Tania tersadar dari rasa terkejutnya, ia menghela napas dalam-dalam untuk menengkan dirinya. “Tentu saja kamu akan kembali ke rumah ini, tetapi masih dan tetap hanya berstatus sebagai seorang pelayan.”Di bukanya pintu lebar-lebar mempersilakan kepada Susi untuk masuk. Dengan suara dibuat setenang mungkin Tania mempersilakan kepada Susi untuk beristirahat di kamarnya yang dahulu. Apabila lelahnya sudah hilang ia boleh mulai bekerja.Usai mengatakan hal itu Tania berjalan menuju ruang tengah. Hatinya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Susi, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Dirinya tidak mau Susi menjadi semakin besar kepala.Duduk kembali di tempatnya semula Tania mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Ia menimbang-nimbang apakah mengabari Ryan atau tidak. Namun, pada akhirnya ia memilih unuk memberitahukan juga.Dikirimkannya pesan kepada Ryan. ‘Susi sudah datang apakah kamu tidak ingin menyambutnya?’Pesannya tidak langsung dibaca oleh Ryan. Pria itu pasti
Ryan melihat Susi dengan tatapan dingin dan tajam. “Ganti pakaianmu! Kamu di sini bekerja bukan untuk menggoda saya!”Susi menjadi gugup mendapat tatapan tajam Ryan. Ia memilin kedua tangannya untuk mengusir rasa gugup.“Ba-baik, Tuan! Susi berjalan menuju kamar khusus untuk pelayan di rumah tersebut, sambil menundukan kepala.Ryan memandang punggung Susi dengan geram. Ia tidak suka wanita itu di hari pertama ia kembali bekerja di rumah ini memakai pakaian terbuka yang memperlihatkan belahan dada.Beruntungnya Tania tidak melihat bagaimana penampilan Susi. Seandainya ia melihat bisa jadi istrinya itu akan marah dan membuat mereka bertengkar.Ia terus berjalan hendak menaiki tangga, tetapi sekilas dilihatnya bayangan wanita tertidur di sofa, melalui pintu ruang tengah yang terbuka. Ryan urung menaiki tangga dibalikkannya badan berjalan menuju ruangan tersebut.“Tania, mengapa kamu tidur di sini? Masuklah ke kamar badanmu akan sakit dan pegal-pegal,” tegur Ryan.Perlahan Tania membuka m
Tania menelan ludah dengan sukar matanya nanar menatap Ryan yang kembali memarahi dirinya. “Saya lelah terus bertengkar denganmu. Lakukanlah apa yang kamu suka saya terikat kontrak denganmu yang dengan bodoh saya tanda tangani.”Mata Ryan menyala marah ia tidak suka nada suara Tania yang terdengar menyerah. Dan ia juga tidak suka istrinya itu menyalahkannya atas keputusan yang sudah dibuat Tania.Ryan meraih dagu Tania dengan kasar hingga kuku-kukunya terasa menusuk daging Tania. “Berhenti menyalahkanku! Semua keputusan ada di tanganmu dan kamu dengan sukarela serta secara sadar menandatanganinya!” tandas Ryan.Ia membalikkan badan berjalan keluar ruangan dengan langkah panjang. Di tutupnya pintu keras hingga menimbulkan bunyi nyaring. Napsu makannya sudah hilang akibat pertengkarannya tadi.Masuk mobil Ryan memerintahkan kepada sopirnya langsung ke bandara. Ia mempercepat kunjungan kerja keluar kota. Dikeluarkannya ponsel untuk menghubungi Robby.‘Saya pergi keluar kota kamu selama b
“Tidak perlu, Bu! Ryan tidak perlu pulang hanya untuk hal seperti ini saja. Karena kita semua sudah berkumpul di ruang makan dan sekarang juga sudah lewat waktunya bagi saya untuk mengisi perut. Mari kita duduk dan berbicara kemudian.” Tania duduk di atas kursi makan.Dalam hati Tania berdebar kencang. Ia tidak tahu apakah Ibu mertuanya akan marah dan memaki dirinya karena sudah memerintahkan wanita itu, ataukah ia bersedia mengikutinya.Tanpa sadar, Tania mendesah lega melihat mertuanya berjalan menuju kursi yang ada di ruang makan diikuti oleh Ades.“Terima kasih, Ibu dan Ades bersedia untuk duduk. Sekarang kita nikmati saja dahulu makanan yang tersaji,” ucap Tania.Disembunyikannya getaran pada tangan yang mendadak tremor. Ia tidak mau kedua orang yang kedatangan mendadaknya menjadi pertanyaan besar bergembira melihat ia gugup.“Susi, kamu tolong kamu buatkan air es jeruk manis untuk kami semua,” perintah Tania kepada pelayannya yang sedari tadi berdiri di sudut ruang makan tersebu
“Sialan, Tania! Apa yang sudah kamu lakukan kepadanya?” hardik Ades.Tania terperangah mendengar tuduhan Ades. “Kenapa kamu berkata seperti itu? Saya sama sekali tidak melakukan apapun juga. Tiba-tiba saja Ibu jatuh pingsan jadi berhentilah kamu menyalahkan saya! Lebih baik kamu panggil ambulans saja biar kita bawa ibu ke rumah sakit.”Ades melayangkan tatapan galak kepada Tania didorongnya wanita itu hingga terjatuh ke lantai, tetapi ia tidak peduli. Dengan galak ia memerintahkan kepada Tania untuk menyingkir karena ia hanya mengganggu saja.Tania bangkit dari terduduknya di lantai. Ia melayangkan tatapan marah kepada Ades yang sudah bersikap kasar kepadanya. Namun, ia memilih untuk mengalah karena sekarang ini yang lebih penting adalah membuat ibu mertuanya menjadi sadar kembali.‘Halo, Ryan! Ini Ades saya ingin memberitahukan kalau ibumu jatuh pingsan, tetapi sebelumnya ia memegang dada dan mengeluh sakit. Saya sudah menelepon rumah sakit menunggu ambulan datang,’ lapor Ades kepada
Tania berjalan gontai, sambil menundukan kepala. ‘Berhentilah berharap Ryan akan peduli kepadamu, biar kamu tidak merasakan sakit.’ Batin Tania.Ryan memandangi punggung Tania yang berjalan menjauh darinya. Ia hanya diam tidak meminta istrinya untuk tetap tinggal. Dirinya hanya tidak mau kembali terjadi pertengkaran setelah ibunya sadar nanti.Dan hal itu jelaslah tidak baik untuk kesehatan ibunya. Ia juga tidak akan membiarkan apa yang dikatakan oleh Tania menguap begitu saja. Dirinya jelas harus mencari penjelasan yang masuk akal.“Baguslah! Kamu tidak membiarkan wanita itu untuk berada di tempat ini lebih lama. Ia hanyalah biang masalah saja,” ucap Ades memecah keheningan.Ryan memberikan lirikan tajam dengan bibir yang mengatup rapat. Cukup dengan hal itu saja sudah bisa membuat Ades mengerti ia tidak suka dengan apa yang dikatakannya.Ades menelan ludah dengan sukar mendapati lirikan seperti itu dari Ryan. Ia memilih untuk tidak memperpanjang ucapannya daripada semakin membuat Ry
Ryan dengan cepat menekan tombol yang terdapat di dekat ranjang ibunya untuk memanggil petugas medis. “Ibu, bangunlah!” Ryan menggoyang pelan badan ibunya.“Tenanglah, Ryan! Ibumu pasti akan baik-baik saja. Ia hanya pingsan saja.” Ayah Ryan menepuk pundak putranya itu pelan.Beberapa orang dengan pakaian medis memasuki ruang rawat tersebut. Dokter yang tadi merawat ibu Ryan mempersilakan ia dan ayahnya untuk keluar.Ryan memandangi wajah ibunya, sebelum akhirnya ia setuju untuk keluar diikuti ayahnya. Sesampainya di luar ia berjalan menjauh dari ayahnya, sambil mengeluarkan ponsel.Dihubunginya Tania yang dengan cepat mengangkat panggilan telepon darinya. “Halo, Tania! Ibu saya kembali pingsan dan itu semua karenamu! Bersiaplah untuk mendapatkan hukumanmu!”Tidak menunggu jawaban dari Tania, Ryan langsung menutup sambungan telepon berjalan mendekati ke tempat di mana Ayahnya berada.Sementara itu, setelah Ryan dan ayahnya keluar dari ruang rawat ibu Ryan. Dokter yang memeriksa ibu Rya
“Apa maksudmu berkata seperti itu? Tunggu, jangan pergi!” panggil Ryan.Tania bergeming, ia terus saja berjalan menuju kamar mandi dan langsung mengunci pintunya. Ia menyalakan air pancuran lalu berdiri di bawahnya dan membiarkan air dingin terasa bagaikan ditusuk jarum.Diambilnya spons ia gosokan ke badan dengan kasar untuk menghilangkan bekas sentuhan Ryan. Dalam hati, Tania bertekad ini terakhir kali Ryan menyakitinya. Ia tidak akan lagi membiarkan dirinya tersiksa oleh Ryan dan orang-orang yang dekat dengannya.“Tania buka pintu! Kalau tidak cepat keluar jangan berlama-lama berada di dalam sana!” perintah Ryan.Dengan suara serak akibat menangis Tania berseru, “Tenang, Ryan! Saya akan segera keluar setelah selesai.”Didengarnya suara langkah kaki menjauh dari depan pintu kamar mandi. Tania tidak buru-buru keluar kamar mandi karena dirinya memang tidak bersemangat untuk bertemu dengan Ryan.Hanya berbalutkan jubah mandi Tania pun keluar dengan langkah pelan. Dilihatnya Ryan sedan
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b