Tania sudah hendak membuka mulut menyahut apa yang dikatakan oleh Ryan, saat ia mendengar pintu kamar rawatnya diketuk dari luar. Ia menutup mulut dan memejamkan mata membiarkan Ryan yang menyahut seseorang berada pintu kamarnya.“Silakan, masuk!” seru Ryan.Seorang pria dengan name tag dokter Alan memasuki kamar rawat Tania. Diikuti oleh dua orang perawat yang membawa peralatan medis di tangan mereka.“Selamat sore, Bu Tania! Maaf, mengganggu istirahat Ibu. Kami ingin melakukan pemeriksaan kepada Ibu, karena kami dengar Ibu sempat lupa sesuatu,” ucap dokter yang datang, tersebut.Tania membuka mata, ia melihat dokter yang akan memeriksa. Diberikannya senyuman tipis kepada dokter, tersebut. “Silakan, dok! Saya tidak mengalami amnesia hanya saya memang sengaja melakukannya.”Ryan diam mendengar apa yang diucapkan Tania. Dalam hati ia menjadi geram, karena Tania berpura-pura tidak mengenalinya. Sebegitu bencikah ia sekarang ini? Sampai-sampai ia hendak melupakan dirinya.Selang beberapa
Tania membuka mulut, lalu menutup kembali dengan cepat. Matanya terbuka mendengar permintaan Ryan. Selama sesaat yang singkat ia terdiam, kemudian dengan suara pelan ia menyahut, “Kenapa kamu begitu bersikeras saya memberikan kesempatan kedua untuk Ades dan Susi?”Ryan mengangkat pundak, ia melepaskan pegangannya pada badan Tania dan berjalan kembali menaiki tangga meninggalkan Tania.Tania memandangi punggung Ryan dengan perasaan terluka. Matanya berkaca-kaca hendak tumpah. Ia menaiki tangga dengan langkah pelan, seakan tidak ingin sampai ke atas.Dimasukinya kamar di mana sudah ada Ryan yang terlihat berdiri di depan kaca jendela. Dengan posisi membelakangi pintu, sehingga ia tidak dapat melihat Tania masuk tetapi dirinya dapat mendengar suara langkah kakinya.“Saya hendak pergi ke makam Ayah nanti sore. Apakah engkau akan mengijinkan?” Tanya Tania pelan.“Silakan! Kau akan pergi ditemani sopir, karena saya tidak percaya kepadamu. Bisa saja kamu sudah membuat janji dengan lelaki itu
Sontak saja Ryan menjadi marah dengan suara menggeram ia berkata, “Saya akan menemui orang itu!”“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Setelah menutup pintu kamar Ryan berjalan kembali ke tempat tidur. Ia berdiri di depan ranjang dengan pandangan tidak lepas dari mata Tania.“Pria bodoh itu hanya mencari masalah saja dengan datang ke sini dan mencarimu! Apakah kamu yang memberitahukan kepadanya alamat rumah kita?” Tanya Ryan dengan suara tertahan meredam emosi.Tania menggelengkan kepala dengan suara lirih ia menyahut, “Saya tidak mengetahui mengapa ia bisa mengetahui alamat rumah ini. Bisa saja ia mengikuti kamu dan Robby untuk mengetahui di mana saya tinggal.”Ryan mendengus nyaring, ia melangkah menuju kamar kecil. Berdiri di depan wastafel Ryan menyalakan keran dengan suhu air dingin dan digunakannya untuk mencuci muka.Beberapa saat berselang Ryan keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang terlhat jauh lebih segar. “Kamu tetap di kamar! Saya tidak mengijinkan bagimu bertemu dengan
Tania terperangah mendengar penuturan Ryan, ia tidak habis pikir dengan suaminya itu. “Kamu tidak mungkin melakukannya! Saya akan keluar untuk melihat siapa yang datang.”Tania mendorong Ryan menjauh lalu berjalan dengan cepat keluar kamar. Dan anehnya Ryan sama sekali tidak mencegah istrinya itu. Ia justru merebahkan badan di atas sofa ganda.Rasa heran menghinggapi hati Tania, karena ia bisa dengan mudah keluar kamar. Dituruninya tangga menuju lantai satu. Lamat-lamat ia dapat mendengar suara-suara yang sedikit familiar di telinga, walaupun ia hanya sebentar saja bersama orang itu.Senyum lebar mengembang di wajah Tania begitu ia melihat siapa tamunya. “Clara! Kapan kamu kembali ke Indonesia?” Tanya Tania, sambil merentangkan tangan menyambut pelukan hangat wanita yang pernah menjadi perawat Ayahnya. Sebelum ia memutuskan untuk berhenti karena menikah dengan kekasihnya.Clara memeluk Tania erat diiringi isak tangis karena merasa bersalah. “Saya minta maat, meninggalkan kamu begitu s
Ryan berjalan menjauh dari Tania menuju buffet di mana terdapat beberapa botol anggur. Diambilnya satu botol lalu ia tuang ke gelas kemudian, menyesapnya sampai tandas. “Itu benar! Saya akan menutup aksesmu untuk keluar rumah. Tempat paling jauh yang bisa kamu lihat hanyalah halaman saja.”Tania terperanjat mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengerti mengapa Ryan setega itu kepadanya. Dengan suara pelan ia bertanya, “Mengapa tidak sekalian saja kau kurung saya dalam kamar? Tidak perlu setengah-setengah dalam memberikan batasan.”Ryan membalikkan badan memandang Tania dengan mata hitamnya yang menyala karena amarah. Ia berjalan mendekati Tania dan berhenti tepat di hadapannya. Deru napas Ryan terasa hangat menerpa wajah istrinya.Dicekaunya dengan kasar dagu Tania tidak peduli kalau istrinya itu terlihat meringis kesakitan. “Apakah kamu menantang saya? Saya melakukannya demi keselamatanmu sendiri karena di luar sana ada beberapa orang yang tidak menginginkan kebersamaan kita.”Tania me
“Ada apa ini kenapa terlihat tegang? Kalian tidak bertengkar bukan, padahal baru beberapa menit saya tinggal.” Ryan berjalan memasuki ruang tamu dengan wadah berisi buah di tangannya.Ibu Ryan terlihat terkejut mendengar pertanyaan dari putranya. Namun, ia dengan cepat dapat menguasai diri kembali. Ia memandang ke arah putranya itu sembari mengulas senyum tipis.Sementara Tania terlihat tenang walaupun dalam hati ia menduga Ryan dan ibunya bermain di belakang punggung. Ia sudah merasa nyaman dan dekat dengan Mala, tetapi secara tiba-tiba mendapat kabar ia dipecat.Dan sekarang ibu mertuanya meminta ia menerima kembali Susi begitupula dengan Ryan yang tadi meminta kepadanya untuk memberikan kesempatan kedua.Mata Ryan bertemu pandang dengan Tania yang melihat kepadanya dengan tatapan menyelidik.“Ada apa istriku Sayang? Apakah kamu mengira saya terlibat sesuatu dengan Ibu?” Bisik Ryan di telinga Tania.Tania mendorong Ryan menjauh sembari melayangkan tatapan jengkel. Namun, suaminya ha
Tania tersadar dari rasa terkejutnya, ia menghela napas dalam-dalam untuk menengkan dirinya. “Tentu saja kamu akan kembali ke rumah ini, tetapi masih dan tetap hanya berstatus sebagai seorang pelayan.”Di bukanya pintu lebar-lebar mempersilakan kepada Susi untuk masuk. Dengan suara dibuat setenang mungkin Tania mempersilakan kepada Susi untuk beristirahat di kamarnya yang dahulu. Apabila lelahnya sudah hilang ia boleh mulai bekerja.Usai mengatakan hal itu Tania berjalan menuju ruang tengah. Hatinya merasa tidak nyaman dengan kehadiran Susi, tetapi ia berusaha untuk tidak memperlihatkannya. Dirinya tidak mau Susi menjadi semakin besar kepala.Duduk kembali di tempatnya semula Tania mengambil ponselnya yang terletak di atas meja. Ia menimbang-nimbang apakah mengabari Ryan atau tidak. Namun, pada akhirnya ia memilih unuk memberitahukan juga.Dikirimkannya pesan kepada Ryan. ‘Susi sudah datang apakah kamu tidak ingin menyambutnya?’Pesannya tidak langsung dibaca oleh Ryan. Pria itu pasti
Ryan melihat Susi dengan tatapan dingin dan tajam. “Ganti pakaianmu! Kamu di sini bekerja bukan untuk menggoda saya!”Susi menjadi gugup mendapat tatapan tajam Ryan. Ia memilin kedua tangannya untuk mengusir rasa gugup.“Ba-baik, Tuan! Susi berjalan menuju kamar khusus untuk pelayan di rumah tersebut, sambil menundukan kepala.Ryan memandang punggung Susi dengan geram. Ia tidak suka wanita itu di hari pertama ia kembali bekerja di rumah ini memakai pakaian terbuka yang memperlihatkan belahan dada.Beruntungnya Tania tidak melihat bagaimana penampilan Susi. Seandainya ia melihat bisa jadi istrinya itu akan marah dan membuat mereka bertengkar.Ia terus berjalan hendak menaiki tangga, tetapi sekilas dilihatnya bayangan wanita tertidur di sofa, melalui pintu ruang tengah yang terbuka. Ryan urung menaiki tangga dibalikkannya badan berjalan menuju ruangan tersebut.“Tania, mengapa kamu tidur di sini? Masuklah ke kamar badanmu akan sakit dan pegal-pegal,” tegur Ryan.Perlahan Tania membuka m
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b