"Mas. "Risa memanggil Danu yang sedang fokus memandangi ponselnya ketika mereka sedang sarapan bersama.
"Iya, Sayang. "Danu mengalihkan pandangannya ke arah Risa."Dipanggil dari tadi, nggak ada respon. Asyik banget. "Risa sudah menduga pasti Danu sedang membaca pesan dari kekasih gelapnya."Maaf Sayang, tadi teman kantor tulis pesan lokasi meeting. Aku cuma lihat sebentar, kok. Mastiin aja." Danu berdiri dan melangkah mendekati Risa."Kirain baca pesan calon maduku. "Sindir Risa yang membuat elusan tangan Danu di rambut Risa terhenti. "Kamu kenapa sih, Sayang? Dari semalam Mas pulang kerja kok ngegas mulu bawaannya." "Terus kamu nggak suka gitu?" Risa ingin melihat sejauh mana pembelaan Danu ketika ia memojokkannya."Duh, kok malah ngelantur sih jawabannya. Kamu ada masalah apa? Ngomong sama Mas, biar Mas bantuin mecahinnya."'Masalahnya itu kamu, Mas.' Batin Risa."Atau karena nggak ada jatah malam? Bagaimana kalau mas ganti dengan morning séx." Danu mulai mengècup leher Risa, Risa merinding bukan karena nàfsu tapi jijik. Jijik membayangkan suaminya yang telah menggàuli wanita lain di luar sana."Jangan, Mas." Risa mengontrol emosinya agar tidak meledak. Ia ingin bermain cantik ke depannya agar tidak merugikan dirinya dan masa depan bayi yang ada di kandungannya. "Kayaknya meja makan ini asyik juga buat ngasilin keringet pagi-pagi, kita belum pernah nglakuin di sini, bukan?" Danu semakin agresif."Mas aku lagi datang bulan." Seketika Danu melepaskan pelukannya dari pinggang ramping istrinya."Pantesan ngambek mulu. Rupanya lagi PMS, Mas yang jadi sasaran." Danu pura-pura sedih.'Elah … munafik.' Risa kembali membatin. "Ada apa kok diam gitu?" Danu kembali bertanya setelah ia duduk kembali di samping Risa."Aku rindu Papa, mas, aku ingin ke Jakarta nengok, Papa.""Ya udah, bulan depan Mas ambil cuti. Untuk bulan ini kayaknya nggak bisa, jadwal mas untuk meninjau lapangan sangat padat. Bulan depan kita ke Jakarta nengokin Papa.""Aku maunya sekarang, udah setengah tahun kita nggak pernah ketemu Papa. Aku merasa sangat berdosa, padahal aku nggak sibuk apa-apa. Tiap hari cuma nongkrong di rumah.""Kok ngomongnya gitu. Kamu udah jadi istri Mas, sudah seharusnya di samping Mas. Kamu di sini bukan cuma nongkrong di rumah tapi kamu disini ngerawat Mas. Bukan berarti Mas melarang kamu buat berbakti kepada Papa, ke depannya kita atur aja waktunya biar kita bisa sesering mungkin nengokin Papa, oke?"'Cih, sok bijak.' Teriak Risa dalam hati.Melihat Risa yang masih diam saja akhirnya Danu memutuskan untuk menemani Risa mengunjungi mertuanya yang berada di Jakarta. Ia sedikit kalut karena harus membatalkan janjinya dengan sang pujaan hati untuk bersenang-senang di sebuah resort pada malam minggu. Tapi untuk menjaga image di hadapan sang papa mertua, Danu memutuskan akan membujuk kekasihnya agar tidak ngambek, nanti."Baiklah sabtu siang sepulang Mas kerja, kita langsung ke bandara. Kamu siapin keperluan kita. Sepulang dari kantor Mas langsung jemput kamu, oke?" "Tadi katanya nggak bisa, plin plan banget. Sebenarnya sibuk ninjau lapangan atau sibuk cari kesenangan?" Perkataan Risa begitu menohok Danu. Danu ternganga dengan ucapan istrinya yang mendadak pedas sejak semalam, jauh berbanding terbalik dengan Risa yang dulu dikenalnya sebagai wanita yang lemah lembut dan sopan dalam berbicara."Sayang, kamu ko …?""Sudahlah Mas, nanti kamu terlambat ke kantor yang ujung-ujungnya pulang telat lagi." Risa berdiri mengambil gelas dan piring bekas mereka sarapan."Lagi-lagi Risa menohok hati Danu dengan kata-kata pedasnya. Merasa dipojokkan oleh istrinya akhirnya Danu berangkat kerja tanpa berpamitan seperti biasa. Karena Risa meninggalkan Danu begitu saja, membawa alat makan yang kotor untuk dicuci di dapur. ***Risa menatap sebuah rumah megah berlantai dua di kawasan perumahan elit di Jakarta Selatan. Dia sengaja mengunjungi papanya tanpa sepengetahuan suaminya. Setelah Danu pergi ke kantor, Risa bergegas menghubungi taksi online menuju ke bandara, sedangkan tiket pesawat sudah ia pesan sejak kemarin setelah mengetahui fakta bahwa suaminya berselingkuh."Papa." Sapa Risa ketika melihat sang papa sedang duduk di tepi kolam ikan, memandang ikan hias warna- warni yang sedang berebut pelet makanan ikan yang baru saja ditaburkan di atas kolam.Seketika, Hendi Bagaskara berbalik dan merentangkan tangan menyambut kedatangan putri semata wayangnya."Papa, Risa kangen, Papa." Tangis Risa pecah ketika sang papa memeluknya erat. Pelukan ternyaman dan terhangat yang Risa rasakan sangat tulus tanpa minta balasan ataupun suatu alasan."Papa juga, Sayang." Hendi, menepuk-nepuk bahu anaknya dengan sayang. "Tumben ke sini sendiri, mana suami kamu?""Emm … Mas Danu sibuk, Pa." Risa tidak ingin menceritakan kepada papanya soal masalah rumah tangganya, ia takut sang papa akan syok dan mengakibatkan tekanan darah tingginya naik."Sesibuk apa, sampai seorang istri dibiarkan sendirian mengunjungi orang tuanya yang berada jauh dari rumahnya?" kesal Hendi yang memang dari pertama mengenal Danu sudah tidak menyukainya. Dengan terpaksa ia menerima Danu karena putri tercintanya ngotot untuk merestui hubungan mereka."Sudahlah, Pa, jangan bahas itu. Bagaimana dengan kesehatan Papa sekarang. Baik- baik saja, kan?""Jangan khawatir, Papa baik-baik saja. Seperti yang kamu lihat.""Syukurlah, Papa harus selalu sehat buat nemenin Risa." Suara Risa sedikit tertahan."Memang suami kamu kenapa?" Hendi melihat ada sesuatu yang janggal, firasatnya mengatakan bahwa pernikahan putrinya sedang bermasalah."Nggak kenapa-napa kok, Pa. Kami baik-baik aja. Papa nggak usah khawatir." dusta Risa."Ya sudah kalau baik-baik saja, Papa ikut senang. Oh ya, kamu kan belum punya momongan. Daripada banyak waktu luang kamu terbuang sia-sia. Gimana kalau kamu ikut kuliah online. Waktunya pasti nggak bakal mengganggu waktu kamu untuk mengurus suami kamu karena waktunya fleksibel.""Iya, Pa, Risa juga kepikiran untuk ngambil kuliah online." Untuk sementara waktu ini Risa ingin menyembunyikan kehamilanya dari sang papa."Teman Papa yang ada di Amerika punya beberapa rekomendasi universitas yang bagus, kamu tinggal pilih saja. Nanti papa kirim ke email kamu dan sisanya biar Papa yang urus, kamu fokus belajar saja untuk ujian masuk."Terima kasih, Pa, Risa sayang Papa.""Apa pun akan Papa lakukan demi kebahagiaan kamu, princesnya Papa." Hendi semakin mantap untuk mendorong putrinya untuk kuliah karena melihat pandangan mata putrinya yang tidak terlihat bahagia. Menurut firasatnya hanyalah Danu sang menantu sebagai biang masalah dari kesedihan putrinya.***"Sayang, Mas, pulang! Kemana perginya, Risa?"Danu mendèsah pelan ketika panggilan telepon dan pesan yang di kirim ke ponselnya Risa tidak mendapatkan respon. Biasanya ia akan tertidur pulas setelah percintaan panas yang menguras tenaga bersama kekasihnya. Namun kepergian Risa yang tanpa pamit membuatnya cukup frustasi. Kemarin malam sepulang kerja, ia sangat terkejut ketika mendapati rumahnya dalam keadaan gelap gulita. Dengan perasaan was-was, Danu menelusuri setiap sudut ruangan di rumah dan hasilnya nihil karena ia tak menemukan koper kecil milik Risa yang biasa ia gunakan untuk mudik ke rumah papanya. Danu menyimpulkan bahwa Risa pergi ke Jakarta. 'Mengapa Risa pergi tanpa pamit, mungkinkah dia sudah tahu tentang perselingkuhanku?' Danu menerka-nerka dalam batinya. 'Tidak-tidak, kalau dia sudah tahu pasti dia tidak akan diam saja. Aku tahu, dia sangat membenci perselingkuhan.' "Ngkh … kenapa Mas nggak tidur?" "Iya ini mau tidur." Danu mengelus pipi kekasihnya seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang. "Mikirin apa sih,
"Mas, kenapa sekarang kamu nggak pernah nginap, sih? Emang mas nggak kangen sama aku?" ucap wanita sèksi yang memasang wajah cemberut di hadapan Danu. "Kangenlah, Sayang, kangen banget malah." Danu memeluk tubuh kekasihnya dengan erat. "Terus, ngapain nggak pernah nginep? Aku sangat kesepian tau! Aku juga pengen, udah satu minggu Mas anggurin aku. Rasanya cenat-cenut nggak karuan." "Apalagi aku, Yang, kepalaku tiap hari pusing kayak mau pecah." Danu semakin mengeratkan pelukannya. "Ya udah nanti malem nginep, ya? Aku punya lingeri baru, mau lihat, nggak?" Wanita cantik yang ada di dekapan Danu berbisik mesra. "Huft … maaf sayang, Mas nggak bisa." Wajah Danu terlihat sangat menyesal. "Yakin, nggak mau nginep? Ya udah kalau gitu, aku mau malem mingguan sama teman-teman aku. Jangan cemburu kalau ada cowok lain yang ngisengin aku." "Kok gitu Sayang, Mas nggak rela kamu jalan bareng sama cowok lain, kamu itu hanya milik, Mas! Nggak boleh ada orang lain yang nyentuh kamu selain aku."
"Beréngsek, kenapa nggak di angkat, sih, teleponnya. Huft … udah ditungguin satu jam juga belum datang." Seorang wanita cantik nan séksi yang mengenakan lingeri merah itu menghentak-hentakkan kakinya sambil ngomel-ngomel karena orang yang ditunggunya di kamar hotel tidak kunjung datang. Di kafetaria hotel nampak Risa dan Danu sedang melihat buku menu untuk memilih makanan yang mereka pesan. "Sayang, mau pesan apa?" Danu bertanya kepada Risa, pasalnya sudah sepuluh menit berlalu istrinya itu belum menyebutkan menu apa yang akan dipesan. "Mmm … sup labu dan french toast, untuk minumnya jus jeruk aja." "Cuma itu aja, kok sedikit amat? Nanti nggak cukup lho, kalau dibagi sama dedeknya." Danu bertanya sambil mengelus perut Risa yang masih datar. Seketika wajah Danu memucat ketika pandangannya tertuju kepada sosok wanita cantik yang baru keluar dari lift hotel. Mata cantik itu menatap tajam kearah tangan kanan Danu yang berada di atas perutnya Risa. "Mas kenapa, mukamu kok pucat? Mas sa
"Oh ya, bagaimana kalau ngobrolnya kita terusin di rumah gue, kayaknya nggak cukup waktu kalau di terusin disini. Nginep ya … di rumah Gue?" "Nginep?" Danu dan Karin kompak menjawab bersamaan. "Iya, nginep. Kenapa reaksi kalian berdua aneh? Kayak udah janjian gitu." Risa mengerutkan keningnya. "N-nggak gitu, Ris. Gue cuma ada urusan sama temen." Karin tergagap. "Temen yang lebih penting dari gue? Setelah dua tahun nggak pernah bertemu? Lagian elo singgle, pasti nggak ada janji sama cowok, kan?" Risa memasang wajah kecewa. "Eh, itu …." Karin melirik Danu. "Sayang, Mas ke kantor sekarang, ya? Mas, nggak ikutan urusan wanita." Danu mengelus pundak Risa dan setengah berlari keluar dari kafetaria hotel. "Em … iya deh, gue nginep di rumah elo nanti malam." Karin tidak punya pilihan lain."Ye … gitu dong, bff." Risa melompat girang. 'Hh, elo yang ngundang gue ke rumah elo, Ris. Jangan salahkan kalau suami elo nyuri kesempatan buat bermesraan sama gue.' Karin tersenyum mengejek. Ia se
"Udah pulang, Mas." Risa dan Karin menjawab bersamaan. Lagi-lagi mereka bertiga saling berpandangan dengan ekspresi yang berbeda-beda. Hening. "Ahahaha, makanya, Rin, elo musti cepet cari calon suami, biar nggak salah manggil terus. Masak dari tadi siang elo manggil suami gue dengan panggilan, Mas. Ngarep ya jadi istrinya mas Danu, atau elo mau jadi madu gue? Kalau elo mau, gue seneng banget. Biar bisa bebas tugas dari sini terus bisa pulang ke Jakarta nemenin Papa." Danu dan Karin kaget dengan kata-kata yang meluncur bebas dari mulut seorang Risa Aulia. "Ris!" "Yang." Danu dan Karin menjawab di waktu yang bersamaan. Wajah keduanya terlihat pucat. "April mop … duh gue cuma bercanda, Rin. Jiwa jomlo elo udah meronta-ronta minta suami tuh, bibir bilang asyikan jomlo tapi yang di dalam hati maunya punya suami ye, kan …." "Aduh Sayang … nggak lucu tahu." Danu merasa lega setelah mendengar pengakuan Risa kalau baru saja melontarkan sebuah candaan kepada mereka. "Maaf-maaf ya, Rin, se
"Lo dari mana, Rin? Gue cari-cari kok nggak ada. Padahal gue cuma ke kamar mandi sebentar.""Eh itu Ris, gue abis teleponan sama temen. Di dalam, sinyalnya timbul tenggelam jadi gue keluar rumah buat angkat telepon.""Rin, elo sekarang ngrokok? Kok bau badan lo kek bekas orang yang suka ngrokok?""Masak sih?" Karin mengendus baju yang dipakainya." Oh tadi pas di luar ada bapak-bapak ronda sedang ngrokok di dekat gue, mungkin asepnya nempel di baju gue. Masak iya, gue ngrokok sih, Ris? Elo pikir gue cewek apaan?""Hehehe … iya sih, mungkin hormon kehamilan nih bikin gue sensitif sama bau-bau tertentu. Ngomong-omong, lo lihat nggak laki gue di mana? Dia juga nggak kelihatan dari tadi."Lho Mas, dari mana?" Risa melihat Danu masuk dari pintu samping rumah."Biasa Sayang, abis ngrokok." Danu berkata dengan santai."Kalian berdua kayak janjian. Karin juga abis dari luar, teleponan ama temen. Baju kalian berdua juga bau rokok. Hehehe … emang rumah kita terlalu minimalis, ya? Sampai-sampai ba
"Haruskah kuakhiri sekarang? "Risa merasakan sakit pada perutnya. Selalu saja begini, ketika ia ingin menyelesaikan masalah rumah tangganya. Janin yang ada di dalam kandunganya seolah mencegahnya, rasa sakit di perutnya selalu datang seiring dengan kata hatinya yang ingin menggugat cerai suaminya.Sebenarnya Risa sudah menangkap gelagat aneh di antara Karin dan Danu, ketika mereka bertemu di kafetaria hotel. Risa hanya pura-pura tidak tahu, ia ingin melihat sejauh mana instingnya terbukti. Nyatanya dengan kedua belah matanya ia melihat sendiri tangan Karin dan suaminya saling menggenggam mesra, rasa sakit hati menderanya ketika suaminya tidak menolak ataupun menghindar dari godaan Karin, sedangkan Risa yang notabene berstatus istri sahnya berada dihadapan mereka berdua."Ternyata elo Rin, orangnya. Tak kusangka, jadi ini alasannya elo menghilang setelah pernikahan gue. Dan buat kamu Mas, kenapa mengejarku dan melamarku kalau yang Mas cinta dari dulu itu Karin. Apa alasannya? Apakah kar
"Mas lagi ngapain di situ?" Danu terperanjat kaget dengan suara Risa yang sudah ada di belakangnya."Eh, Sayang, sudah bangun ya?""Dari tadi, Mas.""Dari tadi, sejak kapan?" tiba-tiba wajah Danu kelihatan memucat."Karin baru saja pergi ya?" Risa pura-pura menanyakan keberadaannya Karin."Emang, Sayang nggak lihat keberadaan Karin?" Danu kembali berdusta."Nggak lihat, emang mas tahu keberadaan Karin di mana?""Nggak tuh." Danu menggidikkan bahunya. "Mas juga baru bangun, Sayang.""Semalam itu aneh banget, tiba-tiba aku ngantuk dan nggak ingat apa-apa sampai pagi. Sekarang, Karinnya udah pergi, padahal belum cerita apa-apa huft ….""Mungkin Sayang terlalu capek, kemarin dari pagi sibuk sampai malam. Jadi nggak sadar ketiduran. Nggak pa pa, lain kali kan masih ada waktu ngobrol. Kapan-kapan janjian dulu. Kalau Karin mau nginap lagi juga nggak pa pa. Mas, seneng kok, kalau kamu ada temen ngobrol.""Mas seneng?" Risa menatap tajam Danu."I-iya seneng, Karin kan teman baik kamu, Sayang. S
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S