Seperti apa yang sudah dia janjikan pada Tazkia bahwa sore ini selepas bekerja Fadli akan mampir ke kediaman baru orang tua Tazkia.Lelaki itu datang membawa buah tangan berupa buah-buahan segar yang dia berikan pada Dina yang saat itu memang sedang menyapu di teras rumah.Cukup lama tatapan Dina tertuju pada wajah tampan Fadli hingga setelahnya, kedua bola mata Dina pun melebar begitu dia mengingat akan suatu hal.Setelah mempersilahkan Fadli duduk di teras, Dina masuk untuk memanggil Tazkia yang sedang mengenakan hijabnya."Kia, itu lelaki di depan itu, lelaki yang dulu pernah dateng ke rumah lama kita dulu, yang kemarin ibu ceritain ke kamu itu,"Tazkia mengerutkan kening, menatap tak mengerti apa yang dibicarakan sang ibu."Ya ampun, itu dia lelaki berseragam SMA yang dulu pernah dateng ke rumah bawa obat cacing untuk kamu pas kamu sakit tipes dan dirawat, ah kamu mah masih muda udah pikunan," Dina jadi ngedumel."Ih apaan sih Ibu, nggak jelas banget lagian," timpal Tazkia yang ke
Awan hitam pekat menggantung di langit, memancarkan cahaya petir dengan suara guntur yang menggelegar.Tetes demi tetes air yang berjatuhan dari langit semakin lama semakin banyak.Tazkia dan Fadli yang saat itu masih mengobrol di teras akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam rumah karena mulai terciprat buih hujan yang menderas.Kebetulan, Dina baru saja menggoreng pisang yang akhirnya dia suguhkan pada Fadli di ruang tamu."Aduh, Mira bawa payung nggak ya tadi? Jam segini biasanya dia sudah di jalan pulang," ujar Dina seraya menengok ke arah luar melalui jendela. Raut rentanya menunjukkan rasa khawatir."Paling Mba Mira naik taksi, Bu." Sahut Tazkia yang sedang mencemil pisang goreng. "Ayo di makan, Fad. Pisang goreng buatan ibu itu, adalah pisang goreng terenak yang pernah aku coba seumur hidup," tambah Tazkia seraya melirik ke arah Dina yang hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala."Iya, dulu Kia ini paling girang kalau Ibu bekelin pisang goreng ke sekolah," balas Dina bercer
Tok! Tok! Tok!"Kia, Mba Mira? Apa saya boleh masuk?" Ucap Regi setengah berteriak.Dina yang saat itu tahu bahwa Regi hendak masuk ke dalam kamar putrinya langsung menghentikan kegiatannya di dapur dan beranjak ke depan.Tapi, saat Dina hendak mengambil tindakan, pintu kamar itu sudah lebih dulu terbuka dari dalam.Mira keluar dan mempersilahkan Regi masuk ke dalam kamar itu.Wajah Mira mendadak pucat dengan perasaan was-was, berharap keberadaan Fadli di dalam lemari kamar itu, tidak diketahui oleh Regi."Nak Fadlinya kemana? Kok Regi kamu suruh masuk?" Tanya Dina kebingungan saat Mira menggiringnya ke dapur."Sssttt, jangan kenceng-kenceng Bu, ngomongnya! Nanti Regi denger!" Omel Mira sambil sesekali menoleh keluar pintu dapur. "Fadli, Mira umpetin di dalam lemari," beritahu Mira yang nyaris membuat Dina hampir pingsan, saking terkejut.Sementara itu di dalam kamar, Regi yang melihat Tazkia kini terbaring lemah di tempat tidur sudah duduk di sisi ranjang tepat di sebelah Tazkia. Tan
"Sandra hanya akan kujadikan sebagai objek kepuasan pribadiku di dalam ruang kenikmatan... Ya, hanya sebatas itu..." Bisik Regi dengan bibirnya yang kini hampir menempel di wajah Tazkia.Hembusan hangat napas Regi menerpa permukaan wajah Tazkia yang halus.Dan sebuah suara kecil yang berasal dari dalam lemari tepat di sisi mereka berdiri jelas mengejutkan Regi yang reflek mengulurkan tangan untuk membuka lemari tersebut ketika wajahnya tiba-tiba ditarik Tazkia yang berjinjit menjalin ciuman, membuat Regi terkejut hingga menghentikan niatnya untuk membuka pintu lemari.Keduanya bercumbu saling memagut bibir dengan bernafsu ketika tiba-tiba ponsel Regi berdering.Merasa punya kesempatan untuk mengelak, Tazkia mendorong tubuh Regi agar sang suami lekas menjawab panggilan telepon itu.Setengah berdecak kesal, Regi meraih ponselnya di nakas, dan saat nama Sandra tertera di sana, Regi pun meminta izin untuk keluar sebentar hendak mengangkat teleponnya.Dengan senang hati, Tazkia mengizinkan
Hujan memang sudah reda sejak tadi, namun hawa dinginnya masih menusuk hingga ke tulang.Fadli yang saat itu hanya mengenakan sweater tipis untuk pakaian luarnya jelas menggigil saat tubuhnya kini harus berhadapan dengan terpaan angin kencang jalanan. Tak kuat menahan dingin, Fadli pun melajukan kendaraannya dengan kecepatan sedang.Sebuah mobil mewah berwarna hitam tampak melaju cepat dari arah belakang, menukik tajam saat posisinya sudah berhasil menyamai motor Fadli.Fadli pun mengerem mendadak motornya ketika mobil hitam itu kini menghadang jalur di depannya.Seorang lelaki berjas kantor keluar dari mobil tersebut, tersenyum ramah seperti biasa.Dan Fadli cukup terkejut mendapati Regi kini ada di hadapannya.Selesai Fadli menepikan motor, lalu kedua lelaki itu berdiri saling berhadapan dengan jarak yang terbilang cukup dekat, barulah seringai mengerikan Regi terlihat jelas di mata Fadli."Maaf mengganggu waktunya sebentar, Dokter! Bisa kita bicara?" Tanya Regi dengan suaranya yang
Memasuki lobby Area Rumah Sakit di mana Dokter Fadli bekerja, Tazkia dan kedua orang tuanya menunggu kedatangan Fadli yang sudah mendaftarkan pasien bernama Gading Supriyanto di poli mata.Setibanya Fadli di sana, mereka pun langsung dipersilahkan menuju ruang pemeriksaan.Dina masuk menemani Gading saat sang suami hendak diperiksa, sementara Fadli dan Tazkia menunggu di luar ruangan."Sebelumnya, terima kasih banyak loh, kamu udah repot-repot urus pendaftaran Bapak hari ini," ucap Tazkia membuka percakapan.Lelaki berjas putih kedokteran yang duduk di sebelahnya itu tersenyum, "Nggak repot kok, justru saya malah senang bisa bantu Bapak, siapa tau setelah ini, Bapak bisa melihat normal lagi meski dalam suasana redup,""Aamiin." Sahut Tazkia. "Btw, kamu lagi nggak ada pasien? Kok bisa keluyuran?" Tanya Tazkia sedikit heran."Ada, cuma sedikit. Udah selesai tadi.""Oh, begitu.""Kamu udah makan siang belum?" Tanya Fadli kemudian."Hm, belum sih. Nanti aja tunggu Bapak selesai diperiksa,
Sore harinya, Tazkia pergi ke kediaman baru suaminya untuk menemui Sandra.Meski sadar apa yang dia lakukan akan mencoreng harga dirinya, namun Tazkia tidak perduli karena dia berpikir bagaimana pun nyawa Sandra lebih penting dari sekadar kepentingan pribadi dan ego.Jika kemarin-kemarin Tazkia memang merasa sangat membenci Sandra hingga justru menyumpahi Sandra akan mengalami nasib sial yang sama seperti dirinya, tapi kini dia justru merasa kasihan pada Sandra.Entah apa yang membuat Tazkia bisa merasakan hal ini terhadap Sandra?Kebencian itu, kecemburuan itu, kemarahan itu kini seolah hilang dalam kejapan mata, menyisakan kekhawatiran mendalam dan perasaan bersalah di hatinya.Sebelum semuanya terlambat, maka akan lebih baik Tazkia mengakhirinya sekarang.Yakni, dengan berbicara jujur tentang kebiadaban Regi yang sesungguhnya."Ada perlu apa?" Tanya Sandra saat dirinya dan Tazkia kini ada di Gazebo yang terletak di halaman belakang rumah Sandra.Sandra yang jelas terkejut mendapati
Tiga hari berlalu sejak Tazkia mendatangi Sandra ke kediaman baru suaminya, Tazkia tak sama sekali mendapat kabar apapun dari Sandra.Sandra yang tetap kekeuh tak mempercayai apa yang Tazkia katakan tentang Regi dan malah menuduh Tazkia sedang mencari cara untuk menyingkirkan Sandra dari kehidupan Regi.Sekuat apapun Tazkia berusaha meyakinkan Sandra, pada akhirnya, wanita itu tak juga mau mengerti akan bahaya yang sedang menguntitnya.Hingga akhirnya, Tazkia pun terpaksa menyerah dan pulang dengan tangan hampa.Meski tak bisa dipungkiri, jika sampai detik ini Tazkia tetap saja mengkhawatirkan kondisi Sandra.Hari ini Tazkia dimintai tolong sang Ibu untuk mengambil hasil pemeriksaan mata, Ayahnya, ke rumah sakit. Dina sibuk di rumah karena harus menyelesaikan pesanan jahitan yang akhir-akhir ini membludak jumlahnya.Padahal, saat bangun tadi, Tazkia merasa tubuhnya yang akhir-akhir ini kurang fit terasa semakin parah dari hari ke hari.Pusing di pagi hari dan mual yang menyiksa hingga