Tania berjalan gontai, sambil menundukan kepala. ‘Berhentilah berharap Ryan akan peduli kepadamu, biar kamu tidak merasakan sakit.’ Batin Tania.Ryan memandangi punggung Tania yang berjalan menjauh darinya. Ia hanya diam tidak meminta istrinya untuk tetap tinggal. Dirinya hanya tidak mau kembali terjadi pertengkaran setelah ibunya sadar nanti.Dan hal itu jelaslah tidak baik untuk kesehatan ibunya. Ia juga tidak akan membiarkan apa yang dikatakan oleh Tania menguap begitu saja. Dirinya jelas harus mencari penjelasan yang masuk akal.“Baguslah! Kamu tidak membiarkan wanita itu untuk berada di tempat ini lebih lama. Ia hanyalah biang masalah saja,” ucap Ades memecah keheningan.Ryan memberikan lirikan tajam dengan bibir yang mengatup rapat. Cukup dengan hal itu saja sudah bisa membuat Ades mengerti ia tidak suka dengan apa yang dikatakannya.Ades menelan ludah dengan sukar mendapati lirikan seperti itu dari Ryan. Ia memilih untuk tidak memperpanjang ucapannya daripada semakin membuat Ry
Ryan dengan cepat menekan tombol yang terdapat di dekat ranjang ibunya untuk memanggil petugas medis. “Ibu, bangunlah!” Ryan menggoyang pelan badan ibunya.“Tenanglah, Ryan! Ibumu pasti akan baik-baik saja. Ia hanya pingsan saja.” Ayah Ryan menepuk pundak putranya itu pelan.Beberapa orang dengan pakaian medis memasuki ruang rawat tersebut. Dokter yang tadi merawat ibu Ryan mempersilakan ia dan ayahnya untuk keluar.Ryan memandangi wajah ibunya, sebelum akhirnya ia setuju untuk keluar diikuti ayahnya. Sesampainya di luar ia berjalan menjauh dari ayahnya, sambil mengeluarkan ponsel.Dihubunginya Tania yang dengan cepat mengangkat panggilan telepon darinya. “Halo, Tania! Ibu saya kembali pingsan dan itu semua karenamu! Bersiaplah untuk mendapatkan hukumanmu!”Tidak menunggu jawaban dari Tania, Ryan langsung menutup sambungan telepon berjalan mendekati ke tempat di mana Ayahnya berada.Sementara itu, setelah Ryan dan ayahnya keluar dari ruang rawat ibu Ryan. Dokter yang memeriksa ibu Rya
“Apa maksudmu berkata seperti itu? Tunggu, jangan pergi!” panggil Ryan.Tania bergeming, ia terus saja berjalan menuju kamar mandi dan langsung mengunci pintunya. Ia menyalakan air pancuran lalu berdiri di bawahnya dan membiarkan air dingin terasa bagaikan ditusuk jarum.Diambilnya spons ia gosokan ke badan dengan kasar untuk menghilangkan bekas sentuhan Ryan. Dalam hati, Tania bertekad ini terakhir kali Ryan menyakitinya. Ia tidak akan lagi membiarkan dirinya tersiksa oleh Ryan dan orang-orang yang dekat dengannya.“Tania buka pintu! Kalau tidak cepat keluar jangan berlama-lama berada di dalam sana!” perintah Ryan.Dengan suara serak akibat menangis Tania berseru, “Tenang, Ryan! Saya akan segera keluar setelah selesai.”Didengarnya suara langkah kaki menjauh dari depan pintu kamar mandi. Tania tidak buru-buru keluar kamar mandi karena dirinya memang tidak bersemangat untuk bertemu dengan Ryan.Hanya berbalutkan jubah mandi Tania pun keluar dengan langkah pelan. Dilihatnya Ryan sedan
Ryan bangkit dari berbaringnya, ia mencakung di atas badan Tania dengan lagak mengancam. “Kamu tidak pernah merasakan saya sebagai seorang suami, hah? Siapa yang membantu mengurus pemakaman ayahmu dan yang membiayai pengobatannya?”Tania mendorong dada Ryan menjauh darinya. Dengan satu jari ia menyentuh dada suaminya. “Saya membayar biaya pengobatan ayah dengan kebebasanku! Dan juga kontrak yang membuat saya terikat denganmu.”Ryan mendengus kasar ia mendorong Tania hingga terjatuh ke atas tempat tidur, kemudian dirinya bangkit dari tempat tidur dengan amarah. “Saya akan pergi keluar kota jangan coba-coba untuk pergi dari rumah ini!”Ryan membalikan badan melihat mata Tania untuk membaca pikiran istrinya. Namun, ia tidak dapat melihat apapun di sana. Tania menyembunyikan perasaannya dengan begitu baik.Kekecewaan melanda Ryan karena Tania tidak mengatakan apapun juga tentang kepergiannya. Tania seperti sudah tidak peduli lagi kepadanya.Begitu pintu kamar sudah di tutup Ryan, Tania ba
Tania menatap pemilik kelab malam yang juga merupakan teman sekolahnya itu dengan tatapan curiga. “Apa tawaran yang kau berikan kepada saya?”Pemilik kelab malam yang bernama Jordan itu melihat Tania dengan senyum jahil. Asap dari cerutunya dengan sengaja ia hembuskan ke wajah Tania hingga temannya itu memasang wajah marah.Tania mengibaskan asap rokok yang mengenai wajahnya. Ia benci dengan asap cerutu, tetapi ia terpaksa harus berhadapan dengan temannya yang merupakan pecandu rokok dan cerutu.“Cepatlah katakan, Jordan! Saya tidak memiliki banyak waktu,” seru Tania dengan tidak sabar.Jordan mematikan cerutunya pada asbak lalu mengambil botol berisi anggur dan menuangnya ke dalam dua buah gelas. Satu gelas ia sodorkan kepada Tania. “Minumlah dahulu, Tania! Aku sangat mengenalmu dari kita berteman dahulu.”Tania menolak minuman yang ditawarkan temannya itu. Dengan suara bernada kesal ia berkata, “Kalau kau mengenal saya, kamu pasti mengetahui betapa marahnya saya dengan kamu!”Jordan
Badan Tania bergetar mendengar suara itu. Perasaannya campur aduk antara senang dan takut. “Syarif! Apa yang kamu lakukan di tempat ini?” Tanya Tania dengan suara pelan.Syarif memasang wajah datar, ia masih teringat dengan ancaman dari pria yang mengaku suami Tania. Akan tetapi, ia juga merasa heran bagaimana wanita dari pria kaya, seperti Ryan berada di tempat kos.“Saya yang seharusnya bertanya, bagaimana mungkin istri dari pria kaya berada di tempat kos semacam ini? Apakah suamimu yang kaya itu mendadak bangkrut?” sindir Syarif.Sebenarnya Syarif tidak ingin berkata kasar kepada Tania. Hanya saja apa yang sudah dilakukan oleh suami dari pria itu kepadanya membuat ia dendam. Kebetulan sekali istri dari pria itu berada di depan matanya.Tania terperangah, ia sama sekali tidak mengerti mengapa pria baik hati yang ditemuinya di negara orang berubah menjadi kasar begini. Ia pun teringat dengan Ryan yang pernah mengatakan kepadanya kalau ia sudah menemui Syarif.Dengan suara yang dibuat
Ryan yang baru saja sampai di hotel tempatnya menginap ketika ia mendapatkan pesan balasan dari Tania. ‘Sialan! Berani sekali Tania mengatakan hal itu. Apa dia pikir mudah pergi dariku? Hidupnya tidak akan tenang.’Robby yang sedang duduk di ranjang samping ranjang Ryan dapat mendengar apa yang diucapkan oleh Ryan.“Baru juga sampai dan kau sudah kehilangan istrimu. Kalau aku menjadi Tania, pasti juga akan pergi darimu. Siapa yang mau terus disakiti terlebih lagi Tania mempunyai hati karena ia bukannlah robot,” sindir Robby.Ryan menoleh ke arah Robby dan melayangkan tatapan tajam. Dengan nada suara tajam ia berkata, “Seandainya tidak memudahkan untuk berdiskusi tentang pekerjaan saya tidak akan mau satu kamar denganmu. Kamu hanya bermimpi saja kalau masih mengharap Tania sudi bersama denganmu.”Robby memberikan senyum lebar memperlihatkan deretan giginya yang berwarna putih. “Begitu juga denganmu! Hanya tinggal mimpi saja Tania mau kembali kepada suami, sepertimu.”Ryan menjadi semak
“Apakah kamu mengancam saya?” Tanya Ryan kepada Robby.Robby tidak menjawab, ia hanya mengangkat pundak dengan tatapan tajam dan wajah dingin. Ia tidak takut melihat wajah murka Ryan.Dengan suara menggeram marah Ryan memperingatkan kepada Robby kalau pria itu tidak berhak mencampuri urusannya dengan Tania.Robby mengangkat dua jari sebagai isyarat damai, ia bukannya takut kepada Ryan hanya saja saat ini ia sedang tidak ingin bertengkar dengan sahabatnya itu. Ia tahu Ryan terlalu mencintai Tania dan ia tidak bisa menerima kenyataan kalau istrinya terluka karena ulah dari Ryan sendiri.Suasana dalam mobil terasa hening keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Robbylah yang memecahkan keheningan itu.“Pernahkah kamu berpikir kalau apa yang membuat ibumu masuk rumah sakit merupakan bagian dari rencana pihak yang tidak menyukai Tania?” Tanya Robby.Ryan membuka mata, ia melirik Robby sekilas. Dirinya mencoba untuk memikirkan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. “Apa yang kau
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b