Ryan melepaskan pegangannya di leher Tania dengan kasar. Ia membalikkan badan terdengar suara menggeram marah dari bibirnya. “Argh! Tania, bagaimana saya tidak marah dan cemburu? Kamu dengan mudah bercerita kepada pria yang lain, sementara dengan saya kamu begitu takut!”Ryan memukulkan kepalan tangannya pada tembok dengan suara keras. Membuat Tania terlonjak terkejut dari tempatnya duduk. Tidak hanya, karena suara teriakan Ryan, tetapi juga dikarenakan bunyi pukulan pada tembok.Dibalikkannya badan dan dilihatnya Ryan menempelkan kepala pada dinding. Tampak kepalan tangannya memar dan berdarah, akibat apa yang ia lakukan.Mengabaikan rasa takutnya Tania bangkit dari duduk, ia berjalan mendekati Ryan. Dengan ragu-ragu satu tangannya terulur menyentuh pundak suaminya itu.Ryan dengan cepat membalikkan badan wajahnya merah, karena amarah. Ia mencengkeram pundak Tania dengan kasar, lalu mengguncangnya pelan.“Kamu!” Ryan tidak menyelesaikan ucapannya. Ia mendorong Tania dengan keras, sam
Ibu Ryan terkejut dengan kedatangan Ades yang menangis dipelukannya. Ia mendorong Ades pelan menjauh darinya. “Tenanglah, Ades! Kita pasti bisa memisahkan Tania dengan Ryan. Percaya kepada saya, kalau Tania tidak bahagia bersama dengan Ryan.”Ades mengusap air matanya, ia duduk di samping Ibu Ryan. Dengan suara bergetar, karena menahan isak tangisnya Ades berkata, “Saya sudah bosan menunggu! Saya tidak tahu lagi, bagaimana caranya membuat mereka berdua berpisah.”Ibu Ryan memanggil pelayan di rumahnya untuk membawakan minuman dan kue. Setelah, pelayan itu pergi ia menepuk pelan lengan Ades.Ia mengatakan kepada Ades untuk tidak terburu-buru dalam bertindak. Mereka perlu membuat rencana yang matang demi keberhasilan memisahkan Tania dan Ryan.“Saya mempunyai rencana yang kali ini pasti akan mmebuat Ryan dan Tania bercerai. Dan Ryan tidak akan menikahi Tania kembali.” Ibu Ryan tersenyum membayangkan keberhasilan dari rencananya.Ades menegakkan duduknya, ia menjadi bersemangat mendengar
Sopir Ryan menjadi terkejut mendengarnya. Tangannya yang hendak membuka pintu mobil terhenti. “Maaf, Tuan! Saya tidak memiliki paspor.”Mendengar jawaban dari sopirnya Ryan terlihat kecewa, tetapi ia tidak mau mempersoalkan hal itu lebih jauh.Begitu sopirnya sudah duduk di balik kemudi dan menjalan mobil Ryan berkata, “Setelah mengantar saya ke bandara kamu harus langsung ke kantor imigrasi untuk membuat paspor.”Sopir itu tidak mengerti mengapa juga Ryan mendesaknya, tetapi dalam hati ia berpikir, kalau Ryan akan membawanya pergi ke tanah suci. Sebagai bonus untuk pekerjaannya yang baik dan memuaskan.“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Ryan membuka ponsel, ia mengirimkan pesan kepada asistennya itu. ‘Susul saya di bandara! kita akan bepergian ke luar negeri untuk urusan darurat.’Tidak menunggu waktu lama pesan yang dikirimkannya kepada Robby langsung mendapatkan balasan. ‘Urusan darurat apa? Seingat saya, kita tidak memiliki cabang perusahaan di luar negeri ataupun janji bertemu denga
Robby menatap Ryan dengan mata melotot, sekarang ia mulai memahami siapa yang akan mereka temui. “Kamu akan bertengkar dengan seorang pria, yang kamu curigai menjadi kekasih Tania, bukan? Kamu rupanya sedang cemburu buta yang membuatmu hilang akal.”Ryan melayangkan tatapan tajam kepada Robby. Dengan nada suara tajam ia mengatakan, kalau sahabatnya itu terlalu berlebihan. Ia hanya akan memperingatkan kepada pria yang sudah menyentuh Istrinya.Terdengar suara langkah kaki yang diseret mendekati pintu. Tak lama berselang pintu apartemen itu pun terbuka. Memperlihatkan seorang pria yang terlihat masih mengantuk, dengan rambut yang terlihat berantakkan.Melihat kemunculan pria yang dicarinya Ryan langsung melayangkan kepalan tangan ke wajah pria itu.Sontak saja apa yang dilakukan oleh Ryan membuat Robby dan pria itu menjadi terkejut. Robby tidak menduga sama sekali, kalau Ryan akan bertindak dengan kasar. Tadinya, ia mengira Ryan akan memberikan ancaman saja kepada pria itu.“Kenapa Anda
“Nyonya, bangunlah!” Mala menggoyang pelan pundak Tania membangunkan ia dari tidurnya.Perlahan Tania membuka mata dilihatnya Mala berdiri di samping ranjang. “Jam berapa ini?” Tanya Tania, sambil bangun dari berbaringnya.Mala dengan sopan mengatakan, kalau sekarang sudah pukul satu siang. Ia mengatakan kepada Tania, kalau makan siang untuknya sudah siap.Tania menanyakan kepada Mala, apakah suaminya sudah berada di meja makan? Karena ia tidak mau membuat suaminya itu menunggu dirinya.Dengan kepala tertunduk, karena tidak ingin melihat Nyonya-nya menjadi kecewa. “Tuan Ryan, sudah pergi sejak pagi tadi, tetapi ia tidak mengatakan pergi kemana. Tuan hanya berpesan kepada saya untuk mengingatkan Anda, agar jangan lupa makan dan meminum obat.Raut wajah kecewa tidak bisa disembunyikan Tania. “Saya akan segera turun sebentar lagi. Saya hendak mencuci muka dahulu.”Mala berjalan keluar dari kamar, tersebut. Ia akan menunggu Tania di ruang makan. Ia akan mencoba untuk membuat Tania tidak t
Syarif mengusap bibir yang berdarah, karena terkena tamparan Ryan. “Saya jadi semakin yakin untuk merebut Tania dari pria kasar, sepertimu! Ia berada dalam bahaya, kalau terus bersama dengan pria pemarah dan kasar.”Ryan hampir saja menyerang Syarif, tetapi Robby dengan cepat menangkp lengannya. Ia tidak mau sahabatnya itu semakin brutal saja dan akan membawanya ke dalam masalah.“Sudahlah, Ryan! Kita pergi saja dan biarkan pria ini memikirkan ancamanmu kepadanya.” Robby menepuk pelan pundak Ryan meminta kepada sahabatnya itu untuk keluar dari apartemen, tersebut.Ryan melayangkan tatapan mengintimidasi, sebelum ia menyetujui ajakan Robby untuk keluar dari apartemen itu.Selang beberapa menit, kemudian keduanya sudah berada dalam mobil yang disewa Ryan. Mereka tidak langsung pulang ke Indonesia Ryan ingin beristirahat terlebih dahulu.Sesampainya di kamar hotel Ryan memesan layanan kamar saja, karena ia tidak ingin bertemu dengan orang lain di saat dirinya sedang dalam keadaan emosi.
Tidakk terdengar suara dari balik pintu kamar mandi. Robby pun membaringkan badan kembali menunggu pesanannya datang. “Ryan! Apa kamu tidak akan membelikan hadiah untuk Istrimu?” Tanya Robby lagi.Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah Ryan. Yang hanya memakai handuk membalut pinggang dan busa sampo di kepalanya. “Kamu cerewet sekali, Rob, seperti wanita yang sedang PMS saja!”Robby tidak menduga Ryan akan keluar dari kamar mandi dalam keadaan begitu. Dengan santai sama sekali tidak takut kepada Ryan yang sedang marah. Ia mengatakan, kalau Ryan begitu sensitif mendapat pertanyaan sederhana saja emosi.Ia mengatakan, kalau Ryanlah yang bertingkah, seperti wanita. Mudah tersulut emosi, karena ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Seharusnya, Ryan merasa senang ada ia yang selalu mengingatkannya. Dan menjaganya, agar tidak membuat kehancuran pada dirinya sendiri.Ryan mendengus dengan kasar, ia masuk kembali kamar mandi. Didengarnya suara tawa nyaring Robby. Sahabatnya it
Sontak saja wanita yang tengah memegang infus Tania menjadi terkejut, tetapi ia dengan cepat dapat mengusai dirinya kembali. “Halo, Ryan! Kamu mengejutkan saya saja. Saya sedang mempercepat aliran cairan infus Tania, karena tadi tidak keluar.”Ades menunjuk ke arah tabung infus yang tergantung pada tempatnya. Ia berjalan mundur mempersilakan kepada Ryan untuk mendekat.Wajah Ryan terlihat garang dengan tatapan mata yang tajam. Ia terlihat curiga kepada Ades, tetapi ia tidak mempunyai bukti, kalau wanita itu berniat mencelakai Tania.“Keluarlah, Ades! Kehadiranmu sama sekali tidak diharapkan oleh saya dan Istri saya.” Ryan menunjuk pintu dengan dingin.Ades memasang wajah kecewa, ia bergeming di tempatnya berdiri. “Ayolah, Ryan! Tidak bisakah kamu memberikan saya kesempatan untuk berubah? Saya sudah menyadari semua kesalahan yang saya buat.”Ryan memasang wajah sinis, ia tidak akan mudah terpedaya dengan mulut manis dan wajah memelas Ades. Wanita itu tidak dapat dipercaya dan ia sudah