Toronto, Canada
______________
Gadis itu mengangkat dagunya tinggi. Lipstik merah yang membalut senyum sinisnya yang kemudian berubah menjadi gelak tawa. Tawanya menggema di sudut ruangan rumah sakit.
Seolah merasa menang, lega, merdeka. Namun, ada sesuatu yang tiba-tiba menyambar matanya dan membuat mata itu kini berair.
"Cih!" Dia menyeka wajahnya dengan kasar. "Untuk apa air mata ini." Dadanya bergetar hebat seolah tak singkron dengan otaknya.
Bukankah dia harus merasa senang?
Lelaki yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun, lihat pria itu. Dia sedang terbaring lemah di atas bangsal rumah sakit, bukankah itu hal yang pantas dia dapatkan?
"Aku bahkan mengalaminya selama bertahun-tahun."
Wanita itu terus bermonolog. Ia terus membenarkan perbuatannya, tapi pada siapa? Dia hanya berbicara sendiri. Apakah wanita itu sedang mencoba membohongi dirinya sendiri?
"Anna!" teriak seorang wanita dari jarak yang cukup jauh. Dia berjalan cepat. Berlari sampai tiba di depan wanita yang namanya baru saja di panggilnya.
PLAK
Sebuah tamparan mendarat di pipi wanita bernama Anna itu.
"Kau!" pekik wanita yang baru saja datang itu. Dia menunjuk Anna dengan jarinya yang bergetar. Matanya nyalang. Wajahnya merah padam.
"Apa yang sudah kau lakukan pada suamiku, hah?!" bentak wanita itu dengan suara yang bergetar. Anna tidak menjawab. Dia diam dengan wajah tanpa ekspersi. "Jawab aku, Anna!" jerit wanita itu, tapi Anna masih tidak menggubrish hingga wanita itu mendorong tubuh Anna.
"Dasar jalang!" makinya tepat di depan wajah Anna. "Awalnya kau merayu suamiku, lalu kau menyuruhnya menjadi pelayanmu dan sekarang kau ingin membunuhnya? Kau ini lebih rendah dari binata-"
Ucapan wanita itu terhenti saat Anna berhasil memegang tangannya. Anna mencekal pergelangan tangan wanita itu. Kelopak matanya mengecil memandang sinis wanita di depannya.
"Awh!" Wanita di depan Anna meringis kesakitan. Ia menatap Anna dengan tatapan penuh kebencian.
"Kau ...." Kini, Anna mulai membuka bibirnya. Seketika tubuh wanita itu bergetar saat matanya bertemu dengan mata gelap milik Anna. Wanita itu terdiam. Bahkan batinnya bergidik ngeri ketika sepasang manik hazel di depannya tiba-tiba mengingatkan wanita itu akan sesuatu.
"Kau dan suamimu pantas mendapatkan hukuman ini. Ini bahkan belum seberapa."
"Ap- apa ... Apa maksudmu?" gumam wanita itu. Suaranya memelan, rendah dan tidak berdaya.
"Akan kuingatkan kau pada sesuatu. 27 Januari 2010."
"Wanita gil-" Ucapan wanita itu kembali terhenti. Ia meringis saat Anna tiba-tiba memutar tangannya hingga ke belakang punggung.
Anna menarik lengan wanita itu semakin ke atas hingga menyentuh pundaknya. Wanita itu menjerit kesakitan.
"Ingat baik-baik tanggal itu," bisik Anna tepat di depan telinga wanita itu.
Suaranya begitu berat membuat wanita di depannya bergidik ngeri. Wanita itu mengerutkan dahinya. 27 Januari 2010? Itu sudah lebih dari sepuluh tahun yang lalu. Ada apa dengan tanggal itu?
"Altar gereja, gaun pengantin."
DEG
Jantung wanita di depan Anna seolah berhenti berdetak. Matanya membulat sementara tubuhnya membeku. Keberaniannya lenyap saat otaknya berhasil mengingatkan wanita itu tentang apa yang terjadi di tanggal 27 Januari 2010.
"Halo, Luna. Kamu ingat aku?" tanya Anna dengan bahasa Indonesia.
"Tidak mungkin ...." Wanita bernama Luna itu menggelengkan kepalanya. "Ca, Cana ... Nad-" Bibirnya bergetar dan sontak membuatnya menggagap.
Wanita itu berusaha keras menggerakkan bola matanya. Ia menoleh. Seringaian di wajah Anna tampak begitu jelas walau hanya meliriknya dengan ekor mata. Luna kembali bergidik ngeri. Sudut bibir Anna terangkat membentuk senyum yang berubah menjadi seringaian iblis. Ia kembali menarik lengan Luna semakin ke atas dan membuat wanita itu menjerit. Napas Anna yang memburu, meniup hingga ke kulit wajah Luna. Seolah mengantarkan rasa sakit yang luar biasa pada wanita itu.
"Kau dan Marvin. Kalian sudah cukup bahagia selama sepuluh tahun," gumam Anna tepat di depan telinga Luna.
Anna membalikkan tubuh Luna lalu mendorongnya membuat punggung wanita itu menabrak dinding. Ia kembali meringis.
Anna tak tinggal diam. Ia kembali menghampiri Luna. Menyandera rahang wanita itu dengan satu tangannya. Manik berwarna hazel itu melebar dengan tatapan yang menyala seolah sanggup menghanguskan Luna saat ini juga.
Luna tidak bisa berbuat apa-apa. Tatapan itu mengintimidasi dirinya. Sangat. Ia ketakutan hingga tak sanggup mengeluarkan sepatah kata.
"Bersiaplah, kehancuran kalian akan segera dimulai," ucap Anna dengan nada penuh penekanan.
Anna mengempaskan tangannya membuat Luna terlempar hingga tubuhnya ambruk di atas lantai. Wanita itu meringis ketika lututnya menabrak lantai dengan sangat kuat. Matanya tepat berada di depan sepatu hak tinggi berwarna merah milik Anna.
'Dia tidak mungkin Nadia. Jelas-jelas tubuh Nadia tidak seperti dirinya,' batin Luna tak percaya. Alam bawah sadarnya menolak mempercayai perkataan wanita di depannya, akan tetapi nalurinya menyetujui bahwa wanita di hadapannya memiliki tatapan yang sama dengan Nadia.
"Luna ...," panggil Anna lagi. Dia menunduk kemudian meraih kepala Luna. Dengan cepat ia menarik rambut panjang blonde itu. Anna menjambak rambut Luna membuat kepalanya mendongak.
"Aku hanya ingin mengambil milikku. Milikku yang pernah kau curi. Ini mungkin akan terdengar sulit, tapi tenanglah, aku sudah menyiapkan banyak amunisi dan kali ini aku tidak akan kalah." Anna menutup kalimatnya dengan seringaian iblis.
"Kamu bukan Nadia. Nadia tidak akan mungkin seperti ini."
"Ya!" bentak Anna. Matanya kembali terbuka, melotot menatap Luna. "Nadia yang kamu kenal sudah mati. Yang berdiri di depanmu adalah Anna Smith. Ingat namanya A-N-N-A!" tegasnya. "Anna. Anna Smith."
Anna mengempaskan kepala Luna bagai mengayunkan tongkat golf. Luna mendesis kesakitan.
"Kau pikir kau sudah menang hanya karena bentuk tubuhmu yang baru? Kau pikir suamiku akan tertarik walau kau telah mengubah dirimu? Cih!" Luna membuang ludahnya dengan kasar.
Anna tekekeh sinis melihat tingkah Luna. "Tentu saja dia tertarik. Dia bahkan berlutut dan mencium kakiku." Anna kembali menyeringai.
Luna tertawa terbahak-bahak. "Omong kosong macam apa itu, hah?!" cibirnya. Keberaniannya kembali. Seolah semua rasa sakit yang saat ini ia rasakan memaksa wanita itu untuk bisa melawan.
"Setidaknya kau bisa lihat memar di sekujur tubuh suamimu setiap kali dia kembali ke rumahmu," ucap Anna.
Luna kembali terdiam. Memorinya memutar pada kejadian di mana dia pernah mendapati tubuh suaminya penuh tanda bekas cemeti.
"Hahahahaha ...." Gelak tawa Anna kembali menggema saat melihat raut wajah Luna yang berubah pucat. "Oh astaga, aku bahkan ingat betul bagaimana otot-ototnya mengejang di balik tiang dengan tubuh yang terikat. Dia meneriakkan namaku saat mencapai klimaks." Anna mengangkat wajahnya saat gelak tawanya semakin menjadi-jadi.
"Tidak mungkin ...." Luna bergumam sambil menggelengkan kepalanya. Dia tentu paham betul memar-memar di sekujur dada suaminya. Bahkan ada beberapa tanda bekas cambuk di bagian tubuhnya yang lain.
Anna tersenyum penuh kemenangan. Betapa indahnya pemandangan ini. Ia puas membuat dua orang yang telah menyebabkan hidupnya rusak akhirnya mendapatkan ganjaran mereka. Anna kembali menunduk. Ia menarik dagu Luna lalu memaksanya untuk mendongak.
"Kau tahu, dia paling suka dengan flogger, jadi aku terus memberikan tanda itu di tubuhnya." Anna kembali menyeringai.
"Kau sakit ...," lirih Luna. Sebulir air bening jatuh begitu saja di pipinya.
"Ya ...." Anna mengangguk lambat-lambat. "Aku sakit. Kau benar," ucap Anna.
Wanita itu kembali menarik kerah baju Luna memaksanya untuk berdiri kemudian mendorong tubuh Luna dengan kuat.
BUK
"Sial!" Luna meringis lagi. Tulang belakangnya seolah retak. 'Sialan. Bagaimana bisa seorang wanita bisa memiliki tenaga seperti itu,' batin Luna.
Anna belum puas. Ia meraih leher Luna lalu mencekiknya.
"Kau tahu betapa menderitanya aku? Bagaimana mentalku jatuh di hari pernikahanku dan calon suamiku meninggalkan aku hanya demi seekor jalang sepertimu? Aku ...." Anna menunjuk dadanya dengan kasar. "Aku bahkan tidak bisa mengangkat kepalaku saat itu. Orang-orang mencemooh diriku. Mereka mengutuk aku hanya karena berat badanku dan mulai mengaitkan berat tubuhku dengan pernikahan yang berubah menjadi petaka. Kau pikir aku akan melupakan semua itu?" Anna menggeleng. "Aku depresi. Menderita dan dikurung selama bertahun-tahun di rumah sakit jiwa kau pikir aku akan memaafkan kalian?!" teriak Anna. Dia menggeleng lagi.
"You are not human, bitch!" bentak Luna dengan suara terputus-putus.
"Ya!" Anna menjerit. Ia menarik leher Luna lalu mendoronganya lagi. Luna hanya bisa menutup mata. Kepalanya menabrak dinding dengan sangat kuat hingga membuat telinganya pening. Anna belum berhenti. Darahnya terpompa keseluruh tubuh. Ia terbakar. Napasnbergemuruh di depan wajah Luna.
"Aku memang bukan manusia lagi. Kemanusiaanku telah dibunuh dua belas tahun yang lalu dan yang sekarang berdiri di hadapanmu adalah iblis betina yang siap membawa kau dan suamimu ke neraka," raung Anna dengan nada menekan.
"Akhhh!"
Anna menarik tangannya dari leher Luna dan Luna langsung memegang lehernya. Tenggororkannya sakit. Ia meringis.
"Ingat, aku akan kembali. Permainan baru dimulai." Anna menutup kalimatnya dengan senyum iblis. Lututnya berputar, melangkah meninggalkan Luna yang masih menggeram di tempatnya. Anna puas. Kini tiba saatnya untuk melakukan rencana kedua.
"Sialan kau Canadia Smith!" Luna berteriak. Dia menarik rambutnya dengan kuat.
***
Ini kisah Canadia Smith. Perempuan berumur 30 tahun. "Pretty Savage" itulah julukan yang ia dapatkan di dunianya. Gadis dengan ambisi yang kuat untuk balas dendam.Gadis lugu yang berubah menjadi iblis hanya karena trauma masa lalu. Ini kisah Canadia Smith yang lebih senang di panggil Miss Anna. Wanita yang bertindak menjadi dominan dan terobsesi pada kegemaran barunya setelah rehabilitasi kejiwaan.
Berteman dengan penderitaan selama bertahun-tahun membuatnya menjadi wanita tanpa perasaan. Dia cerdas, tapi dingin. Haus akan kekuasan. Arogan dan gila kontrol. Semua julukan itu tersemat di belakang namanya. Namun, pria mana pun yang melihatnya begitu ingin memilikinya sebab bentuk tubuhnya bak Dewi Yunani. Wajah yang seolah dipahat dengan sempurna.
Tidak ada yang tahu apa yang telah dilalui oleh Canadia sebelum dia menjadi Anna Smith. Namun, di tengah upayanya untuk balas dendam, tanpa disadarinya dalam waktu dekat ini kisah cintanya akan segera dimulai.
Ini proses kehidupan yang dialami Canadia Smith. Wanita yang memiliki sisi gelap yang sebenarnya hanya menantikan seseorang yang sanggup mengeluarkan monster itu dari jerat ambisinya.
Ini bukan kisah cinta biasa di mana seorang gadis bertemu dengan prianya lalu jatuh cinta, menikah dan hidup bahagia. Ini tentang kisah seorang gadis yang kehilangan cintanya, tapi berusaha mendapatkannya kembali. Walau tidak ada yang tahu apakah dia akan berhasil mendapatkannya.
Ini kisah Anna Smith sang miliuner muda yang berusaha memasang jerat demi membalaskan sakit hatinya.
Apakah ia akan berhasil?
______
KISAH ini DIMULAI dari SEBUAH AKHIR.
Ayoo~ tekan VOTE-nya ;) Oh ya, sekedar info, NOVEL ini bernuansa Romansa Dewasa, jadi beberapa bagian akan menyuguhkan adegan dewasa. Hal-hal yang berhubungan dengan konten kekerasan, rokok, alkohol dan seksualitas (explicit) pastikan kamu sudah 18+ ya Dear ;)
Jakarta, Indonesia 7 Januari 2010._________________ "Tahan napasmu sebentar, Nona."
Las Vegas, Nevada. Maret - 2017___________
Ketukan sepatu hak tinggi menggema di beranda perusahaan teknologi terbesar di Toronto, The Ace Enterprise Company. Sebuah perusahan raksasa yang menaungi banyak sekali perusahaan perintis yang sekarang sudah berkembang sampai ke seluruh penjuru dunia. Di sinilah Anna Smith dengan begitu santai melangkahkan kaki jenjangnya. Ia berjalan memasuki bangunan bertingkat ini sambil mengangkat dagunya tinggi.
"Hah ...." Sudah berulang kali Mr. Baldwin membuang napas. Sedari tadi dia tidak berhenti bergidik. Entah apa yang terjadi padanya saat ini. Pria itu tidak bisa menghentikan pikiran nakalnya yang benar-benar menginginkan Anna seutuhnya. Pria itu terus menatap Anna yang terlalu santai
"Apa?!" Mijung memekik dengan kuat. Gadis Asia itu membulatkan matanya ketika mendengar perkataan sahabat sekaligus rekan kerjanya itu. "Ya, Mijung. Dia belum secara resmi memberikan kekuasaan padaku." "Tapi, dia sudah menandatangani dokumen kerja sama. Kita hanya pe-" Ucapan Mijung terhenti ketika Anna mengangkat tangan di depan wajah. Gerakan kecil itu sanggup membungkam mulut Mijung. "Secara hukum dia tidak menyatakan kewenangann
"Kau yakin?" Anna mengulum bibirnya sambil menaikkan kedua alis. Tangannya sibuk menggoyangkan seloki sementara ekor matanya terus mengawasi pria yang mondar-mandir di depannya. "Aku tahu seperti apa dia, dan aku yakin dia akan datang." Terdengar suara terkekeh dari ujung sambungan telepon. "Kau memang gila kontrol, Anna Smith." Anna tertawa kecil. Wajahnya terangkat membuat lehernya melengkung. "Sudahlah, Mijung, kau hanya membuang waktuku. Aku harus bersiap-siap. Dia akan datang sebentar lagi," ucap bibir seksi itu. "Sialan, Anna Smith. Kau mempertaruhkan jutaan dolar demi keinginan gilamu? Aku tidak bisa membayangkan jika dia akan benar-benar menolak berinve-" "No ... no ... no." Anna menggoyangkan jari telunjuk bersamaan dengan kepalanya yang menggeleng. "Itu tidak akan terjadi," ucap Anna. "Hei, Josh." Dengan gerakan telunjuk dan jari tengah, Anna memanggil pengawal pribadinya. P
[ANDERSON BALDWIN - POV] ________________________ "Sial!" Aku mengumpat berulang kali. Napasku terasa berat ketika mengingat bagaimana wanita itu mengucapkan dua kalimat yang membuatku naik pitam. Berlutut padaku. "Cih!" Aku melampiaskan rasa frustasi ini pada meja kayu di depanku. Kupukul benda sial ini dengan sangat kuat. "Keterlaluan!" Aku meremas daguku sambil menggelengkan kepala. Beberapa hari yang lalu Octavia memberiku sebuah berkas di mana ada sebuah perusahaan rintisan yang mengajukan permohonan kerja sama. Aku sangat kagum ketika membaca visi dan misi perusahaan yang baru ingin memulai bisnis mereka itu. Baiklah. Dia ingin akuisi saham. Mudah saja. Aku bisa terima. Idenya lumayan dan aku suka pemikiran seperti itu. Aku begitu tertarik dengan ide dari perusahaan mereka lalu setelah membaca proposal yang mereka kirimkan, aku pun menyuruh Octavia menjadwalkan perte
Tiga tahun kemudian ... TheDiamondTechnologi.IncCompany _______________________________"Selama pagi, Ms. Anna," Seluruh pasang mata tampak begitu memperhatikan wanita dengan sejuta pesona itu, Anna Smith. Sepatu hak tinggi berwarna merah kesayangannya mengetuk memberikan irama yang indah membuat semua telinga memujanya. Semua orang di lobi utama sejenak menghentikan aktivitas mereka sekadar untuk menyambut bos sekaligus pemilik perusahaan ini. "Good morning, Ms. Anna," "Good Mor—" Anna menghentikan langkah. Jarinya terangkat hendak menarik kaca mata hitam kesayangannya dari balik batang hidung mancungnya. "Wait...." Anna bergumam sambil memperhatikan gadis yang baru saja menyapanya itu. Gadis itu tampak gelisah ketika bulu mata lentik milik bosnya terus me
Terlihat kelopak mata Marvin bergerak-gerak selama beberapa detik lalu akhirnya terbuka. Marvin mengernyit lalu berusaha menelan saliva untuk membasahi kerongkongannya. Tubuhnya benar-benar lemas.Marvin masih berusaha mengumpulkan kesadaran. Namun, saat kesadaran Marvin mulai terkumpul, lelaki itu kemudian menggeram. Rasa kram menjalar cepat, dirasakan Marvin pada lengan sebelah kanan. Sehingga lelaki itu langsung memutar wajahnya ke samping.Seketika kening Marvin mengerut saat melihat siapa yang sedang tertidur di samping ranjang dengan kepala berada di atas lengan Marvin. Dengan cepat, pria itu bangkit dan menarik lengannya.Terdengar geraman dari pemilik suara serak-serak basah itu. Disusul gerakan bulu mata. Perlahan-lahan, sepasang manik cokelat pun terlihat.&ldq
Anna melesak dari atas tempat tidur saat mendengar bunyi derap langkah. Seketika membuat jantungnya berdetak meningkat. Ia pun membetulkan pakaian Marvin lalu berdiri di samping ranjang.“Ms. Anna,” panggil Vic.Karena buru-buru, lelaki itu tidak mengetuk pintu. Mendapati senyum di wajah sang majikan, membuat Vic mengerutkan dahi. Untuk alasan apa wanita itu tersenyum dan malah membuatnya takut. Namun, mengingat ada sesuatu yang harus dikatakan oleh Vic, ia pun mengerjapkan mata lalu menggoyangkan kepala.“Aku sudah memanggil dokternya,” kata Vic.“Kalau begitu suruh dia masuk,” ucap Anna.Vic mengangguk lalu menoleh. Seorang pria dengan kemeja kotak-kotak dan celana kain hitam, masuk ke dalam kamar.“Bonjour,” sapa lelaki itu dengan hormat.Anna menelengkan wajah sambil mempertahankan senyum horornya. Ia benar-benar terlihat seperti Maleficent. Lebih baik dia memasang wajah tegas daripa
“Let’s play with me,” bisik Anna. Entah Marvin menyadarinya atau tidak, bibirnya kini mengering dan matanya mendadak perih. Serta membutuhkan waktu yang lama untuk menyeret alam bawah sadarnya kembali ke daratan sehingga ia bisa mengembuskan napas panjang dan menyahut dengan nada lirih, “Tidak.” Anna mengerutkan keningnya. Belum ingin menyerah, ia pun mendekat. Menempatkan bibir merahnya tepat satu inci di depan bibir Marvin. Sengaja membuat celah kecil ketika dilihatnya Marvin tengah mematri tatapan pada bibir sensualnya. “Yakin?” Lelaki itu mengerjap, mengembalikan instingnya dan ia pun memberanikan diri, menatap wanita di depannya. “Ya!” jawab Marvin dengan tegas. Lelaki itu meraih kedua tangan Anna dari atas pundaknya kemudian melepasnya begitu saja. “Aku harus kembali bekerja.” Dengan wajah tegas, pucat tak berekspresi, Marvin melangkah meninggalkan kamarnya. Bergegas menaiki anak tangga menuju lantai dua dan ia kembali ke kursi k
Marvin masih mencoba mengumpulkan kesadarannya. Namun ia tidak sadar jika sekarang kecepatan napasnya melebihi perpindahan detik, membuat dadanya naik turun.Sementara di ujung kakinya, berdiri seorang wanita dengan alis yang menukik tajam, tampak menghakimi. Wanita dalam balutan bathrobes dress merah itu berkacak pinggang. Dia tak kalah mendengkus.“Aku hanya keluar sebentar dan kau sudah bermalas-malasan di tempat tidur?!”Suara itu melengking hingga memekkan telinga. Marvin menundukkan kepala, lantas melepaskan desahan panjang. Untuk sekelebat lelaki itu berdiam diri. Memijat dahi dengan jempol dan jari tengahnya.“Maaf,” gumam Marvin. Akhirnya lelaki itu mengangkat pandangannya. “kepalaku pening dan aku tidak bisa berkonsentrasi, ja-&ldq
Aku seperti ngengat yang mengejar api. Dan kupikir aku telah gila karena mulai menyukai bagaimana caranya membakar diriku sehingga, untuk menjerit pun rasanya terlalu nikmat.[Marvin POV]___________Aku merasakan kedinginan menghujam ubun-ubun, hingga kupikir kedinginan itu mulai merasuk ke dalam tubuh dan membuat otakku membeku.Kupikir inilah cara terbaik untuk membuat pikiranku berhenti untuk memikirkan pesona wanita bernama Anna Smith itu. Wanita yang punya napas mint yang candu. Wanita yang gemar melepaskan kalimat sarkasme, wanita yang terlalu sering menatapku dengan tatapan dingin.Wanita yang punya otoriter yang besar dan mampu membuatku tunduk dan takluk. Aku tida
“Hahh ….”Embusan napas panjang dan berat itu telah memecah keheningan selama satu jam berlalu. Demi Tuhan, Marvin tak bisa membuat otaknya berkonsentrasi pada drawing tablet, dan monitor di depannya. Sementara matanya tak bisa berhenti bergerak untuk tidak menatap visual menggoda dan mengintimidasi di belakang layar laptopnya.Sehingga Marvin hanya bisa melepaskan desahan panjang dari mulut sambil melayangkan tangan kanannya yang memegang pen tablet ke udara. Wanita yang sejak tadi berdiam diri di kursi kerjanya itu kini mengerutkan dahi.“What the hell wrong with you.” Suara serak-serak basah itu membuat Marvin menatapnya.Melihat raut wajah Marvin yang menggeruskan kekesalan di sana malah membuat Anna tersenyum di dalam hatinya. Tidak ad
Matahari yang terbit menandakan hari baru, sejatinya sanggup membangunkan semangat semua orang, tetapi tidak dengan Marvin Aditya Wijaya. Ketika sinar mentari menelusup dari celah gorden yang tidak tertutup sempurna, membuat lelaki itu malah menggeram.Mungkin baru beberapa jam ia memejamkan mata. Ya. Marvin ingat betul. Setelah drama yang dibuat oleh Anna membuat Marvin terus mengumpat sepanjang malam. Ingin rasanya pria itu pergi dari kota ini. Membatalkan semua kontrak yang telah ia tandatangani. Andai saja ia bisa. Andai saja Marvin punya cukup kekuatan untuk bisa melawan Anna Smith, tentu saja Marvin akan melakukannya. Persetan jika ia miskin. Itu lebih baik daripada terjebak situasi gila seperti ini.Namun, pria itu sadar seratus persen kalau dirinya benar-benar telah menancapkan kepala pada liang bahaya dan sulit untuk keluar dari sana hidup-hidup. Marvi
“Kalau begitu … kalau begitu kau cari sendiri caranya,” ucap Anna.Dengan gampang dia melangkah. Melewati tubuh Marvin dan bersiap menuju ke lantai dua, akan tetapi langkahnya terhenti saat mendengar sesuatu. Gadis itu pun berhenti. Ia menggerakkan kepalanya. Menoleh kecil ke belakang. Seringaian kembali muncul di wajah Anna saat melihat apa yang dilakukan Marvin.Pria itu menelan harga dirinya dengan berlutut. Kepalanya tertunduk, selain rungunya yang dibiarkan tetap peka menangkap bunyi sepasang sepatu hak tinggi yang kini bergerak menghampirinya.Semilir angin yang bertiup ke tengkuknya, membuat tubuh Marvin bergidik. Alam bawah sadarnya telah menangkap teror besar yang mendekat dan sekarang tepat berada di depannya. Bulu roma Marvin berdiri sewaktu merasakan tekanan udara, seperti menyambar wajahnya.Dengan kepala yang masih terunduk itu, Marvin bisa melihat sepasang sepatu hak tinggi berwarna merah metalik tepat berada di depan lut
“Diam dan jangan bergerak.”Marvin terbelalak saat mendengar suara serak-serak basah itu berada tepat di depan tengkuknya. Suara tersebut sanggup membuat tubuhnya membeku. Pria itu menutup mata. Membiarkan tubuhnya bergetar sewaktu Anna memutar tubuhnya. Wangi parfum milik Anna Smith menyatu dengan angin. Seketika merasuk ke dalam penciuman Marvin. Membuatnya tak rela membuka kedua mata bahkan untuk sedetik. Naluri menginginkan Marvin untuk membiarkan parfum dengan wangi menyihir itu merasuk lebih jauh ke dalam penciuman hingga membekukan otaknya, akan tetapi sejurus kemudian matanya kembali terbelalak saat merasakan sesuatu menyerangnya tiba-tiba.HEKSeketika Marvin kehilangan napasnya sewaktu Anna menggenggam dirinya di bawah sana. Entah mengapa sentuhan itu sanggup membunuh seluruh kekuatan Marvin. Membuatnya lemah tak berdaya dan hanya bisa membeku di tempat.Dalam keadaan tak berdaya seperti sekarang ini, Marvin bisa merasakan senyum Ann