Share

BAB 2. SALAH TINGKAH.

Oom Bulus yang duduk di kemudi memandang ke arahku, “Ini tempat kostmu? “ tanyanya ketika aku masuk ke dalam mobil.

Aku menatap rumah kost, yang hanya memiliki luas 8 x 5 meter. Rumah kost yang dibuat petak-petak merupakan tempat kost yang sudah menjadi tempat tinggalku selama dua setengah tahun.

“Iyalah, oom kan melihat aku keluar dari bangunan itu?” protesku.

“Kamu aman dan nyaman tinggal di sini? Aku lihat banyak lelaki berwajah beringas.”

“Oom tempat kostku, ada mahasiswa, ada ojol, ada pegawai. Sepanjang saya tahu tidak ada yang muka beringas.”

“Itu, yang rambut gondrong, pakai kaos oblong bertato.”

“Oh, itu pak Wiro, pemilik kost. Di sebelahnya isterinya. Katanya sih mantan preman, isterinya mantan PSK. Tapi mereka baik hati kok. Sama aku mereka sopan, bahkan Jessika sering diberikan makanan.”

“Hati-hati lho, banyak orang di depan bermuka baik tapi ada maunya.”

“Kalau Jessika tidur, di samping kunci, aku gembok dan pakai rantai. Tapi selama ini aman-aman saja.” Kataku.

Oom Bulus menjemputku dari tempat kost mengajakku makan siang. Setelah beberapa kali ke apartemennya atas permintaan oom Bimo, kami akhirnya saling tukar menukar nomor ponsel. Tadi pagi oom Bulus baru menelponku.

“Jessika, ini hari Sabtu, kamu sedang ngapain?”

“Cuci baju oom.”

“Sesudah cuci ?”

“Mandi dan langsung tidur. Cuci dan tidur sendiri,” kataku mengulang perkataan oom Bulus waktu kami berjumpa pertama kali.

Terdengar suaranya tertawa terbahak-bahak di telepon.

“ Sudah makan?”

“Belum, nanti ke warung langganan beli nasi rames, makan sendiri." kataku mengulang kembali kata-kata oom Bulus.

“Yuk, oom ajak makan siang. Kita jalan-jalan dulu lalu makan siang.”

“Wah, ajakan yang menyenangkan.”

“Sepuluh menit saya ke sana.” pungkas oom Bulus , suaranya terdengar ceria.

Sekarang aku sudah di dalam mobil bersama oom Bulus yang menatapku.

“Ke kampus, jalan-jalan bajunya itu-itu saja.”

“Memang hanya ini yang saya miliki. Saya tidak fashionable. Untuk terlihat fashionable perlu duit.”

“Kamu sih tetap terlihat cantik, kecantikan yang kamu miliki natural, tanpa pulasan makeup , tanpa lisptik, aura kecantikanmu menonjol, apalagi kalau Jessika mencoba berpakaian modis, banyak lelaki akan mengalihkan pandangan matanya ke arahmu.”

“Terima kasih oom atas pujiannya. Bagi Jessika sih itu tidak perlu. Yang penting uang beasiswa , Jessika bayar uang kuliah dan beli buku. Uang part timer untuk kirim ke mama.”

Sebenarnya aku bingung merespons perkataan oom Bulus. Aku tidak biasa bercerita banyak hal mengenai diriku pada orang lain, tapi dengan oom Bulus apa yang ada di pikiranku langsung tercetus keluar. Sebenarnya ada keinginan bergaul dan kongkow-kongkow dengan teman-teman di café yang seumuran denganku, tapi penampilan dan uang yang ada tidak memungkinkan.

“Katamu mereka yang les privat akan berhenti setelah lulus, lalu sudah ada calon murid?”

“Masih mencari oom, aku ada pasang iklan di supermarket dekat apartemen, siapa tahu ada yang cari  guru privat.”

“Mm. Oom boleh usul?”

“Silahkan.”

“ Owner perusahaan oom , minta oom membuat laporan keuangan pribadinya. Sejak dia ke luar negeri sampai sekarang oom belum buat. Bisakah Jessika membantu oom membuatnya?”

“Oh, itu mah kecil, semacam bikin buat laporan pemasukan dan pengeluaran?” tanyaku.

“Semacam itu.”

“Serahkan kepadaku.”

“Berapa yang harus saya bayar?”

“Ih ! Belum kerja , saya tidak tahu bobot kerjanya, oom tanya berapa yang harus oom bayar. Siapa tahu bayaran yang oom minta tidak sesuai dengan bobot kerjanya ?” kataku sambil tertawa.

Mobil memasuki area restoran di pinggiran kota, masakan khas Sunda dengan pondok-pondok kecil. Oom Bulus menggandeng tanganku, kami memasuki pondok, diikuti waitres yang berpakaian Sunda.

Ada risih ketika oom Bulus menggenggam tanganku,'Ah, anggap saja dia ayah,' batinku lalu mempererat genggaman tangan. Ada kehangatan mengalir di tangan menyentuh seluruh tubuhku. Tak sengaja aku menatap oom Bulus yang rupanya sedari tadi tersenyum-senyum , "Genggaman tangan oom seperti ayahku kalau menggenggam tanganku, takut aku hilang."

"Aku juga takut kalau Jeje hilang," katanya dan menggenggam tanganku erat-erat.

Ada rasa nyaman dalam genggamannya, tidak sadar aku mendekatkan tubuhku ke tubuh oom Bulus, kami bagaikan ayah dan anak.

Sesampai di pondok, oom duduk di ujung pondik melepaskan sniker yang dipakainya. Tangannya meraih sepatu ceperku. Aku menepis tangannya,"Jangan oom, kotor." Kataku.

Oom Bulus mengambil tanganku, meletakkannya di pahaku, kemudian melepaskan sepatuku. Ada rasa malu, bukan karena oom Bulus melepaskan sepatuku, tapi sepatu warna hitam sudah butut karena hari-hari dipakai ke kampus.

“Mau pesan apa Jes?”

“Karena oom yang traktir, aku ikutan saja.” Jawabku.

Oom Bulus lalu menyampaikan pesanan makanan. Sambil menunggu kami memberi makan ikan yang berenang di bawah sambil berebutan makanan ikan dengan oom Bulus, aku tertawa dan tidak sengaja memegang tangannya yang berbulu. Aku awalnya merasa risih, tapi lama kelamaan aku suka jika tanganku bersenggolan dengan tangan oom Bulus yang besar dan kuat.

Setelah makanan tiba, aku dibuat kaget dengan gaya oom Bulus makan. Aku berusaha makan dengan sopan , pakai  sendok, tapi oom Bulus mencuci tangannya langsung mengambil makanan dengan tangannya, dan makan dengan tangan.

“ Enakan makan gaya tradisional.”

Aku akhirnya mengikuti gaya oom Bulus. Oom duduk bersila, satu kakinya di tekuk, nampak pahanya yang penuh bulu memamerkan dirinya padaku. Aku menunduk malu, karena oom Bulus memakai celana pendek. Rupanya oom Bulus mengetahuinya , sengaja membuat aku semakin tersipu malu dan salah tingkah. Betul kata Sari, oom Bulus genit, batinku.

Selesai makan kami keluar dari area restoran.

“Kita jalan-jalan?” tanya oom Bulus.

“Terserah oom, saya jadinya mengantuk. Kenyang banget. “

Sejak ngekost aku tidak pernah makan makanan enak, aku hanya makan dua kali sehari, kadang-kadang mie intel, atau kalau ada uang lebih beli makanan di warung ibu Wiro, si pemilik kost.

Tiba-tiba hujan turun. Air terlihat tergenang di mana-mana menimbulkan kemacetan membuat para pengendara frustasi, termasuk oom Bulus. Kendaraan terjebak dalam antrean panjang, lambat bergerak membuat oom Bulus memasang musik di mobil. Terjebak kemacetan membuat aku yang sudah mengantuk langsung tertidur. Aku dikagetkan dengan sentuhan  lembut oom Bulus yang mengelus pipiku, “ Jessika bangun, kita sudah sampai.”

Aku mengedarkan mataku, “ Di mana kita?” tanyaku.

“Di basement apartemen, kamu tertidur. Lanjutkan tidurmu di kamarku.”

“Oom aku pulang saja.” Jawabku.

“Masih hujan keras. Mungkin hujannya sampai malam.”

Dengan memegang pundakku oom Bulus mengajakku ke kamarnya melalui lift. Sesampai di kamarnya, aku diajaknya ke kamar tidur, aku menolak. Tanpa mengatakan sesuautu oom Bulus mengangkat dan menggendongku ala bridal,  membaringkan tubuhku di tempat tidur. Karena masih mengantuk aku tertidur kembali.

Aku bangun karena ingin pipis. Betapa kagetnya diriku melihat oom Bulus duduk di kepala tempat tidur, sibuk dengan laptopnya.  Aku langsung turun berlari kecil ke kamar mandi.

"Hai, ada apa?" tanya oom Bulus.

"Aku kebelet pipis oom,"

"Oh !" terdengar napas lega.

Aku keluar dari kamar mandi, duduk di ujung tempat tidur dengan perasaan malu.

"Maaf oom saya ngantuk sekali, entah mengapa akhir-akhir ini saya sulit tidur. Mungkin karena kenyang dan tempat tidurnya empuk saya tidur nyenyak. Oom belum tidur?" cicitku karena rasa bersalah.

"Hmm, oom tidak berani tidur di sampingmu, nanti Jessika pikir oom melakukan yang aneh-aneh."

"Ah, oom kan seperti papaku, tidak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh?" jawabku.

"Mau makan malam?"

"Rasanya masih kenyang oom,kalau oom mau makan malam silahkan !" kataku lalu beranjak keluar kamar tidur.

"Jessika, mau ke mana?"

"Mau pulang oom," jawabku.

"Sudah jam sepuluh malam, tidur saja di sini."

"Jangan oom. Sebenarnya kamar tidur ini kan privasi oom, saya keterlaluan sudah tidur di ranjang oom yang super enak membuatku tidur nyenyak."

"Tidurlah di sini. Nanti oom tidur di sofa."

"Nah ! Si pemilik kamar tidur harus hengkang tidur di sofa, itu tidak adil !" jawabku. 

"Jessika, sekali-kali temani oom tidur."

Aku menatap oom Bulus, ada tatapan sayu pada matanya, " Jangan aneh-aneh ya oom." 

"Mmm.."

"Tapi aku tidak bawa baju ganti."

Mendengar perkataanku, oom Bulus berdiri menuju ke lemari pakaian, mengambil kaos oblong putih dan celana pendek dengan ikat pinggang, memberinya padaku, "Pakai ini, agak kebesaran, daripada kamu pakai celana jeans dan blus kemeja tidak nyaman buat tidur."

Aku mengambilnya lalu masuk ke kamar mandi. Aku membuka semua yang melekat di tubuhku, menggantungnya di hanger, memakai kaos oblong dan celana pendek. Aku mencuci celana dalamku yang agak basah lalu keluar kamar mandi. Oom Bulus menatapku dengan tersenyum.

"Baju kebesaran." kataku memamerkan dengan bergaya bak peragawati.

Aku melihat oom Bulus menelan ludahnya, jakunnya naik turun melihat ke arahku. Aku baru sadar ketika mengaitkan baju kaos yang kebesaran menampakkan kedua payudaraku menonjol dari balik baju kaos.

"Gorgeous." terdengar desahan oom Bulus.

Aku tersipu malu, salah tingkah, melepaskan tanganku yang mengait baju kaos," Maaf saya kalau tidur tidak suka pakai bra."

"Tidak apa-apa, memang lebih baik lepaskan bra kalau tidur, baik untuk kesehatan payudara." bisik oom Bulus, mengatur bantal , mematikan lampu kamar tidur, hanya lampu kecil di dinding yang dibiarkan menyala.

"Oom.."

"Kamu takut gelap?"

"Oom ...."

"Ada apa sayang.."

"Maukah oom memelukku?" tanyaku berusaha melihat wajahnya, tapi tidak nampak apa yang tersirat di wajahnya karena gelap.

Tidak ada tanggapan. Karena tidak ada tanggapan oom Bulus dan tidak bisa melihat wajahnya, aku meraba-raba dan mendapatkan tangan oom Bulus yang sedang terangkat akan memelukku.

"Peluk aku oom, " bisikku.

Aku merasakan deru napas oom Bulus di wajahku, bukan memelukku malah oom Bulus menciumku.

"Oomm...."

" Sstt...Aku akan memberikan ciuman selamat tidur, kemudian memelukmu." terdengar bisikan di telingaku.

Aku merasa geli ,"Geli oom."

Aku merasakan bibir oom Bulus menempel erat di bibirku, mencium, mengulum dengan rakus. Aku merasakan sensasi nikmat ketika oom Bulus mencium , mengulum , memainkan lidahku, aku tidak menolak meskipun ada keinginan menolak, hati kecil berlawanan dengan hasrat. Aku membalas ciuman oom Bulus, membiarkan lidahku disedot oleh oom Bulus, kami saling bertukar saliva, aku mendesah ketika tangan oom Bulus masuk ke dalam kaos, meraba kedua payudaraku, meremas, memelintir putingku bergantian.

"Oom.. jangan diteruskan." bisikkku.

"Kamu nikmat banget.."

"Oom.., please. Saya tidak bisa."

Yang keluar dari mulutku berlawanan dengan tubuhku, aku membiarkan ketika oom Bulus, membuka baju kaos, menundukkan kepalanya ke arah kedua payudaraku, melumat putingku bergantian. Aku menahan napas teringat kemarin sore ketika aku ke rumah oom Bimo.

Aku mendapati Sari dan Surya sedang melakukan adegan dewasa, terdengar desahan erangan Sari dan geraman Surya. Aku melihat tubuh telanjang mereka bergulingan , saling memagut di kamar kosong. Waktu itu oom Bimo , tante Mayang dan Sakti sedang pergi ke Bekasi.

Aku sempat lemas ,mataku tidak lepas dari tontotan yang ada di depan mataku," Sur, yang keras dan cepat ! " terdengar suara Sari memerintah.

Aku melihat milik Surya yang besar, kokoh dikeluarkan dari dalam lalu memasukkan kembali ke dalam, terdengar jeritan Sari, " Surya !" Mereka kembali berguling , berpagut dan bergelonjotan. Aku hampir menjerit melihat milik Surya yang tiba-tiba hilang , yang nampak dua tubuh telanjang saling bergelut.

Sekarang di kamar ini oom Bulus pasti akan melakukannya denganku, refleks aku menarik tubuhku dengan kuat, " angan oom. !" lalu mejauhkan tubuhku dari tubuh oom Bulus, keluar kamar tidur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status