Ryan dan Robby saling pandang tampak raut terkejut di wajah keduanya. “Tania, apakah kamu lupa, kalau saya adalah suamimu?” Tanya Ryan.Tania memandang Ryan dengan tatapan menyelidik, ia memejamkan mata mencoba untuk mengingat siapa pria yang berdiri di hadapannya ini dan mengapa ia sampai berbaring di ranjang rumah sakit.Dipijatnya keningnya yang terasa berdenyut nyeri kilasan bayangan apa yang terjadi pun bermain di kepalanya. Di bukanya kembali mata dan menatap tepat mata Ryan.“Saya dapat mengingat, kalau kamu adalah suami saya. Dan saya juga dapat mengingat mengapa saya sampai terjatuh dari tangga,” sahut Tania dengan suara lemah.Ekspresi lega terpancar di wajah Ryan, karena Tania bisa mengingat dirinya. Itu merupakan hal yang utama bagi Ryan, ia tidak mau dirinya dilupakan oleh Tania.Ryan mengambil jemari Tania yang terpasang jarum infus, lalu mengecupnya dengan rasa sayang. “Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat hal yang lain. Kamu harus banyak beristirahat dulu b
Tania sudah hendak membuka mulut menyahut apa yang dikatakan oleh Ryan, saat ia mendengar pintu kamar rawatnya diketuk dari luar. Ia menutup mulut dan memejamkan mata membiarkan Ryan yang menyahut seseorang berada pintu kamarnya.“Silakan, masuk!” seru Ryan.Seorang pria dengan name tag dokter Alan memasuki kamar rawat Tania. Diikuti oleh dua orang perawat yang membawa peralatan medis di tangan mereka.“Selamat sore, Bu Tania! Maaf, mengganggu istirahat Ibu. Kami ingin melakukan pemeriksaan kepada Ibu, karena kami dengar Ibu sempat lupa sesuatu,” ucap dokter yang datang, tersebut.Tania membuka mata, ia melihat dokter yang akan memeriksa. Diberikannya senyuman tipis kepada dokter, tersebut. “Silakan, dok! Saya tidak mengalami amnesia hanya saya memang sengaja melakukannya.”Ryan diam mendengar apa yang diucapkan Tania. Dalam hati ia menjadi geram, karena Tania berpura-pura tidak mengenalinya. Sebegitu bencikah ia sekarang ini? Sampai-sampai ia hendak melupakan dirinya.Selang beberapa
Tania membuka mulut, lalu menutup kembali dengan cepat. Matanya terbuka mendengar permintaan Ryan. Selama sesaat yang singkat ia terdiam, kemudian dengan suara pelan ia menyahut, “Kenapa kamu begitu bersikeras saya memberikan kesempatan kedua untuk Ades dan Susi?”Ryan mengangkat pundak, ia melepaskan pegangannya pada badan Tania dan berjalan kembali menaiki tangga meninggalkan Tania.Tania memandangi punggung Ryan dengan perasaan terluka. Matanya berkaca-kaca hendak tumpah. Ia menaiki tangga dengan langkah pelan, seakan tidak ingin sampai ke atas.Dimasukinya kamar di mana sudah ada Ryan yang terlihat berdiri di depan kaca jendela. Dengan posisi membelakangi pintu, sehingga ia tidak dapat melihat Tania masuk tetapi dirinya dapat mendengar suara langkah kakinya.“Saya hendak pergi ke makam Ayah nanti sore. Apakah engkau akan mengijinkan?” Tanya Tania pelan.“Silakan! Kau akan pergi ditemani sopir, karena saya tidak percaya kepadamu. Bisa saja kamu sudah membuat janji dengan lelaki itu
Sontak saja Ryan menjadi marah dengan suara menggeram ia berkata, “Saya akan menemui orang itu!”“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Setelah menutup pintu kamar Ryan berjalan kembali ke tempat tidur. Ia berdiri di depan ranjang dengan pandangan tidak lepas dari mata Tania.“Pria bodoh itu hanya mencari masalah saja dengan datang ke sini dan mencarimu! Apakah kamu yang memberitahukan kepadanya alamat rumah kita?” Tanya Ryan dengan suara tertahan meredam emosi.Tania menggelengkan kepala dengan suara lirih ia menyahut, “Saya tidak mengetahui mengapa ia bisa mengetahui alamat rumah ini. Bisa saja ia mengikuti kamu dan Robby untuk mengetahui di mana saya tinggal.”Ryan mendengus nyaring, ia melangkah menuju kamar kecil. Berdiri di depan wastafel Ryan menyalakan keran dengan suhu air dingin dan digunakannya untuk mencuci muka.Beberapa saat berselang Ryan keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang terlhat jauh lebih segar. “Kamu tetap di kamar! Saya tidak mengijinkan bagimu bertemu dengan
Tania terperangah mendengar penuturan Ryan, ia tidak habis pikir dengan suaminya itu. “Kamu tidak mungkin melakukannya! Saya akan keluar untuk melihat siapa yang datang.”Tania mendorong Ryan menjauh lalu berjalan dengan cepat keluar kamar. Dan anehnya Ryan sama sekali tidak mencegah istrinya itu. Ia justru merebahkan badan di atas sofa ganda.Rasa heran menghinggapi hati Tania, karena ia bisa dengan mudah keluar kamar. Dituruninya tangga menuju lantai satu. Lamat-lamat ia dapat mendengar suara-suara yang sedikit familiar di telinga, walaupun ia hanya sebentar saja bersama orang itu.Senyum lebar mengembang di wajah Tania begitu ia melihat siapa tamunya. “Clara! Kapan kamu kembali ke Indonesia?” Tanya Tania, sambil merentangkan tangan menyambut pelukan hangat wanita yang pernah menjadi perawat Ayahnya. Sebelum ia memutuskan untuk berhenti karena menikah dengan kekasihnya.Clara memeluk Tania erat diiringi isak tangis karena merasa bersalah. “Saya minta maat, meninggalkan kamu begitu s
Ryan berjalan menjauh dari Tania menuju buffet di mana terdapat beberapa botol anggur. Diambilnya satu botol lalu ia tuang ke gelas kemudian, menyesapnya sampai tandas. “Itu benar! Saya akan menutup aksesmu untuk keluar rumah. Tempat paling jauh yang bisa kamu lihat hanyalah halaman saja.”Tania terperanjat mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengerti mengapa Ryan setega itu kepadanya. Dengan suara pelan ia bertanya, “Mengapa tidak sekalian saja kau kurung saya dalam kamar? Tidak perlu setengah-setengah dalam memberikan batasan.”Ryan membalikkan badan memandang Tania dengan mata hitamnya yang menyala karena amarah. Ia berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Deru napas Ryan terasa hangat menerpa wajah istrinya.Dicekaunya dengan kasar dagu Tania tidak peduli kalau istrinya itu terlihat meringis kesakitan. “Apakah kamu menantang saya? Saya melakukannya demi keselamatanmu sendiri karena di luar sana ada beberapa orang yang tidak menginginkan kebersamaan kita.”Tania me
“Ada apa ini kenapa terlihat tegang? Kalian tidak bertengkar bukan, padahal baru beberapa menit saya tinggal.” Ryan berjalan memasuki ruang tamu dengan wadah berisi buah di tangannya.Ibu Ryan terlihat terkejut mendengar pertanyaan dari putranya. Namun, ia dengan cepat dapat menguasai diri kembali. Ia memandang ke arah putranya itu sembari mengulas senyum tipis.Sementara Tania terlihat tenang walaupun dalam hati ia menduga Ryan dan ibunya bermain di belakang punggung. Ia sudah merasa nyaman dan dekat dengan Mala, tetapi secara tiba-tiba mendapat kabar ia dipecat.Dan sekarang ibu mertuanya meminta ia menerima kembali Susi begitupula dengan Ryan yang tadi meminta kepadanya untuk memberikan kesempatan kedua.Mata Ryan bertemu pandang dengan Tania yang melihat kepadanya dengan tatapan menyelidik.“Ada apa istriku Sayang? Apakah kamu mengira saya terlibat sesuatu dengan Ibu?” Bisik Ryan di telinga Tania.Tania mendorong Ryan menjauh sembari melayangkan tatapan jengkel. Namun, suaminya ha
Tania tersadar dari rasa terkejutnya, ia menghela napas dalam-dalam untuk menengkan dirinya. “Tentu saja kamu akan kembali ke rumah ini, tetapi masih dan tetap hanya berstatus sebagai seorang pelayan.”Di bukanya pintu lebar-lebar mempersilakan kepada Susi untuk masuk. Dengan suara dibuat setenang mungkin Tania mempersilakan kepada Susi untuk beristirahat di kamarnya yang dahulu. Apabila lelahnya sudah hilang ia boleh mulai bekerja.Usai mengatakan hal itu Tania berjalan menuju ruang tengah. Hatinya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Susi, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Dirinya tidak mau Susi menjadi semakin besar kepala.Duduk kembali di tempatnya semula Tania mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Ia menimbang-nimbang apakah mengabari Ryan atau tidak. Namun, pada akhirnya ia memilih unuk memberitahukan juga.Dikirimkannya pesan kepada Ryan. ‘Susi sudah datang apakah kamu tidak ingin menyambutnya?’Pesannya tidak langsung dibaca oleh Ryan. Pria itu pasti