Tania menelan ludah dengan sukar matanya nanar menatap Ryan yang kembali memarahi dirinya. “Saya lelah terus bertengkar denganmu. Lakukanlah apa yang kamu suka saya terikat kontrak denganmu yang dengan bodoh saya tanda tangani.”Mata Ryan menyala marah ia tidak suka nada suara Tania yang terdengar menyerah. Dan ia juga tidak suka istrinya itu menyalahkannya atas keputusan yang sudah dibuat Tania.Ryan meraih dagu Tania dengan kasar hingga kuku-kukunya terasa menusuk daging Tania. “Berhenti menyalahkanku! Semua keputusan ada di tanganmu dan kamu dengan sukarela serta secara sadar menandatanganinya!” tandas Ryan.Ia membalikkan badan berjalan keluar ruangan dengan langkah panjang. Di tutupnya pintu keras hingga menimbulkan bunyi nyaring. Napsu makannya sudah hilang akibat pertengkarannya tadi.Masuk mobil Ryan memerintahkan kepada sopirnya langsung ke bandara. Ia mempercepat kunjungan kerja keluar kota. Dikeluarkannya ponsel untuk menghubungi Robby.‘Saya pergi keluar kota kamu selama b
“Tidak perlu, Bu! Ryan tidak perlu pulang hanya untuk hal seperti ini saja. Karena kita semua sudah berkumpul di ruang makan dan sekarang juga sudah lewat waktunya bagi saya untuk mengisi perut. Mari kita duduk dan berbicara kemudian.” Tania duduk di atas kursi makan.Dalam hati Tania berdebar kencang. Ia tidak tahu apakah Ibu mertuanya akan marah dan memaki dirinya karena sudah memerintahkan wanita itu, ataukah ia bersedia mengikutinya.Tanpa sadar, Tania mendesah lega melihat mertuanya berjalan menuju kursi yang ada di ruang makan diikuti oleh Ades.“Terima kasih, Ibu dan Ades bersedia untuk duduk. Sekarang kita nikmati saja dahulu makanan yang tersaji,” ucap Tania.Disembunyikannya getaran pada tangan yang mendadak tremor. Ia tidak mau kedua orang yang kedatangan mendadaknya menjadi pertanyaan besar bergembira melihat ia gugup.“Susi, kamu tolong kamu buatkan air es jeruk manis untuk kami semua,” perintah Tania kepada pelayannya yang sedari tadi berdiri di sudut ruang makan tersebu
“Sialan, Tania! Apa yang sudah kamu lakukan kepadanya?” hardik Ades.Tania terperangah mendengar tuduhan Ades. “Kenapa kamu berkata seperti itu? Saya sama sekali tidak melakukan apapun juga. Tiba-tiba saja Ibu jatuh pingsan jadi berhentilah kamu menyalahkan saya! Lebih baik kamu panggil ambulans saja biar kita bawa ibu ke rumah sakit.”Ades melayangkan tatapan galak kepada Tania didorongnya wanita itu hingga terjatuh ke lantai, tetapi ia tidak peduli. Dengan galak ia memerintahkan kepada Tania untuk menyingkir karena ia hanya mengganggu saja.Tania bangkit dari terduduknya di lantai. Ia melayangkan tatapan marah kepada Ades yang sudah bersikap kasar kepadanya. Namun, ia memilih untuk mengalah karena sekarang ini yang lebih penting adalah membuat ibu mertuanya menjadi sadar kembali.‘Halo, Ryan! Ini Ades saya ingin memberitahukan kalau ibumu jatuh pingsan, tetapi sebelumnya ia memegang dada dan mengeluh sakit. Saya sudah menelepon rumah sakit menunggu ambulan datang,’ lapor Ades kepada
Tania berjalan gontai, sambil menundukan kepala. ‘Berhentilah berharap Ryan akan peduli kepadamu, biar kamu tidak merasakan sakit.’ Batin Tania.Ryan memandangi punggung Tania yang berjalan menjauh darinya. Ia hanya diam tidak meminta istrinya untuk tetap tinggal. Dirinya hanya tidak mau kembali terjadi pertengkaran setelah ibunya sadar nanti.Dan hal itu jelaslah tidak baik untuk kesehatan ibunya. Ia juga tidak akan membiarkan apa yang dikatakan oleh Tania menguap begitu saja. Dirinya jelas harus mencari penjelasan yang masuk akal.“Baguslah! Kamu tidak membiarkan wanita itu untuk berada di tempat ini lebih lama. Ia hanyalah biang masalah saja,” ucap Ades memecah keheningan.Ryan memberikan lirikan tajam dengan bibir yang mengatup rapat. Cukup dengan hal itu saja sudah bisa membuat Ades mengerti ia tidak suka dengan apa yang dikatakannya.Ades menelan ludah dengan sukar mendapati lirikan seperti itu dari Ryan. Ia memilih untuk tidak memperpanjang ucapannya daripada semakin membuat Ry
Ryan dengan cepat menekan tombol yang terdapat di dekat ranjang ibunya untuk memanggil petugas medis. “Ibu, bangunlah!” Ryan menggoyang pelan badan ibunya.“Tenanglah, Ryan! Ibumu pasti akan baik-baik saja. Ia hanya pingsan saja.” Ayah Ryan menepuk pundak putranya itu pelan.Beberapa orang dengan pakaian medis memasuki ruang rawat tersebut. Dokter yang tadi merawat ibu Ryan mempersilakan ia dan ayahnya untuk keluar.Ryan memandangi wajah ibunya, sebelum akhirnya ia setuju untuk keluar diikuti ayahnya. Sesampainya di luar ia berjalan menjauh dari ayahnya, sambil mengeluarkan ponsel.Dihubunginya Tania yang dengan cepat mengangkat panggilan telepon darinya. “Halo, Tania! Ibu saya kembali pingsan dan itu semua karenamu! Bersiaplah untuk mendapatkan hukumanmu!”Tidak menunggu jawaban dari Tania, Ryan langsung menutup sambungan telepon berjalan mendekati ke tempat di mana Ayahnya berada.Sementara itu, setelah Ryan dan ayahnya keluar dari ruang rawat ibu Ryan. Dokter yang memeriksa ibu Rya
“Apa maksudmu berkata seperti itu? Tunggu, jangan pergi!” panggil Ryan.Tania bergeming, ia terus saja berjalan menuju kamar mandi dan langsung mengunci pintunya. Ia menyalakan air pancuran lalu berdiri di bawahnya dan membiarkan air dingin terasa bagaikan ditusuk jarum.Diambilnya spons ia gosokan ke badan dengan kasar untuk menghilangkan bekas sentuhan Ryan. Dalam hati, Tania bertekad ini terakhir kali Ryan menyakitinya. Ia tidak akan lagi membiarkan dirinya tersiksa oleh Ryan dan orang-orang yang dekat dengannya.“Tania buka pintu! Kalau tidak cepat keluar jangan berlama-lama berada di dalam sana!” perintah Ryan.Dengan suara serak akibat menangis Tania berseru, “Tenang, Ryan! Saya akan segera keluar setelah selesai.”Didengarnya suara langkah kaki menjauh dari depan pintu kamar mandi. Tania tidak buru-buru keluar kamar mandi karena dirinya memang tidak bersemangat untuk bertemu dengan Ryan.Hanya berbalutkan jubah mandi Tania pun keluar dengan langkah pelan. Dilihatnya Ryan sedan
Ryan bangkit dari berbaringnya, ia mencakung di atas badan Tania dengan lagak mengancam. “Kamu tidak pernah merasakan saya sebagai seorang suami, hah? Siapa yang membantu mengurus pemakaman ayahmu dan yang membiayai pengobatannya?”Tania mendorong dada Ryan menjauh darinya. Dengan satu jari ia menyentuh dada suaminya. “Saya membayar biaya pengobatan ayah dengan kebebasanku! Dan juga kontrak yang membuat saya terikat denganmu.”Ryan mendengus kasar ia mendorong Tania hingga terjatuh ke atas tempat tidur, kemudian dirinya bangkit dari tempat tidur dengan amarah. “Saya akan pergi keluar kota jangan coba-coba untuk pergi dari rumah ini!”Ryan membalikan badan melihat mata Tania untuk membaca pikiran istrinya. Namun, ia tidak dapat melihat apapun di sana. Tania menyembunyikan perasaannya dengan begitu baik.Kekecewaan melanda Ryan karena Tania tidak mengatakan apapun juga tentang kepergiannya. Tania seperti sudah tidak peduli lagi kepadanya.Begitu pintu kamar sudah di tutup Ryan, Tania ba
Tania menatap pemilik kelab malam yang juga merupakan teman sekolahnya itu dengan tatapan curiga. “Apa tawaran yang kau berikan kepada saya?”Pemilik kelab malam yang bernama Jordan itu melihat Tania dengan senyum jahil. Asap dari cerutunya dengan sengaja ia hembuskan ke wajah Tania hingga temannya itu memasang wajah marah.Tania mengibaskan asap rokok yang mengenai wajahnya. Ia benci dengan asap cerutu, tetapi ia terpaksa harus berhadapan dengan temannya yang merupakan pecandu rokok dan cerutu.“Cepatlah katakan, Jordan! Saya tidak memiliki banyak waktu,” seru Tania dengan tidak sabar.Jordan mematikan cerutunya pada asbak lalu mengambil botol berisi anggur dan menuangnya ke dalam dua buah gelas. Satu gelas ia sodorkan kepada Tania. “Minumlah dahulu, Tania! Aku sangat mengenalmu dari kita berteman dahulu.”Tania menolak minuman yang ditawarkan temannya itu. Dengan suara bernada kesal ia berkata, “Kalau kau mengenal saya, kamu pasti mengetahui betapa marahnya saya dengan kamu!”Jordan