“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.
“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.
Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.
“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.
“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
“Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus
“Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar
“Jonah! Ayo cepat pakai sepatumu kita hampir terlambat, Sayang! Mama ada meeting penting pagi ini,” seru Arabella sambil memasukkan potongan roti terakhir ke dalam mulut dan memasukkan roti ke kotak bekal Jonah.“Ya, Ma. aku sudah selesai. Hari ini aku juga punya janji penting dengan Kimiko,” balas bocah sembilan tahun dengan bangga dan suara yang mulai sedikit berubah.“Haa? Janji apa dengan Kimiko? Kalian akan pergi ke taman hiburan seperti minggu lalu?” tanya Arabella lagi sambil berlari ke depan dan membuka pintu dengan bawaan di kedua tangannya, lalu masuk ke mobil untuk menaruh semuanya agar tidak ketinggalan.“Rahasia, Mama Cantik,” jawab Jonah tertawa kecil, lalu naik ke mobil dan mengenakan sabuk pengaman.Setelah mengunci pintu, Arabella mengeluarkan mobil dari garasi dan berhenti di pinggir jalan, lalu turun untuk mengunci pagar. Kemudian dia naik ke mobil dan kendaraan mini SUV itu pun melaju.“Jonah, Mama tidak mau kau pergi tanpa sepengetahuan Mama, mengerti? Pokoknya ka
“Ma, Jonah boleh ikut Kimi pergi berkemah?” tanya Jonah malam sebelum tidur. Arabella baru saja membereskan pekerjaannya dan masuk ke kamar Jonah untuk mengantarnya tidur. Kebiasaan Jonah, sebelum tidur dia selalu ingin ibunya mengusap punggungnya hingga tertidur.“Kimiko minta Jonah ikut?” tanya Arabella mencari tahu.Jonah mengangguk.“Kenapa Kimiko minta Jonah ikut?” tanya Arabella lagi.Jonah mengedikkan bahunya sambil naik ke atas ranjang dan menarik selimut hingga menutupi dada kecilnya.“Pasti ada alasannya. Apa kau dan Kimiko merencanakan sesuatu?” tebak Arabella.Jonah menggeleng dan matanya mulai terlihat mengantuk setelah menguap beberapa kali.***Bunyi ponsel di samping ranjangnya mau tidak mau membuat Arabella bangkit dari rebahan untuk meraih ponsel yang terus berbunyi,“Ya, ada apa Josh? Kau di mana? Apa baru pulang dari kantor? atau kau butuh bantuan hukum dariku?” tanya Arabella seperti biasa dengan setumpuk pertanyaan.Joshua tertawa di seberang ponsel.“Tidak, Ara
Sejak matahari belum muncul di ufuk timur, Jonah sudah bangun dan bersiap dengan semangat.“Mama buatkan spaghetti dengan taburan cheddar, Jonah. Habiskan sebelum kau pergi. Mama masih harus ke kantor setelah kau pergi dengan Kimiko nanti. Apa kau ingin sesuatu?” tanya Arabella sambil bersiap ke kamar mandi setelah menyiapkan sarapan.“Cukup, Ma. Cukup spaghetti dan susu cokelat saja,” jawab Jonah sambil mengangguk senang.Tas berisi pakaian dan beberapa makanan dan camilan sudah disiapkannya di sofa depan. Juga air putih dalam kemasan besar yang sengaja dibeli Arabella agar anaknya jangan sampai dehidrasi nanti.Arabella belum pernah pergi berkemah, jadi bayangan berkemah dengan lokasi hutan yang penuh dengan serangga membuatnya khawatir. Belum lagi teringat pertanyaan Peter tentang serbuk bunga yang sering menimbulkan alergi membuatnya semakin khawatir. Wanita itu sampai mencari di mesin pencarian tentang sebuk bunga yang menimbulkan alergi serta pengobatannya. Dan untuk beberapa sa
“Josh! Kau mengejutkanku!” seru Arabella terkejut saat mengetahui sumber suara itu.“Maaf, siapa lelaki itu?” tanya Joshua dengan suara yang terdengar cemburu.“Dia ayah Kimiko, teman Jonah. Hari ini mereka akan pergi berkemah di hutan kota, Josh,” jelas Arabella dan berjalan masuk ke rumah.“Kau mau teh?” tanya Arabella lagi ketika mereka sudah duduk di meja makan.“Boleh, terima kasih, Ara,” jawab Joshua sambil kembali terkenang kejadian barusan. Dia bisa merasakan Arabella menyukai Peter, begitu juga sebaliknya dari pandangan mereka. Joshua tiba beberapa menit tadi dan tidak langsung turun, dia sempat melihat Jonah naik ke RV, lalu diikuti Kimiko dan meninggalkan dua orang dewasa itu saling berpandangan. Joshua menarik napas dalam-dalam dan mengempaskannya dengan kuat.‘Apa yang kau takutkan belum tentu terjadi, Josh. Jangan berprasangka buruk pada sesuatu yang belum terjadi.’‘Tapi, kalau sudah terjadi, bukankah itu sudah terlambat?’‘Kau harus segera bertindak kalau tidak ingin
Setelah selesai mendirikan tenda, tiba-tiba Peter teringat kedua bocah itu ke arah sungai! Air sungai akan pasang mulai tengah hari, tetapi air sungai itu berasal dari pegunungan yang jauh di belakang hutan dan kemarin hujan besar terjadi di atas gunung. Itu berarti debit air sungai akan segera naik.Dia segera berlari ke arah sungai dan menemukan kedua bocah itu sedang asyik bermain air tanpa menyadari debit air sungai yang naik.“JONAH, KIMI!!! Ayo cepat naik! Kalian tidak memperhatikan debit air sungai sudah naik sampai ke dada kalian!” seru Peter cepat dan membantu ke dua bocah yang masih terbengong mendengar teriakannya.“Kenapa airnya bisa naik, Papa?” tanya Kimiko heran dengan kepala yang miring dan alis yang hampir menyatu.“Iya, Paman. Kenapa airnya bisa naik? Tadi tidak ada hujan?” tanya Jonah ikut heran.“Kalian belum mendapat pelajaran tentang fenomena air di sekolah? Sudah sekarang kita kembali ke RV dan kalian harus segera mandi, kemudian makan siang,” putus Peter yang
“Kau suka?” tanya Kimiko pada Jonah saat peter sudah menyalakan api anggun dan hawa panas dari api anggun mampu mengalahkan dinginnya malam ini.“Tentu. Aku suka sekali. Ternyata seperti ini rasanya di depan api anggun. Jauh berbeda dari api perapian yang ada di rumah saat musim dingin. Iya kan?” jawab Jonah dengan semangat dan senyum yang terus terukir dari wajah tampan lelaki kecil itu.Kimiko terbahak mendengar jawaban Jonah. “Tentu saja berbeda, Jonah. Kau bisa rasakan panas dari lidah api yang menari-nari di udara, itu … itu, coba kau rasakan! Terasa tidak?” seru Kimiko sambil menunjuk ke arah api anggun yang bergerak-gerak seperti sedang menari.Jonah mendekati api untuk merasakan dari dekat.“Jangan terlalu dekat, Jonah! Kau bisa ikut terbakar!” teriak Kimiko melihat Jonah yang terlalu dekat dengan lidah api, tetapi yang diteriaki malah tertawa senang.“Kau benar, Kimi. Hangatnya jauh berbeda. Aku suka di dekatnya,” seru Jonah tertawa sambil menggosok kedua tangannya yang teras