Tania membuka mulut, lalu menutup kembali dengan cepat. Matanya terbuka mendengar permintaan Ryan. Selama sesaat yang singkat ia terdiam, kemudian dengan suara pelan ia menyahut, “Kenapa kamu begitu bersikeras saya memberikan kesempatan kedua untuk Ades dan Susi?”Ryan mengangkat pundak, ia melepaskan pegangannya pada badan Tania dan berjalan kembali menaiki tangga meninggalkan Tania.Tania memandangi punggung Ryan dengan perasaan terluka. Matanya berkaca-kaca hendak tumpah. Ia menaiki tangga dengan langkah pelan, seakan tidak ingin sampai ke atas.Dimasukinya kamar di mana sudah ada Ryan yang terlihat berdiri di depan kaca jendela. Dengan posisi membelakangi pintu, sehingga ia tidak dapat melihat Tania masuk tetapi dirinya dapat mendengar suara langkah kakinya.“Saya hendak pergi ke makam Ayah nanti sore. Apakah engkau akan mengijinkan?” Tanya Tania pelan.“Silakan! Kau akan pergi ditemani sopir, karena saya tidak percaya kepadamu. Bisa saja kamu sudah membuat janji dengan lelaki itu
Sontak saja Ryan menjadi marah dengan suara menggeram ia berkata, “Saya akan menemui orang itu!”“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Setelah menutup pintu kamar Ryan berjalan kembali ke tempat tidur. Ia berdiri di depan ranjang dengan pandangan tidak lepas dari mata Tania.“Pria bodoh itu hanya mencari masalah saja dengan datang ke sini dan mencarimu! Apakah kamu yang memberitahukan kepadanya alamat rumah kita?” Tanya Ryan dengan suara tertahan meredam emosi.Tania menggelengkan kepala dengan suara lirih ia menyahut, “Saya tidak mengetahui mengapa ia bisa mengetahui alamat rumah ini. Bisa saja ia mengikuti kamu dan Robby untuk mengetahui di mana saya tinggal.”Ryan mendengus nyaring, ia melangkah menuju kamar kecil. Berdiri di depan wastafel Ryan menyalakan keran dengan suhu air dingin dan digunakannya untuk mencuci muka.Beberapa saat berselang Ryan keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang terlhat jauh lebih segar. “Kamu tetap di kamar! Saya tidak mengijinkan bagimu bertemu dengan
Tania terperangah mendengar penuturan Ryan, ia tidak habis pikir dengan suaminya itu. “Kamu tidak mungkin melakukannya! Saya akan keluar untuk melihat siapa yang datang.”Tania mendorong Ryan menjauh lalu berjalan dengan cepat keluar kamar. Dan anehnya Ryan sama sekali tidak mencegah istrinya itu. Ia justru merebahkan badan di atas sofa ganda.Rasa heran menghinggapi hati Tania, karena ia bisa dengan mudah keluar kamar. Dituruninya tangga menuju lantai satu. Lamat-lamat ia dapat mendengar suara-suara yang sedikit familiar di telinga, walaupun ia hanya sebentar saja bersama orang itu.Senyum lebar mengembang di wajah Tania begitu ia melihat siapa tamunya. “Clara! Kapan kamu kembali ke Indonesia?” Tanya Tania, sambil merentangkan tangan menyambut pelukan hangat wanita yang pernah menjadi perawat Ayahnya. Sebelum ia memutuskan untuk berhenti karena menikah dengan kekasihnya.Clara memeluk Tania erat diiringi isak tangis karena merasa bersalah. “Saya minta maat, meninggalkan kamu begitu s
Ryan berjalan menjauh dari Tania menuju buffet di mana terdapat beberapa botol anggur. Diambilnya satu botol lalu ia tuang ke gelas kemudian, menyesapnya sampai tandas. “Itu benar! Saya akan menutup aksesmu untuk keluar rumah. Tempat paling jauh yang bisa kamu lihat hanyalah halaman saja.”Tania terperanjat mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengerti mengapa Ryan setega itu kepadanya. Dengan suara pelan ia bertanya, “Mengapa tidak sekalian saja kau kurung saya dalam kamar? Tidak perlu setengah-setengah dalam memberikan batasan.”Ryan membalikkan badan memandang Tania dengan mata hitamnya yang menyala karena amarah. Ia berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Deru napas Ryan terasa hangat menerpa wajah istrinya.Dicekaunya dengan kasar dagu Tania tidak peduli kalau istrinya itu terlihat meringis kesakitan. “Apakah kamu menantang saya? Saya melakukannya demi keselamatanmu sendiri karena di luar sana ada beberapa orang yang tidak menginginkan kebersamaan kita.”Tania me
“Ada apa ini kenapa terlihat tegang? Kalian tidak bertengkar bukan, padahal baru beberapa menit saya tinggal.” Ryan berjalan memasuki ruang tamu dengan wadah berisi buah di tangannya.Ibu Ryan terlihat terkejut mendengar pertanyaan dari putranya. Namun, ia dengan cepat dapat menguasai diri kembali. Ia memandang ke arah putranya itu sembari mengulas senyum tipis.Sementara Tania terlihat tenang walaupun dalam hati ia menduga Ryan dan ibunya bermain di belakang punggung. Ia sudah merasa nyaman dan dekat dengan Mala, tetapi secara tiba-tiba mendapat kabar ia dipecat.Dan sekarang ibu mertuanya meminta ia menerima kembali Susi begitupula dengan Ryan yang tadi meminta kepadanya untuk memberikan kesempatan kedua.Mata Ryan bertemu pandang dengan Tania yang melihat kepadanya dengan tatapan menyelidik.“Ada apa istriku Sayang? Apakah kamu mengira saya terlibat sesuatu dengan Ibu?” Bisik Ryan di telinga Tania.Tania mendorong Ryan menjauh sembari melayangkan tatapan jengkel. Namun, suaminya ha
Tania tersadar dari rasa terkejutnya, ia menghela napas dalam-dalam untuk menengkan dirinya. “Tentu saja kamu akan kembali ke rumah ini, tetapi masih dan tetap hanya berstatus sebagai seorang pelayan.”Di bukanya pintu lebar-lebar mempersilakan kepada Susi untuk masuk. Dengan suara dibuat setenang mungkin Tania mempersilakan kepada Susi untuk beristirahat di kamarnya yang dahulu. Apabila lelahnya sudah hilang ia boleh mulai bekerja.Usai mengatakan hal itu Tania berjalan menuju ruang tengah. Hatinya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Susi, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Dirinya tidak mau Susi menjadi semakin besar kepala.Duduk kembali di tempatnya semula Tania mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Ia menimbang-nimbang apakah mengabari Ryan atau tidak. Namun, pada akhirnya ia memilih unuk memberitahukan juga.Dikirimkannya pesan kepada Ryan. ‘Susi sudah datang apakah kamu tidak ingin menyambutnya?’Pesannya tidak langsung dibaca oleh Ryan. Pria itu pasti
Ryan melihat Susi dengan tatapan dingin dan tajam. “Ganti pakaianmu! Kamu di sini bekerja bukan untuk menggoda saya!”Susi menjadi gugup mendapat tatapan tajam Ryan. Ia memilin kedua tangannya untuk mengusir rasa gugup.“Ba-baik, Tuan! Susi berjalan menuju kamar khusus untuk pelayan di rumah tersebut, sambil menundukan kepala.Ryan memandang punggung Susi dengan geram. Ia tidak suka wanita itu di hari pertama ia kembali bekerja di rumah ini memakai pakaian terbuka yang memperlihatkan belahan dada.Beruntungnya Tania tidak melihat bagaimana penampilan Susi. Seandainya ia melihat bisa jadi istrinya itu akan marah dan membuat mereka bertengkar.Ia terus berjalan hendak menaiki tangga, tetapi sekilas dilihatnya bayangan wanita tertidur di sofa, melalui pintu ruang tengah yang terbuka. Ryan urung menaiki tangga dibalikkannya badan berjalan menuju ruangan tersebut.“Tania, mengapa kamu tidur di sini? Masuklah ke kamar badanmu akan sakit dan pegal-pegal,” tegur Ryan.Perlahan Tania membuka m
Tania menelan ludah dengan sukar matanya nanar menatap Ryan yang kembali memarahi dirinya. “Saya lelah terus bertengkar denganmu. Lakukanlah apa yang kamu suka saya terikat kontrak denganmu yang dengan bodoh saya tanda tangani.”Mata Ryan menyala marah ia tidak suka nada suara Tania yang terdengar menyerah. Dan ia juga tidak suka istrinya itu menyalahkannya atas keputusan yang sudah dibuat Tania.Ryan meraih dagu Tania dengan kasar hingga kuku-kukunya terasa menusuk daging Tania. “Berhenti menyalahkanku! Semua keputusan ada di tanganmu dan kamu dengan sukarela serta secara sadar menandatanganinya!” tandas Ryan.Ia membalikkan badan berjalan keluar ruangan dengan langkah panjang. Di tutupnya pintu keras hingga menimbulkan bunyi nyaring. Napsu makannya sudah hilang akibat pertengkarannya tadi.Masuk mobil Ryan memerintahkan kepada sopirnya langsung ke bandara. Ia mempercepat kunjungan kerja keluar kota. Dikeluarkannya ponsel untuk menghubungi Robby.‘Saya pergi keluar kota kamu selama b