"Plak, gila kamu! Sayang sekali, tampan tapi gila." Risa dengan sangat kesal meninggalkan toko souvenir."Hei tunggu!" Lelaki itu ingin mengejar Risa namun dihentikan oleh pegawai toko. "Kak, ganti rugi dulu. Kakak tidak boleh pergi sebelum ganti rugi guci yang pecah itu." "Eh iya Dik, maaf ya? Kakak ganti, kok." ***"Dasar orang gila." Risa sedikit berlari karena Jono sudah meneleponnya dari tadi. "Non, sebelah sini!" Jono melambaikan tangannya ketika melihat Risa berdiri di ambang pintu. Risa bergegas menghampiri Jono. "Maaf, Jon. Tadi ada kejadian tak terduga sehingga tidak tahu kalau kamu menelepon saya." "Nggak pa pa, Non. Belum lama kok, saya nunggunya." Jono mengambil buku menu lalu menyodorkannya di hadapan Risa. "Kamu sudah pesan?" "Belum, nungguin Non Risa." "Mbak," Risa mengacungkan tangannya ke atas. "Iya Kak, ada yang bisa saya bantu?" "Kamu mau pesan apa, Jon?" "Ikut Non Risa aja." "Oke, tiga porsi gudeg spesial dan dua gelas es jeruk, Mbak. Itu dulu sementar
"Kamu!" Risa langsung mematung melihat calon bosnya adalah sesorang yang paling menyebalkan. "Silahmkan duduk, Nona Risa!" Al tidak menunjukkan sikap menyebalkan seperti di mall waktu itu. Ia terlihat berwibawa dan profesional. Risa bingung, antara menginginkan pekerjaan itu atau mengundurkan diri karena calon bosnya orang yang telah berseteru dengannya satu minggu yang lalu. Melihat Risa masih berdiri dalam diam, Al kemudian berkata. "Soal pekerjaan Anda harus profesional, Nona. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.""Maaf, sepertinya pekerjaan ini tidak cocok untuk saya. Saya akan mengundurkan diri dari interview ini, Pak." Risa menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. "Sayang sekali, wanita cerdas seperti Anda memilih menjadi seorang pecundang karena hal sepele." Al sengaja memancing emosi Risa. 'PECUNDANG,' Risa memejamkan matanya, tidak suka diremehkan dengan kata-kata pecundang. Pantang baginya mundur kalau sudah diragukan kemampuannya dalam bekerja. Ingi
"Ya ampun … cantik banget calon kamu, Al." puji mamanya Al."C-calon?" Risa bengong bagai orang bodoh yang telah dikerjai oleh Al. "Sayang, siapa namamu?" Wanita setengah baya beroaras anggun itu mendekati Risa."R-Risa, Tante." Risa tersenyum canggung. "Nama yang cantik, secantik orangnya." "Iya dong, Ma. Jangan sampai kalah cantik sama mama." Al memeluk mamanya dari belakang. "Dasar anak nakal, punya calon cantik kayak gini kok diumpetin. Mama sampai setres, mikirin nyari calon buat kamu." Risa merasa pusing di tengah perdebatan ibu dan anak yang saling menyerang. "Ma, kasihan kakak cantiknya dianggurin." Seorang anak lelaki tampan yang mirip dengan Al yang berusia dua puluhan muncul dari dalam. "Eh iya, Mama sampai lupa, sini Sayang." Mamanya Al menarik Risa untuk duduk di kursi. "Hari ini Tante dan Bibik berkolaborasi masak masakan ini khusus untuk menyambut kedatanganmu." Risa duduk sambil berulang kali menyugar rambutnya karena merasa tidak enak dengan perlakuan spesial d
"Ingat kalian belum nikah! Kalau mau yang aneh-aneh cepetan nikahi Risa!" 'CEPETAN NIKAHI RISA.' kata-kata mamanya Al membuat Risa dilema. Semalaman Risa tidak dapat memejamkan matanya. Alhasil pagi ini lingkaran matanya menghitam bak panda. "Pagi, Bu Manajer?" Risa langsung memegang dadanya karena kaget. Berondong yang satu ini selalu memberinya kejutan yang tak disangka."Pagi, Pak Al." Risa masih menunggu lift yang masih berada di lantai atas. "Ikut saya, Bu!" Al menarik tangan Risa. Risa langsung menepisnya." Apa-apaan sih, kamu. Dengar ya, saya memang setuju untuk berpura-pura untuk menjadi kekasihmu di depan keluargamu. Tapi itu bukan berarti kamu bisa seenaknya memperlakukanku sesuai dengan kehendakmu!""Ikut saya naik lift khusus, Bu. Di sini banyak mata-mata, saya takut ada yang laporan sama Mama saya. Mama pasti langsung tahu kalau kita pura-pura." Al sudah siap dengan segala trik untuk menjebak Risa."Bukanya Bapak bilang, kalau mamanya Bapak sedang sakit parah. Kenapa
"Ris, tunggu!" Vivi berlari mengejar Risa setelah turun dari ojek onlíne yang ditumpanginya."Kamu bener jalan sama pak bos? Sejak kapan, kok gue nggak tahu, bagaimana ceritanya?" Vivi merangkul Risa yang juga baru turun dari taksi onlíne. "Stt … pelan-pelan, Vi. Itu mulut dijaga. Ini lobi kantor bukan ruangan kita. Jangan ngegosipin pak bos di sembarang tempat. Banyak mata-mata, lo mau dipecat?" "Ups," Vivi mengatupkan bibirnya."Kalau begitu, ayo cepet naik ke atas. Gue udah kepo akut." Vivi menarik tangan Risa lalu masuk ke dalam lift yang masih belum penuh.Sampai di atas, di dalam ruang kerja Risa. Vivi langsung menjerit setelah mendengar cerita dari Risa."Apa! Lo diminta pak bos untuk menjadi calon istri pura-puranya?" Risa mengangguk. "Demi apa coba, kalau gue nggak denger dari mulut elo sendiri. Mungkin gue nggak akan percaya." Vivi menarik napas. "Terus elo mau?" "Ya kan mamanya pak bos sakit, Vi. Gue sebenarnya nggak mau terlibat dengan urusan pak bos." Risa mulai membu
"Izinkan aku untuk mengejarmu, Ris!" Al meraih tangan Risa lalu menggenggamnya erat."Pak …." Risa menarik tangannya lalu membereskan piring dan gelas yang sudah kotor. Ia menghindari Al dengan mencuci piring, gelas serta wajan dan spatula yang ia gunakan untuk memasak tadi. Al mulai gelisah ketika Risa menjauhinya. Raut muka murung yang terlihat di wajah Risa membuat Al merasakan hatinya sakit. Al berjalan menyusul Risa lalu berhenti di pintu dapur memandang Risa yang sedang mencuci peralatan masak.Selesai mencuci, Risa mengelap tangannya hingga bersih lalu berjalan mendekati Al. "Aku mau ngomong sama kamu." Sebersit senyum muncul di bibir tipis Al. Risa berjalan diikuti oleh Al dari belakang. "Silakan duduk." Mereka duduk berhadapan, Al memperhatikan wajah Risa yang terlihat sedang berpikir. Dengan sabar ia menunggu Risa untuk bersuara. "Kamu tahu masa laluku?" Risa memandang lekat kepada lelaki muda yang memiliki wajah tampan itu. "Tahu." Jawaban Al sangat singkat."Aku rasa,
Raut wajah Risa berubah muram. Danu berlari setelah Al memanggilnya. "Iya pak," Danu membeku melihat Risa yang sedang dirangkul oleh Al dengan sangat mesra. "Cantik kan, Bang?" "Eh, C-cantik sekali, Pak." Kata-kata Danu seperti tersangkut di tenggorokan. "Tentu dong, seleraku pasti yang high class kayak gini. Imut, cantik dan baik hati. Masak juga pinter." Al membanggakan Risa di depan kedua orang tuanya dan Danu. "Bener Al, calon menantu Mama pinter masak?" tanya Sinta."Iya dong, Ma. Kemarin malam, Al makan nasi goreng buatan Risa. Skill Mama kalah jauh. Ya kan, Sayang?" Al menoleh kepada Risa."Ish, jangan ngejelekin Mama kamu dong, Al." El Barak menepuk pundak Al. "Biar Mama intropeksi diri, Pa." Al mencolek lengan Mamanya."Iya, iya Mama sadar, Mama akan lebih giat lagi berlatih biar nggak malu-maluin. Ngomong-omong kapan kamu dimasakin sama Risa?" "Kemarin malam, Al mampir kerumahnya." Risa dan Danu sama-sama merasakan suasana yang tidak nyaman. Untuk Risa, bertemu kemba
"Danu!" Risa kaget melihat Danu yang meringkuk kesakitan. Naluri kemanusiaanya langsung tersentuh. Tidak peduli seberapa dalam ia disakiti oleh Danu. Namum Risa harus menolongnya sebagai sesama manusia. Risa mencari bantuan untuk memapah Danu ke ruang Unit Gawat Darurat. Tapi sudah lima menit tidak ada satu pun orang yang melintas. Dengan terpaksa ia membangunkan Danu. "Dan, bangun Dan. Kamu harus periksa." Risa menepuk-nepuk pundak Danu. Danu membuka matanya. "R-Risa." "Ya ini aku, bangun! Aku nggak kuat untuk memapahmu, kamu harus periksa sekarang." "Nggak usah, cuma sakit ringan, Ris." Danu merasa tidak enak. "Jangan keras kepala. Kamu sakit, secepatnya harus diobati. Mamanya Al sudah berpesan padaku untuk memperhatikanmu." "Maaf," dengan perlahan Danu mengubah posisinya menjadi duduk. Risa mengulurkan tangannya lalu dengan sekuat tenaga menarik tangan Danu. Tubuh Danu sedikit oleng. Namun ia berusaha untuk tegak berdiri. "Ayo!" Risa menyuruhnya berjalan. Untuk sekilas D
Delapan belas tahun telah berlalu, tapi pernikahan kedua Danu dan Risa semakin romantis. Walaupun umur keduanya tidak lagi muda. Seperti saat ini, di taman belakang saat sore hari, Danu dan Risa menghabiskan waktu bersama pada hari sabtu, minggu atau hari libur lainnya. Mereka akan duduk berdua sambil berpelukan dan bercerita keseharian mereka ketika tidak bersama. Danu akan bercerita keadaan kantor beserta permasalahannya dan Risa bercerita tentang keadaan rumah dan Satria. Bocah bule yang ditemukan di depan pintu yayasan sosial milik Risa itu kini tumbuh sebagai remaja tampan dan sangat aktif. Dingin di luar tapi sangat cerewet di saat-saat tertentu. Seperti saat ini, remaja tampan itu sudah menggoda kedua orang tua angkatnya dengan bercie-cie ria. "Astaga, kalian, mataku ternodai." goda Satria yang tiba-tiba muncul lalu mengolok kemesraan Danu dan Risa. "Kamu juga gitu, nanti, kalau udah ketemu cewek yang kamu suka." jawab Danu yang belum mau melepaskan pinggang istrinya. "Ish …
Hati Danu seakan ingin melompat dari dalam dadanya. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali, takut jika yang dilihatnya adalah halusinasi. Dengan mencubit kulit di lengannya, laki-lski itu memastikan jika yang dilihatnya adalah kenyataan. "Mas Danu," panggil Risa lirih. "Mas." "Eh iya," Danu terlonjak dengan panggilan Risa. Ia bangun dari ranjang lalu mendekati Risa. "Sayang," Danu menangkup wajah Risa yang malam ini terlihat sangat cantik dengan sentuhan make-up minimalis. "Malam ini …?" Risa menganggukkan kepalanya yang disambut senyum lebar dari bibir tipisnya Danu. "Maaf, telah membuat Mas, menunggu lama." "Tidak apa, Mas rela menunggumu." Danu langsung memèluk tubuhnya Risa dengan erat sambil mengècupi puncak kepalanya. Ia menarik kedua tongkat yang menyangga tubuhnya Risa lalu mengangkat tubuh mungil itu ke atas rànjang. Dengan pelan-pelan, Danu membaringkan tubuh istrinya. Pandangan mereka bertemu, Risa tersipu malu ketika suaminya menatapnya dengan lekat. Tatapan mata itu
Risa kaget, ia tentu merasakan tonjolan itu. Ia juga paham jika Danu sedang terangsang. Salahnya, ia tergesa-gesa sehingga tidak sengaja terpeleset lalu mengakibatkan insiden yang tidak diinginkannya. "M-maaf," ucap Risa dengan malu-malu. Sebenarnya sudah satu bulan yang lalu ia sudah membuka hatinya untuk menerima kehadiran Danu seutuhnya sebagai seorang suami. Dirinya pun sudah siap jika suatu saat, Danu meminta haknya. Namun ia malu untuk mengatakannya, ketulusan Danu dan perhatiannya selama ini. Dapat Risa rasakan jika tidak pura-pura atau dibuat-buat. Ia juga bisa melihat, tatapan penuh cinta dari Danu selaku ditujukan padanya ketika mereka berhadapan. Jujur, ia sedikit minder dengan keadaan fisiknya yang cacat, yang hanya mempunyai satu kaki. "Oh, tidak apa, kamu baik-baik saja, sayang. Eh … R-ris," mulut Danu selaku gatal untuk memanggil istri tercintanya itu dengan sebutan sayang. "A-aku baik-baik saja, Dan." Risa tak kalah canggung. Posisi mereka dan keadaan dirinya yang ha
"Dan," panggil Risa setelah mendengar nama Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruang makan untuk sarapan. "Ris, Karin, meninggal tadi malam di rumah sakit pusat rehabilitasi penyakit AIDS." jelas Danu, yang tahu jika Risa penasaran dengan panggilan telepon yang baru dijawabnya dan menyebutkan nama Karin. "Sebaiknya kamu cuti untuk menghadiri proses pemakamannya Karin. Bagaimanapun, dia pernah menjadi bagian penting dalam hidupmu." ucap Risa tulus. "Ris, kamu …?" "Aku sudah memaafkannya, aku pikir, semua sudah takdir dari Tuhan." "Terima kasih, Ris." Danu tidak menyangka, Risa akan begitu mudah memaafkan kesalahan Karin yang begitu besar padanya di masa lampau. Hati wanita itu sangat baik."Aku tidak bisa ikut, kondisiku yang begini, tidak memungkinkan dan tidak ada yang mengurus Satria.""Benar, sebaiknya, kamu di rumah, jagain Satria." Danu pikir, keputusan itu sudah tepat demi kebaikan semua. "Sudah, sana cepat berangkat sebelum jalanan ramai, daripada terjebak macet nanti.
"Bagaimana bisa?" Risa terperangah mendengar pengakuan dosa dari Karin. Seketika dadanya terasa sesak, Papa yang sangat dicintainya meninggal gara-gara mantan madunya."Maafkan aku, Ris, aku ….""Katakan padaku, bagaimana, Papa, bisa meninggal?" titah Risa."Setelah kelahiran Satria, Mas Danu, mulai menjauhiku. Dia memutuskan untuk meninggalkanku demi Satria. Ia merasa bersalah dengan keadaan Satria yang mengidap penyakit gagal jantung. Mas Danu merasa, semua karena kesalahannya. Sewaktu, kamu, mengandung, Mas Danu tidak memperhatikanmu karena sibuk mengurusku. Ia ingin menebus kesalahannya dengan merawat Satria dan meninggalkanku.""Aku yang sudah terbiasa mendapatkan perhatian dan uang jajan darinya. Merasa
Mereka saling berpandangan.Danu mengerjap beberapa kali karena tidak percaya melihat kehadiran Karin di depan matanya. Mantan istri sirinya yang dulu terlihat sangat cantik dan sèksi itu sekarang terlihat layu. Karin memakai kaos dan celana training panjang yang menutupi seluruh lekuk tubuhnya. Pakaian ketat yang sudah menjadi ciri khasnya tak terlihat hari ini. Mukanya kusam tanpa make up, kulitnya tampak kering tidak seperti dulu yang terlihat glowing dan terawat."Mas Danu ….""K-karin."Karin langsung bersimpuh dihadapan Danu."Ada apa? Jangan begini, malu dilihat orang." Danu beringsut mundur ke belakang."Mas, Mas Danu, tolong aku." tangis Karin mulai pecah.
"Oh ya …," Mata Karin terbelalak namun kemudian berubah sendu. "Syukurlah kalau mereka bersama lagi." "Apa maksud Lo?" "Gue yang jadi duri di pernikahan mereka." jawab Karin dengan lemah. "Rin, cerita dong, ada apa sebenarnya sama Elo? Setiap rumah sakit Elo datangi. Sebenarnya Elo sakit apa?" tanya Sisi. "Atau bener, Elo hamil? Siapa bapaknya, biar kita berdua yang datangi minta pertanggung jawaban." Kali ini Tata angkat bicara. Karin hanya menggeleng. "Terus ngapain Elo nolak tawaran untuk jadi sugar babynya Tuan Adrian?" Sisi keheranan. "Sampai kapan Elo hidup menderita, tinggal di kontrakan sempit ini sedangkan mantan suami
Keesokan harinya.Sesuai kesepakatan bersama, pernikahan Risa dan Danu untuk yang kedua kalinya akan dilaksanakan di KUA secara sederhana sesuai dengan permintaan Risa. Tadinya Sinta tidak setuju. Bagaimanapun Sinta ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan dari kalangan staf panti dan keluarga. Namun Risa yang bersikeras menolak, membuat Sinta tidak berani memaksakan kehendaknya. Setidaknya ia berhasil memaksa Risa untuk memakai kebaya pengantin berwarna putih. Agar terlihat lebih sacral di hari penting ini."Sudah siap!" Sinta menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sedikit lagi, Bu." jawab sang make up artis yang disewa oleh Sinta."Oke, teruskan saja, Mbak. Saya tunggu di sini." Sinta mengambil kursi lalu duduk tidak jauh dari Risa. Ia memandang Risa yang sedang disa
Satu bulan kemudian."Bagaimana? Nggak mungkin kamu terus- terusan menggantung perasaan mereka, Ris?" Sinta yang sedang menimang Satria, menanyakan keputusannya tentang dua lamaran dari dua orang yang berbeda.Risa diam, bimbang dengan pilihannya."Kamu juga harus memikirkan Satria, jika kamu sudah memutuskan untuk merawatnya. Harus menyiapkan juga lingkungan pendukung untuk tumbuh kembangnya. Bukan hanya harta, tapi kelengkapan sebuah keluarga yang akan membentuk kesehatan psikisnya. Seorang anak memerlukan poker lengkap,seorang Ayah dan ibu yang akan menjadi panutan sekaligus pelindungnya. Kasih sayang dari dua orang tua, jauh lebih baik dibandingkan dengan seorang single parents. Kamu sendiri sudah pernah merasakannya, bukan?""Iya, Ma, aku tahu." Risa menatap lekat S