Air mata Tania menetes dengan derasnya. Ryan sudah berhasil membuat ia merasa bersalah dan malu kepada dirinya sendiri. Ia menjatuhkan badannya kepelukan Ryan dan tersedu di dada suaminya itu. “Mengapa kita saling menyakiti, seperti ini? Saya tidak pantas menjadi pendampingmu.”Ryan mengusap punggung Tania dengan lembut untuk menenangkan Istrinya itu. Diangkatnya wajah Tania, agar tatapan mereka bertemu. Satu tangan Ryan terulur untuk mengusap air mata Tania.“Lihatlah! Saya sudah membuatmu menangis dan matamu menjadi sembab. Apa yang akan dikatakan orang-orang dan dokter yang memeriksamu nanti,” ucap Ryan dengan nada ringan mencoba untuk membuat suasana menjadi baik kembali, di antara mereka berdua.Tania tersenyum kecil, ia membersit hidungnya yang berair dengan tissue yang diberikan Ryan kepadanya. Ia kembali duduk di tempatnya semula dengan perasaan sedikit lebih baik.“Benar apa yang kamu katakan sekarang, bukan waktu yang tepat bagi kita untuk berbicara serius,” ucap Tania, sete
Dokter itu terdiam sebentar, ia melihat Ryan dan Tania secara bergantian. “Nyonya, Tania bisa kembali hamil dengan cepat, asalkan selama tidak ada masalah pada saat dilakukan kuret.”Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter kandungan itu, Tania dan Ryan keluar dari ruangan tersebut. Keduanya berjalan dalam diam tidak ada yang membuka suara kembali hingga mereka sudah duduk di mobil.“Pulang ke rumah, Pak!” perintah Ryan kepada sopirnya.“Baik, Tuan!” sahut sopir itu.Sepanjang perjalanan pulang Tania memilih untuk memejamkan mata, karena ia dan Ryan sudah sepakat, begitu sampai di rumah mereka akan berbicara.Sesampainya mereka di rumah Ryan membangunkan Istrinya itu dengan pelan. “Bangunlah, kita sudah sampai.”Tania membuka mata perlahan, ia melepas sabuk pengaman yang terpasang di badan, kemudian keduanya berjalan beriringan memasuki rumah.“Kamu duluan ke ruang kerja saya!” perintah Ryan dengan suara tegas kepada Tania.Ia menatap Mala yang membukakan pintu rumah dengan dingin.
Ryan melepaskan pegangannya di leher Tania dengan kasar. Ia membalikkan badan terdengar suara menggeram marah dari bibirnya. “Argh! Tania, bagaimana saya tidak marah dan cemburu? Kamu dengan mudah bercerita kepada pria yang lain, sementara dengan saya kamu begitu takut!”Ryan memukulkan kepalan tangannya pada tembok dengan suara keras. Membuat Tania terlonjak terkejut dari tempatnya duduk. Tidak hanya, karena suara teriakan Ryan, tetapi juga dikarenakan bunyi pukulan pada tembok.Dibalikkannya badan dan dilihatnya Ryan menempelkan kepala pada dinding. Tampak kepalan tangannya memar dan berdarah, akibat apa yang ia lakukan.Mengabaikan rasa takutnya Tania bangkit dari duduk, ia berjalan mendekati Ryan. Dengan ragu-ragu satu tangannya terulur menyentuh pundak suaminya itu.Ryan dengan cepat membalikkan badan wajahnya merah, karena amarah. Ia mencengkeram pundak Tania dengan kasar, lalu mengguncangnya pelan.“Kamu!” Ryan tidak menyelesaikan ucapannya. Ia mendorong Tania dengan keras, sam
Ibu Ryan terkejut dengan kedatangan Ades yang menangis dipelukannya. Ia mendorong Ades pelan menjauh darinya. “Tenanglah, Ades! Kita pasti bisa memisahkan Tania dengan Ryan. Percaya kepada saya, kalau Tania tidak bahagia bersama dengan Ryan.”Ades mengusap air matanya, ia duduk di samping Ibu Ryan. Dengan suara bergetar, karena menahan isak tangisnya Ades berkata, “Saya sudah bosan menunggu! Saya tidak tahu lagi, bagaimana caranya membuat mereka berdua berpisah.”Ibu Ryan memanggil pelayan di rumahnya untuk membawakan minuman dan kue. Setelah, pelayan itu pergi ia menepuk pelan lengan Ades.Ia mengatakan kepada Ades untuk tidak terburu-buru dalam bertindak. Mereka perlu membuat rencana yang matang demi keberhasilan memisahkan Tania dan Ryan.“Saya mempunyai rencana yang kali ini pasti akan mmebuat Ryan dan Tania bercerai. Dan Ryan tidak akan menikahi Tania kembali.” Ibu Ryan tersenyum membayangkan keberhasilan dari rencananya.Ades menegakkan duduknya, ia menjadi bersemangat mendengar
Sopir Ryan menjadi terkejut mendengarnya. Tangannya yang hendak membuka pintu mobil terhenti. “Maaf, Tuan! Saya tidak memiliki paspor.”Mendengar jawaban dari sopirnya Ryan terlihat kecewa, tetapi ia tidak mau mempersoalkan hal itu lebih jauh.Begitu sopirnya sudah duduk di balik kemudi dan menjalan mobil Ryan berkata, “Setelah mengantar saya ke bandara kamu harus langsung ke kantor imigrasi untuk membuat paspor.”Sopir itu tidak mengerti mengapa juga Ryan mendesaknya, tetapi dalam hati ia berpikir, kalau Ryan akan membawanya pergi ke tanah suci. Sebagai bonus untuk pekerjaannya yang baik dan memuaskan.“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Ryan membuka ponsel, ia mengirimkan pesan kepada asistennya itu. ‘Susul saya di bandara! kita akan bepergian ke luar negeri untuk urusan darurat.’Tidak menunggu waktu lama pesan yang dikirimkannya kepada Robby langsung mendapatkan balasan. ‘Urusan darurat apa? Seingat saya, kita tidak memiliki cabang perusahaan di luar negeri ataupun janji bertemu denga
Robby menatap Ryan dengan mata melotot, sekarang ia mulai memahami siapa yang akan mereka temui. “Kamu akan bertengkar dengan seorang pria, yang kamu curigai menjadi kekasih Tania, bukan? Kamu rupanya sedang cemburu buta yang membuatmu hilang akal.”Ryan melayangkan tatapan tajam kepada Robby. Dengan nada suara tajam ia mengatakan, kalau sahabatnya itu terlalu berlebihan. Ia hanya akan memperingatkan kepada pria yang sudah menyentuh Istrinya.Terdengar suara langkah kaki yang diseret mendekati pintu. Tak lama berselang pintu apartemen itu pun terbuka. Memperlihatkan seorang pria yang terlihat masih mengantuk, dengan rambut yang terlihat berantakkan.Melihat kemunculan pria yang dicarinya Ryan langsung melayangkan kepalan tangan ke wajah pria itu.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Ryan membuat Robby dan pria itu menjadi terkejut. Robby tidak menduga sama sekali, kalau Ryan akan bertindak dengan kasar. Tadinya, ia mengira Ryan akan memberikan ancaman saja kepada pria itu.“Kenapa Anda
“Nyonya, bangunlah!” Mala menggoyang pelan pundak Tania membangunkan ia dari tidurnya.Perlahan Tania membuka mata dilihatnya Mala berdiri di samping ranjang. “Jam berapa ini?” Tanya Tania, sambil bangun dari berbaringnya.Mala dengan sopan mengatakan, kalau sekarang sudah pukul satu siang. Ia mengatakan kepada Tania, kalau makan siang untuknya sudah siap.Tania menanyakan kepada Mala, apakah suaminya sudah berada di meja makan? Karena ia tidak mau membuat suaminya itu menunggu dirinya.Dengan kepala tertunduk, karena tidak ingin melihat Nyonya-nya menjadi kecewa. “Tuan Ryan, sudah pergi sejak pagi tadi, tetapi ia tidak mengatakan pergi kemana. Tuan hanya berpesan kepada saya untuk mengingatkan Anda, agar jangan lupa makan dan meminum obat.Raut wajah kecewa tidak bisa disembunyikan Tania. “Saya akan segera turun sebentar lagi. Saya hendak mencuci muka dahulu.”Mala berjalan keluar dari kamar, tersebut. Ia akan menunggu Tania di ruang makan. Ia akan mencoba untuk membuat Tania tidak t
Syarif mengusap bibir yang berdarah, karena terkena tamparan Ryan. “Saya jadi semakin yakin untuk merebut Tania dari pria kasar, sepertimu! Ia berada dalam bahaya, kalau terus bersama dengan pria pemarah dan kasar.”Ryan hampir saja menyerang Syarif, tetapi Robby dengan cepat menangkp lengannya. Ia tidak mau sahabatnya itu semakin brutal saja dan akan membawanya ke dalam masalah.“Sudahlah, Ryan! Kita pergi saja dan biarkan pria ini memikirkan ancamanmu kepadanya.” Robby menepuk pelan pundak Ryan meminta kepada sahabatnya itu untuk keluar dari apartemen, tersebut.Ryan melayangkan tatapan mengintimidasi, sebelum ia menyetujui ajakan Robby untuk keluar dari apartemen itu.Selang beberapa menit, kemudian keduanya sudah berada dalam mobil yang disewa Ryan. Mereka tidak langsung pulang ke Indonesia Ryan ingin beristirahat terlebih dahulu.Sesampainya di kamar hotel Ryan memesan layanan kamar saja, karena ia tidak ingin bertemu dengan orang lain di saat dirinya sedang dalam keadaan emosi.