"Kamu!" Risa langsung mematung melihat calon bosnya adalah sesorang yang paling menyebalkan. "Silahmkan duduk, Nona Risa!" Al tidak menunjukkan sikap menyebalkan seperti di mall waktu itu. Ia terlihat berwibawa dan profesional. Risa bingung, antara menginginkan pekerjaan itu atau mengundurkan diri karena calon bosnya orang yang telah berseteru dengannya satu minggu yang lalu. Melihat Risa masih berdiri dalam diam, Al kemudian berkata. "Soal pekerjaan Anda harus profesional, Nona. Jangan campur adukkan masalah pribadi dengan pekerjaan.""Maaf, sepertinya pekerjaan ini tidak cocok untuk saya. Saya akan mengundurkan diri dari interview ini, Pak." Risa menganggukkan kepala sebagai tanda hormat. "Sayang sekali, wanita cerdas seperti Anda memilih menjadi seorang pecundang karena hal sepele." Al sengaja memancing emosi Risa. 'PECUNDANG,' Risa memejamkan matanya, tidak suka diremehkan dengan kata-kata pecundang. Pantang baginya mundur kalau sudah diragukan kemampuannya dalam bekerja. Ingi
"Ya ampun … cantik banget calon kamu, Al." puji mamanya Al."C-calon?" Risa bengong bagai orang bodoh yang telah dikerjai oleh Al. "Sayang, siapa namamu?" Wanita setengah baya beroaras anggun itu mendekati Risa."R-Risa, Tante." Risa tersenyum canggung. "Nama yang cantik, secantik orangnya." "Iya dong, Ma. Jangan sampai kalah cantik sama mama." Al memeluk mamanya dari belakang. "Dasar anak nakal, punya calon cantik kayak gini kok diumpetin. Mama sampai setres, mikirin nyari calon buat kamu." Risa merasa pusing di tengah perdebatan ibu dan anak yang saling menyerang. "Ma, kasihan kakak cantiknya dianggurin." Seorang anak lelaki tampan yang mirip dengan Al yang berusia dua puluhan muncul dari dalam. "Eh iya, Mama sampai lupa, sini Sayang." Mamanya Al menarik Risa untuk duduk di kursi. "Hari ini Tante dan Bibik berkolaborasi masak masakan ini khusus untuk menyambut kedatanganmu." Risa duduk sambil berulang kali menyugar rambutnya karena merasa tidak enak dengan perlakuan spesial d
"Ingat kalian belum nikah! Kalau mau yang aneh-aneh cepetan nikahi Risa!" 'CEPETAN NIKAHI RISA.' kata-kata mamanya Al membuat Risa dilema. Semalaman Risa tidak dapat memejamkan matanya. Alhasil pagi ini lingkaran matanya menghitam bak panda. "Pagi, Bu Manajer?" Risa langsung memegang dadanya karena kaget. Berondong yang satu ini selalu memberinya kejutan yang tak disangka."Pagi, Pak Al." Risa masih menunggu lift yang masih berada di lantai atas. "Ikut saya, Bu!" Al menarik tangan Risa. Risa langsung menepisnya." Apa-apaan sih, kamu. Dengar ya, saya memang setuju untuk berpura-pura untuk menjadi kekasihmu di depan keluargamu. Tapi itu bukan berarti kamu bisa seenaknya memperlakukanku sesuai dengan kehendakmu!""Ikut saya naik lift khusus, Bu. Di sini banyak mata-mata, saya takut ada yang laporan sama Mama saya. Mama pasti langsung tahu kalau kita pura-pura." Al sudah siap dengan segala trik untuk menjebak Risa."Bukanya Bapak bilang, kalau mamanya Bapak sedang sakit parah. Kenapa
"Ris, tunggu!" Vivi berlari mengejar Risa setelah turun dari ojek onlíne yang ditumpanginya."Kamu bener jalan sama pak bos? Sejak kapan, kok gue nggak tahu, bagaimana ceritanya?" Vivi merangkul Risa yang juga baru turun dari taksi onlíne. "Stt … pelan-pelan, Vi. Itu mulut dijaga. Ini lobi kantor bukan ruangan kita. Jangan ngegosipin pak bos di sembarang tempat. Banyak mata-mata, lo mau dipecat?" "Ups," Vivi mengatupkan bibirnya."Kalau begitu, ayo cepet naik ke atas. Gue udah kepo akut." Vivi menarik tangan Risa lalu masuk ke dalam lift yang masih belum penuh.Sampai di atas, di dalam ruang kerja Risa. Vivi langsung menjerit setelah mendengar cerita dari Risa."Apa! Lo diminta pak bos untuk menjadi calon istri pura-puranya?" Risa mengangguk. "Demi apa coba, kalau gue nggak denger dari mulut elo sendiri. Mungkin gue nggak akan percaya." Vivi menarik napas. "Terus elo mau?" "Ya kan mamanya pak bos sakit, Vi. Gue sebenarnya nggak mau terlibat dengan urusan pak bos." Risa mulai membu
"Izinkan aku untuk mengejarmu, Ris!" Al meraih tangan Risa lalu menggenggamnya erat."Pak …." Risa menarik tangannya lalu membereskan piring dan gelas yang sudah kotor. Ia menghindari Al dengan mencuci piring, gelas serta wajan dan spatula yang ia gunakan untuk memasak tadi. Al mulai gelisah ketika Risa menjauhinya. Raut muka murung yang terlihat di wajah Risa membuat Al merasakan hatinya sakit. Al berjalan menyusul Risa lalu berhenti di pintu dapur memandang Risa yang sedang mencuci peralatan masak.Selesai mencuci, Risa mengelap tangannya hingga bersih lalu berjalan mendekati Al. "Aku mau ngomong sama kamu." Sebersit senyum muncul di bibir tipis Al. Risa berjalan diikuti oleh Al dari belakang. "Silakan duduk." Mereka duduk berhadapan, Al memperhatikan wajah Risa yang terlihat sedang berpikir. Dengan sabar ia menunggu Risa untuk bersuara. "Kamu tahu masa laluku?" Risa memandang lekat kepada lelaki muda yang memiliki wajah tampan itu. "Tahu." Jawaban Al sangat singkat."Aku rasa,
Raut wajah Risa berubah muram. Danu berlari setelah Al memanggilnya. "Iya pak," Danu membeku melihat Risa yang sedang dirangkul oleh Al dengan sangat mesra. "Cantik kan, Bang?" "Eh, C-cantik sekali, Pak." Kata-kata Danu seperti tersangkut di tenggorokan. "Tentu dong, seleraku pasti yang high class kayak gini. Imut, cantik dan baik hati. Masak juga pinter." Al membanggakan Risa di depan kedua orang tuanya dan Danu. "Bener Al, calon menantu Mama pinter masak?" tanya Sinta."Iya dong, Ma. Kemarin malam, Al makan nasi goreng buatan Risa. Skill Mama kalah jauh. Ya kan, Sayang?" Al menoleh kepada Risa."Ish, jangan ngejelekin Mama kamu dong, Al." El Barak menepuk pundak Al. "Biar Mama intropeksi diri, Pa." Al mencolek lengan Mamanya."Iya, iya Mama sadar, Mama akan lebih giat lagi berlatih biar nggak malu-maluin. Ngomong-omong kapan kamu dimasakin sama Risa?" "Kemarin malam, Al mampir kerumahnya." Risa dan Danu sama-sama merasakan suasana yang tidak nyaman. Untuk Risa, bertemu kemba
"Danu!" Risa kaget melihat Danu yang meringkuk kesakitan. Naluri kemanusiaanya langsung tersentuh. Tidak peduli seberapa dalam ia disakiti oleh Danu. Namum Risa harus menolongnya sebagai sesama manusia. Risa mencari bantuan untuk memapah Danu ke ruang Unit Gawat Darurat. Tapi sudah lima menit tidak ada satu pun orang yang melintas. Dengan terpaksa ia membangunkan Danu. "Dan, bangun Dan. Kamu harus periksa." Risa menepuk-nepuk pundak Danu. Danu membuka matanya. "R-Risa." "Ya ini aku, bangun! Aku nggak kuat untuk memapahmu, kamu harus periksa sekarang." "Nggak usah, cuma sakit ringan, Ris." Danu merasa tidak enak. "Jangan keras kepala. Kamu sakit, secepatnya harus diobati. Mamanya Al sudah berpesan padaku untuk memperhatikanmu." "Maaf," dengan perlahan Danu mengubah posisinya menjadi duduk. Risa mengulurkan tangannya lalu dengan sekuat tenaga menarik tangan Danu. Tubuh Danu sedikit oleng. Namun ia berusaha untuk tegak berdiri. "Ayo!" Risa menyuruhnya berjalan. Untuk sekilas D
"Mantan suami? Oh Tuhan … dunia memang selebar daun kelor. Semua terjadi atas kehendak-Mu. Ternyata akulah orang yang menjadi perantara untuk mereka bertemu." Al mengusap wajahnya kasar. Perasaannya menjadi tidak tenang ketika Risa berpamitan mengantarkan bubur untuk Danu. Al berpamitan kepada papa dan mamanya dengan alasan membeli permen di kantin rumah sakit karena mulutnya terasa pahit efek dari antibiotik yang diminumnya. Inilah cara Tuhan menunjukkan identitas Danu yang sebenarnya. Pintu terbuka, Al segera berpura-pura berjalan dari arah kantin. "Al, kok di sini, dari mana?" Risa terkejut melihat Al yang berada di ujung koridor. "Mulutku pahit, aku ingin makan permen." dusta Al. "Kenapa nggak telepon aku aja, Al?" Risa cemberut. "Kamu masih lemas gitu." "Entar kamu kecapek'an, Ris. Lagian suntuk di dalam kamar. Pengen cari udara segar." "Tapi kan ada Papa dan Mama. Masak ditinggalin begitu saja, kasihan mereka jauh-jauh kesini nengokin kamu." Risa mendekat lalu menuntun Al.