Syarif mengusap bibir yang berdarah, karena terkena tamparan Ryan. “Saya jadi semakin yakin untuk merebut Tania dari pria kasar, sepertimu! Ia berada dalam bahaya, kalau terus bersama dengan pria pemarah dan kasar.”Ryan hampir saja menyerang Syarif, tetapi Robby dengan cepat menangkp lengannya. Ia tidak mau sahabatnya itu semakin brutal saja dan akan membawanya ke dalam masalah.“Sudahlah, Ryan! Kita pergi saja dan biarkan pria ini memikirkan ancamanmu kepadanya.” Robby menepuk pelan pundak Ryan meminta kepada sahabatnya itu untuk keluar dari apartemen, tersebut.Ryan melayangkan tatapan mengintimidasi, sebelum ia menyetujui ajakan Robby untuk keluar dari apartemen itu.Selang beberapa menit, kemudian keduanya sudah berada dalam mobil yang disewa Ryan. Mereka tidak langsung pulang ke Indonesia Ryan ingin beristirahat terlebih dahulu.Sesampainya di kamar hotel Ryan memesan layanan kamar saja, karena ia tidak ingin bertemu dengan orang lain di saat dirinya sedang dalam keadaan emosi.
Tidakk terdengar suara dari balik pintu kamar mandi. Robby pun membaringkan badan kembali menunggu pesanannya datang. “Ryan! Apa kamu tidak akan membelikan hadiah untuk Istrimu?” Tanya Robby lagi.Tiba-tiba saja pintu kamar mandi terbuka dan keluarlah Ryan. Yang hanya memakai handuk membalut pinggang dan busa sampo di kepalanya. “Kamu cerewet sekali, Rob, seperti wanita yang sedang PMS saja!”Robby tidak menduga Ryan akan keluar dari kamar mandi dalam keadaan begitu. Dengan santai sama sekali tidak takut kepada Ryan yang sedang marah. Ia mengatakan, kalau Ryan begitu sensitif mendapat pertanyaan sederhana saja emosi.Ia mengatakan, kalau Ryanlah yang bertingkah, seperti wanita. Mudah tersulut emosi, karena ia tidak bisa berpikir dengan jernih. Seharusnya, Ryan merasa senang ada ia yang selalu mengingatkannya. Dan menjaganya, agar tidak membuat kehancuran pada dirinya sendiri.Ryan mendengus dengan kasar, ia masuk kembali kamar mandi. Didengarnya suara tawa nyaring Robby. Sahabatnya it
Sontak saja wanita yang tengah memegang infus Tania menjadi terkejut, tetapi ia dengan cepat dapat mengusai dirinya kembali. “Halo, Ryan! Kamu mengejutkan saya saja. Saya sedang mempercepat aliran cairan infus Tania, karena tadi tidak keluar.”Ades menunjuk ke arah tabung infus yang tergantung pada tempatnya. Ia berjalan mundur mempersilakan kepada Ryan untuk mendekat.Wajah Ryan terlihat garang dengan tatapan mata yang tajam. Ia terlihat curiga kepada Ades, tetapi ia tidak mempunyai bukti, kalau wanita itu berniat mencelakai Tania.“Keluarlah, Ades! Kehadiranmu sama sekali tidak diharapkan oleh saya dan Istri saya.” Ryan menunjuk pintu dengan dingin.Ades memasang wajah kecewa, ia bergeming di tempatnya berdiri. “Ayolah, Ryan! Tidak bisakah kamu memberikan saya kesempatan untuk berubah? Saya sudah menyadari semua kesalahan yang saya buat.”Ryan memasang wajah sinis, ia tidak akan mudah terpedaya dengan mulut manis dan wajah memelas Ades. Wanita itu tidak dapat dipercaya dan ia sudah
Ryan dan Robby saling pandang tampak raut terkejut di wajah keduanya. “Tania, apakah kamu lupa, kalau saya adalah suamimu?” Tanya Ryan.Tania memandang Ryan dengan tatapan menyelidik, ia memejamkan mata mencoba untuk mengingat siapa pria yang berdiri di hadapannya ini dan mengapa ia sampai berbaring di ranjang rumah sakit.Dipijatnya keningnya yang terasa berdenyut nyeri kilasan bayangan apa yang terjadi pun bermain di kepalanya. Di bukanya kembali mata dan menatap tepat mata Ryan.“Saya dapat mengingat, kalau kamu adalah suami saya. Dan saya juga dapat mengingat mengapa saya sampai terjatuh dari tangga,” sahut Tania dengan suara lemah.Ekspresi lega terpancar di wajah Ryan, karena Tania bisa mengingat dirinya. Itu merupakan hal yang utama bagi Ryan, ia tidak mau dirinya dilupakan oleh Tania.Ryan mengambil jemari Tania yang terpasang jarum infus, lalu mengecupnya dengan rasa sayang. “Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk mengingat hal yang lain. Kamu harus banyak beristirahat dulu b
Tania sudah hendak membuka mulut menyahut apa yang dikatakan oleh Ryan, saat ia mendengar pintu kamar rawatnya diketuk dari luar. Ia menutup mulut dan memejamkan mata membiarkan Ryan yang menyahut seseorang berada pintu kamarnya.“Silakan, masuk!” seru Ryan.Seorang pria dengan name tag dokter Alan memasuki kamar rawat Tania. Diikuti oleh dua orang perawat yang membawa peralatan medis di tangan mereka.“Selamat sore, Bu Tania! Maaf, mengganggu istirahat Ibu. Kami ingin melakukan pemeriksaan kepada Ibu, karena kami dengar Ibu sempat lupa sesuatu,” ucap dokter yang datang, tersebut.Tania membuka mata, ia melihat dokter yang akan memeriksa. Diberikannya senyuman tipis kepada dokter, tersebut. “Silakan, dok! Saya tidak mengalami amnesia hanya saya memang sengaja melakukannya.”Ryan diam mendengar apa yang diucapkan Tania. Dalam hati ia menjadi geram, karena Tania berpura-pura tidak mengenalinya. Sebegitu bencikah ia sekarang ini? Sampai-sampai ia hendak melupakan dirinya.Selang beberapa
Tania membuka mulut, lalu menutup kembali dengan cepat. Matanya terbuka mendengar permintaan Ryan. Selama sesaat yang singkat ia terdiam, kemudian dengan suara pelan ia menyahut, “Kenapa kamu begitu bersikeras saya memberikan kesempatan kedua untuk Ades dan Susi?”Ryan mengangkat pundak, ia melepaskan pegangannya pada badan Tania dan berjalan kembali menaiki tangga meninggalkan Tania.Tania memandangi punggung Ryan dengan perasaan terluka. Matanya berkaca-kaca hendak tumpah. Ia menaiki tangga dengan langkah pelan, seakan tidak ingin sampai ke atas.Dimasukinya kamar di mana sudah ada Ryan yang terlihat berdiri di depan kaca jendela. Dengan posisi membelakangi pintu, sehingga ia tidak dapat melihat Tania masuk tetapi dirinya dapat mendengar suara langkah kakinya.“Saya hendak pergi ke makam Ayah nanti sore. Apakah engkau akan mengijinkan?” Tanya Tania pelan.“Silakan! Kau akan pergi ditemani sopir, karena saya tidak percaya kepadamu. Bisa saja kamu sudah membuat janji dengan lelaki itu
Sontak saja Ryan menjadi marah dengan suara menggeram ia berkata, “Saya akan menemui orang itu!”“Baik, Tuan!” sahut sopir Ryan.Setelah menutup pintu kamar Ryan berjalan kembali ke tempat tidur. Ia berdiri di depan ranjang dengan pandangan tidak lepas dari mata Tania.“Pria bodoh itu hanya mencari masalah saja dengan datang ke sini dan mencarimu! Apakah kamu yang memberitahukan kepadanya alamat rumah kita?” Tanya Ryan dengan suara tertahan meredam emosi.Tania menggelengkan kepala dengan suara lirih ia menyahut, “Saya tidak mengetahui mengapa ia bisa mengetahui alamat rumah ini. Bisa saja ia mengikuti kamu dan Robby untuk mengetahui di mana saya tinggal.”Ryan mendengus nyaring, ia melangkah menuju kamar kecil. Berdiri di depan wastafel Ryan menyalakan keran dengan suhu air dingin dan digunakannya untuk mencuci muka.Beberapa saat berselang Ryan keluar dari kamar mandi dengan penampilan yang terlhat jauh lebih segar. “Kamu tetap di kamar! Saya tidak mengijinkan bagimu bertemu dengan
Tania terperangah mendengar penuturan Ryan, ia tidak habis pikir dengan suaminya itu. “Kamu tidak mungkin melakukannya! Saya akan keluar untuk melihat siapa yang datang.”Tania mendorong Ryan menjauh lalu berjalan dengan cepat keluar kamar. Dan anehnya Ryan sama sekali tidak mencegah istrinya itu. Ia justru merebahkan badan di atas sofa ganda.Rasa heran menghinggapi hati Tania, karena ia bisa dengan mudah keluar kamar. Dituruninya tangga menuju lantai satu. Lamat-lamat ia dapat mendengar suara-suara yang sedikit familiar di telinga, walaupun ia hanya sebentar saja bersama orang itu.Senyum lebar mengembang di wajah Tania begitu ia melihat siapa tamunya. “Clara! Kapan kamu kembali ke Indonesia?” Tanya Tania, sambil merentangkan tangan menyambut pelukan hangat wanita yang pernah menjadi perawat Ayahnya. Sebelum ia memutuskan untuk berhenti karena menikah dengan kekasihnya.Clara memeluk Tania erat diiringi isak tangis karena merasa bersalah. “Saya minta maat, meninggalkan kamu begitu s
Tania menatap tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Ia pun berbisik kepada Ryan. “Sekarang kamu harus mengatakan kepadaku siapa sebenarnya pria itu?”Ryan mengikuti arah tatapan Tania dengan tenang, ia pun berkata, “Dia adalah pria yang memang seharusnya bertangggung jawab kepada Ades karena ia ayah dari bayi yang dikandungnya.”Ia juga menambahkan kalau dirinya memang menyewa orang untuk mencari keberadaan pria itu. Dan pencariannya hampir saja gagal, tetapi beberapa jam sebelum acara ini berlangsung dirinya berhasil mendapatkan informasi tentang keberadaan pria itu.“Sungguh suatu keberuntungan ia datang tepat waktu dan membebaskanmu dari keharusan menjadi pasangan Ades,” sahut Tania.Suara tawa lolos dari bibir Ryan, ia mengatakan keberuntungan baginya. Akan tetapi, ia tidak mengatakan kepada istrinya ada harga yang harus ia bayar agar pria itu mau menikahi Ades. Namun, demi menjaga harga diri pria itu, ia tidak akan menceritakan kepada siapa pun juga termasuk Tania.Keduanya me
“Ryan, apa yang kamu lakukan? Bukankah seharusnya yang kau selipkan cincin di jari wanita itu,” desis Marsya menahan marah.Ryan hanya melirik sekilas ia kembali melihat ke tamu undangan yang hadir. Senyum tipis terbit di sudut bibirnya saat ia melihat seseorang yang ia cari. Ia memberikan kode kepada orang tersebut untuk berjalan naik ke atas panggung.Ryan mengangkat tangan Tania memperlihatkan jari yang tersemat cincin kawin. “Wanita cantik ini adalah istri saya kami telah menikah selama beberapa bulan lamanya. Istri saya bernama Tania dan sekrang ini ia sedang mengandung anak kami.”Tania sangat terkejut mendengar penuturan Ryan. Ia tidak mengira kalau pria itu akan mengumumkan pernikahan mereka. Hal yang selama ini hanya ia bayangkan saja dan tidak pernah terpikir akan terwujud.“Ryan! Ka-kamu tidak menyesal, bukan dengan mengumumkan hal ini?” Tanya Tania dengan wajah bahagia penuh haru.Ryan mengangguk, ia mengecup kening Tania sekilas. Kemudian menoleh kepada Ades yang terlihat
“Jangan dipikirkan apa yang kukatakan! Percayalah seetelah malam ini semua akan menjadi berbeda untuk kita semua. Memang akan ada yang terluka dan berseddih pada malam ini tetapi itu semua sudah menjadi resiko yang harus diterima.” Ryan menggamit tangan Tania keluar kamar.Tania hanya bisa terdiam saja, tetapi tidak dengan hati dan pikirannya. Ia tidak mengatakan kepada Ryan kalau ia merasa dirinyalah yang akan sakit hati dan bersedih itu. Sementara, untuk Ades ia akan tertawa bahagia di atas lukanya.Ryan menggenggam erat tangan Tania yang dingin dan berkeringat. Ia mencoba untuk memberikan ketenangan kepada Tania, tetapi istrinya itu rupanya masih saja gugup dan tegang.“Santailah, Tania! Yang bersama denganku adalah kau, bukan Ades.” Bisik Ryan.Tania melirik suaminya itu sekilas dengan wajah terlihat tegang, “Untuk saat ini kau memang bersama denganku, tetapi bisa saja situasinya berubah. Kau membuatku berada dalam situasi tanpa kepastian.”Keduanya masuk mobil pribadi Ryan dan dud
Tubuh Tnia bergetar hebat seandainya tidak dipegangi leh Ryan, ia akan jatuh ke lantai. “Kau sukses membuat saya terkejut. Apakah begitu penting kehadiranku di sana? Di saat posisiku hanyalah sebagai upik abu selama ini.”Ryan memegang dagu Tania untuk menatap matanya, biar wanita itu melihat kesungguhan di sana. “Kehadiranmu sangat penting! Kau bukanlah upik abu, tetapi istriku. Dan tidak ada yang akan bisa mengubah kenyataan itu.”Denyut nadi di leher Tania bergerak naik turun dengan cepat. Ia merasa sulit untuk menelan ludah karena tatapan yang begitu intens dari Ryan mempengaruhinya.“Baiklah, saya akan ikut denganmu. Semoga saja kau tidak akan membuatku menyesali keputusan ini,” sahut Tania.Rasa lega terpancar di wajah Ryan, ia begitu senang Tania bersedia juga ikut. Sekarang ia hanya tinggal mengurus ijin keluar dari rumah sakit. Semoga saja dokter mengijinkan kalau tidak ia akan membawa Tania dengan cara apa pun juga untuk pergi bersama dengannya.Beberapa jam berlalu Tania ke
Suara Ryan lamat-lamat dapat ditangkap oleh telinga Tania. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh suaminya. “Katakanlah apa yang kau maksud jangan buat aku menjadi penasaran.” Perlahan Tania membuka mata.Ryan terkejut, ia tidak menduga kalau Tania akan terbangun dari tidurnya. Namun, ia juga merasa senang karena tidak perlu menunda apa yang harus dikatakannya.“Kau akan ikut besok malam untuk menghadiri acara pertunanganku dengan Ades! Kau ikuti saja apa yang kukatakan dan berdiri di sampingku. Apapun yang terjadi kita akan tetap bersama setelah malam itu,” ucap Ryan.Ia memandangi Tania dengan matanya yang menyorot lembut. Ada ketulusan juga janji kesetiaan di sana yang membuat Tania tertegun.“Jujur, Ryan permintaanmu begitu mengejutkan! Bagaimana mungkin kau bisa menawarkan ide yang begitu tidak berperasaan itu kepadaku? Kau memintaku untuk hadir dalam pesta pertunanganmu sebagai apa? Karena kau tidak pernah mengenalkanku secara resmi sebagai istrimu.” Tania menatap Ryan dengan so
“Akh! Mengapa sulit bagimu untuk mendengarkan permintaan maaf dan penjelasan dariku? Apakah kamu tidak tahu kalau meminta maaf bukanlah sesuatu yang mudah buatku?” Ryan melihat Tania dengan sorot kecewa.Tania memandangi langit-langit kamar, ia tahu kalau suaminya itu tidak berbohong. “Aku ingin istirahat,” sahut Tania setelah selama beberapa saat ia terdiam.Ryan mendesah dengan keras, ia sadar kalau Tania sedang menghindari dirinya. Dan dirinya tidak ingin mendesak Tania lebih jauh lagi.Ia berjalan ke arah pintu dan berhenti sebentar, sebelum keluar. “Saya akan pergi ke kantin apakah kau ingin menitip sesuatu?”“Terima kasih, untuk saat ini tidak ada,” sahut Tania.Semua keperluannya sudah disediakan oleh Jordan. Ia tidak mau membuat Ryan kecewa dan marah mengetahui hal itu.Ryan mengangguk, tetapi raut kecewa di wajah tidak ia tutupi. Ia merasa sebagai seorang suami kehadiran dan bantuannya tidak dibutuhkan Tania. Ia merasa tidak berharga sebagai lelaki di mata wanita itu.Berjala
Tania menggigit bibir mencegah ia merintih sakit. Luka tusuk di pinggangnya kembali terbuka karena Ryan yang tadi tidak sengaja memeluknya. “Kenapa kau memeluk pinggangku? Bukankah kau mengetahui saya mendapat luka tusuk di situ?”Ryan berhenti berjalan menuju pintu ruang rawat Tania. Ia membalikan badan melihat ke arah wanita itu dengan tatapan bertanya. Pandangannya kemudian beralih melihat pinggang Tania di mana pakaian rumah sakit yang dipakainya mengeluarkan bercak merah noda darah.“Kenapa kau berpikir seperti itu? Saya hanya mengetahui kalau kau menderita luka tusuk tetapi saya sama sekali tidak mengetahui itu di pinggangmu,” sahut Ryan.“Benarkah begitu? Mengapa saya tidak yakin dengan apa yang kau katakan?” Tanya Tania.Ryan tidak menyahut kecurigaan Tania, ia membuka pintu kemudian berjalan keluar memanggil dokter jaga untuk memeriksa kondisi Tania.Selang beberapa menit kemudian Ryan kembali bersama dengan dokter dan satu orang perawat. Sementara petugas medis memeriksa kon
Ryan mendengus dengan kasar, tetapi ia tidak menghiraukan ucapan Tania. Ia justru mengeluarkan ponsel menghubungi orang suruhannya. ‘Tolong, belikan saya pakaian bersih dan bawakan ke kamar rawat istriku.’Tania membuka mulut tidak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh Ryan melalui ponsel kepada orang suruhannya. Ia tidak habis pikir dengan ulah pria itu yang tidak menghiraukan apa yang ia minta.Dipejamkannya mata berdebat dengan Ryan hanya menguras energinya saja. Dan tidur merupakan pilihan yang lebih baik dalam menghadapi pria keras kepala itu pada saat ini.Ryan melirik Tania yang kembali berbaring, ia tersenyum kecil. Dirinya memang sengaja tidak membalas ucapan istrinya itu. Dikarenakan dalam keadaan emosi bisa saja ia menuruti permintaan Tania yang nantinya akan ia sesali.Ia pun membaringkan badan di sofa kamar rawat Tania. Ia sudah lelah seharian berada di jalan hingga begitu menyentuh sofa yang empuk dirinya langsung saja tertidur.Bunyi ketukan di pintu kamar rawat Tan
Pada awalnya Ryan terkejut mendengar suara itu, tetapi dengan cepat ia dapat menguasai dirinya kembali. “Saya suami dari pasien dan saya tidak akan mencelakainya.”Ryan membalikan badan sambil mengangkat kedua tangan. Dilihatnya dua orang petugas polisi mengacungkan pistol ke arahnya.Dua orang kepercayaan Ryan juga terkejut dan mereka ikut mengangkat tangan. Ketiganya membiarkan saja ketika petugas polisi itu mendekat lalu memeriksa ketiganya.Setelah tidak menemukan tidak adanya benda tajam atau berbahaya. Petugas polisi itu pun menberikan perintah kepada ketiganya, “Tolong perlihatkan kartu identitas kalian!”Ryan dengan perlahan menurunkan tangan untuk mengambil dompet dari dalam saku celananya. Diambilnya kartu tanda penduduk kemudian ia sodorkan ke tangan petugas keamanan itu.Tania yang mendengar suara ribut membuka mata. Ia menjadi sangat terkejut ketika melihat ada petugas polisi di kamarnya. Dan juga kehadiran Ryan di tempat yang sama.“Ryan! Bagaimana kamu tahu kalau saya b