar lagi lahir ke dunia. Kamu j