Risa diam tak bergeming, pikirannya kosong. Ia tidak menyangka kalau Al akan melamarnya secepat ini."Will you marry me, Risa Aulia?" Al berjalan mendekati Risa sedangkan anak-anak panti memberi jalan Al lalu melingkari mereka yang berada di tengah."Al …." Mata Risa berkaca-kaca, berbagai rasa berkecamuk dalam batinnya. Wanita manapun akan bahagia mendengar ajakan untuk menikah. Apalagi permintaan itu datangnya dari seorang berondong muda yang mempunyai berbagai kelebihan."Risa, will you …."~~~~~~~Bandung."Selamat
"Yes I do." Al tersenyum lalu ingin memeluk Risa. Tangannya tergantung di udara setelah menyadari mereka berada di dalam kerumunan anak-anak panti. "Anak-anak, terima kasih, ya …?" Sekarang kalian masuk ke dalam. Di dalam sudah tersedia aneka minuman dan camilan." "Ye …." Mereka berseru riang karena tahu Al selalu membelikan mereka makanan dan minuman enak yang jumlahnya tidak sedikit. "Pinter, ya? Memanipulasi anak-anak demi kepentingan pribadi." Risa menghapus sisa-sisa air matanya. "Nggak pinter, nggak akan bisa dapatin kamu." Al langsung merengkuh tubuh mungil Risa dalam pelùkannya. "Terima kasih sudah mau menerimaku." Al mendaratkan bibir tipisnya di pucuk kepalanya Risa. Wangi shampo yang melekat di rambut Risa menjadi salah satu aroma yang menjadi favoritnya Al. "Udah, lepasin, belum halal juga!" Risa mendorong tubuh Al. "Hahaha, iya-iya, secepatnya akan aku resmikan hubungan kita supaya sah secara agama dan negara." ***Satu bulan kemudian di Puncak Bogor. Karin berjal
Karin mengerjap tatkala silau sinar mentari pagi menerobos masuk melalui sela gorden yang terbuka. Ia merasakan sesuatu yang berat menimpa tubuhnya. Ya sesuatu itu adalah Mark yang melingkarkan tangan di perut rata Karin sedangkan kepalanya terbenam di leher Karin. Embusan napas hangat Mark memberikan sensasi lain padanya. Karin tersenyum simpul membayangkan percintaan panasnya. Semalam, Mark, memperlakukannya dengan sangat lembut dan hati-hati. Mark bahkan sempat menanyakan gaya dan cara apa yang bisa membuat Karin nyaman. 'Ah mungkin aku yang salah menilainya. Mark laki-laki yang baik dan mapan. Apalagi yang aku cari. Aku harus melupakan Mas Danu secepatnya dan membuka hati untuk Mark.' Karin mengelus rambut pirang Mark. "Morning, Bautiful?" Suara Mark terdengar serak memecah keheningan. "Morning, Honey." Karin mengubah nama panggilannya kepada Mark. "Honey? Panggilan nama yang Manis, aku suka itu." Mark tersenyum sekilas lalu kembali memejamkan matanya. "I'm sorry." "For …?"
Puncak Bogor Jawa Barat. "Honey, enough." Karin terkekeh mendengar Mark merayunya lagi. Ini sudah yang ke berapa lagi, Karin tidak bisa menghitungnya. Sejak Karin berinisiatif untuk merayu Mark, seharian mereka saling memuaskan satu sama lain tanpa lelah hanya terjeda dengan mengisi perut mereka karena lapar. Seluruh ruangan vila mereka coba, dari ruang tamu, dapur, kamar mandi bahkan balkon tempat terbuka juga mereka gunakan untuk melebur nàfsu yang seolah tidak bisa dipadamkan. Mark selalu meminta Karin untuk melayaninya, laki-laki itu beralasan satu bulan lamanya ia rela tidak melakukan hubungan badan demi menjaga hati dan raganya untuk Karin. "The last one's, okay." Napas Karin terengah berkejaran dengan napas Mark yang saat ini berada di atas ránjang. "Okay, I promise you, Beautiful." Mark langsung menerjang tubuh Karin kembali. Suara rintihan kembali terdengar di antara suara sengal napas dan suara désahan dari mereka berdua. "Beautiful …" "Honey …." ***Jakarta. "Sah!"
Hampir satu jam Danu duduk di depan makam Satria di bawah guyuran air hujan. Segala keluh kesah telah ia keluarkan. Ada rasa sedikit lega setelah mengeluarkan unek-unek di hatinya. Walaupun hanya suara petir dan air hujan yang nenanggapinya. "Papa pulang dulu, Nak. Besok Papa akan datang kemari lagi. Mungkin dalam satu minggu ini Papa akan datang ke sini setiap hari karena Papa dalam masa libur kerja. Jangan khawatir, Mama dalam keadaan yang sangat baik. Walaupun kami berpisah, Papa Akan selalu mendoakan untuk kebahagiaan Mama, Sayang." Danu mengelus batu nisan Satria sebelum meninggalkan area pemakaman. Danu juga membacakan doa untuk mendiang Satria dan Hendi, mertuanya.Danu berjalan gontai menuju jalan raya. Mungkin karena efek air hujan, tubuhnya mulai menggigil kedinginan. Ditambah suasana hati yang sedang galau benar-benar membuat sistem imun di tubuhnya menjadi lemah.Sudah lama Danu berdiri namun tak ada satu pun taksi yang lewat. Pandangan Danu mulai mengabur, kepalanya mulai
Menjelang jam satu siang acara resepsi pun akan segera dimulai. Halaman belakang rumah Risa dihias dengan sedemikian rupa dengan tema rustic,tema yang sedang populer saat ini. Rustic wedding sangat cocok dengan tema yang terlihat natural dan romantis sesuai dengan keinginan Risa. Warna-warna yang digunakan juga merupakan warna natural seperti warna cokelat, putih dan abu-Abu. Pelaminannya menonjolkan kenaturalan yang merupakan berbahan dasar dari kayu dengan seni arsitektur yang unik. Begitu pun untuk meja dan kursi untuk para tamu. Hiasan bunga menjadi paling banyak terlihat di tema rustic wedding, juga dessert bar yang tersedia di setiap sudut, lengkap dengan menu tradisional dan internasional. Waktu pesta resepsi yang digelar dari siang menjelang sore menjadikannya terlihat lebih sempurna karena langit yang berubah warna menjadi jingga ketika matahari mulai masuk ke peraduan. Risa tampak cantik menggunakan gaun panjang berwarna peach dengan model bahu terbuka. Potongan lengan ya
Mark baru saja pulang dari kantor. Dengan masih mengenakan setelan jas, Mark terlihat sangat tampan walau terlihat lelah. Ia mengendurkan dasinya. Matanya langsung mencari keberadaan Karin. "I miss you, Beautiful." Mark memèluk Karin dari belakang yang sedang duduk santai di sofa. Hari ini masih sore sehingga membuat Karin kaget dengan kehadiran Mark. "Honey, you're home?" "Yeah, because I miss you." Mark menciùm pipi Karin. "Ehm … hi Mark, how are you?" Tata yang baru keluar dari toilet langsung salah tingkah melihat Mark dan Karin sedang berciùman mesra. Mark melepaskan pelukannya. "Hi … sorry I don't remember your name." "It's okay, my name is Tata. Temennya Karin dan yang di sana sedang selfi itu bernama Sisi. Kami bertiga adalah teman. Nice to meet you, Mark." Sisi mengulurkan tangan kepada Mark. "Nice to meet you too, Sisi." Mark menerima jabat tangan Sisi. Mark mencìum pipi Karin. "Aku ke atas dulu, ingin membersihkan diri." "Okay, darling." Mark berjalan ke atas meningg
Danu keluar dari kamar dengan segera. Teriakan dari wanita cantik itu tidak dihiraukan. Walau kepalanya masih berdenyut ngilu ia berusaha tegar untuk keluar dari apartemen mewah milik wanita cantik itu. Ketika Danu Mencapai pintu depan, ia teringat dengan dompetnya yg berisi beberapa beberapa lembar uang dan kartu identitas penting miliknya. 'Di mana dompetku berada?' Danu mengedarkan pandangannya. Ia mengacak-acak ruang tamu, namun hasilnya nihil. Wanita cantik itu sudah keluar dari kamar dengan hanya melilitkan handuk di tubuhnya. "Jangan pergi!" Danu menoleh, matanya membulat. Tanpa pikir panjang Danu berlari membuka pintu utama yang untungnya cuma dikunci secara biasa yang dengan mudah Danu buka. Ia tidak lagi menoleh ke belakang. Danu berlari kencang menuju tangga darurat lalu turun. Sampai di bawah, napas Danu mulai tersengal. Ia sudah tidak lagi mendengar teriakan wanita cantik itu. Beberapa pasang mata memperhatikan penampilan Danu yang kelihatan aneh dan rambut yang acak-a