Share

Ayah yang Sempurna Untuk Jonah
Ayah yang Sempurna Untuk Jonah
Author: Lynelle Kim

1. Janji

“Jonah! Ayo cepat pakai sepatumu kita hampir terlambat, Sayang! Mama ada meeting penting pagi ini,” seru Arabella sambil memasukkan potongan roti terakhir ke dalam mulut dan memasukkan roti ke kotak bekal Jonah.

“Ya, Ma. aku sudah selesai. Hari ini aku juga punya janji penting dengan Kimiko,” balas bocah sembilan tahun dengan bangga dan suara yang mulai sedikit berubah.

“Haa? Janji apa dengan Kimiko? Kalian akan pergi ke taman hiburan seperti minggu lalu?” tanya Arabella lagi sambil berlari ke depan dan membuka pintu dengan bawaan di kedua tangannya, lalu masuk ke mobil untuk menaruh semuanya agar tidak ketinggalan.

“Rahasia, Mama Cantik,” jawab Jonah tertawa kecil, lalu naik ke mobil dan mengenakan sabuk pengaman.

Setelah mengunci pintu, Arabella mengeluarkan mobil dari garasi dan berhenti di pinggir jalan, lalu turun untuk mengunci pagar. Kemudian dia naik ke mobil dan kendaraan mini SUV itu pun melaju.

“Jonah, Mama tidak mau kau pergi tanpa sepengetahuan Mama, mengerti? Pokoknya kalau mau pergi dengan Kimiko, beritahukan pada Miss Agnes, oke? Jangan buat Mama cemas,” omel Arabella sambil terus berkonsentrasi pada jalanan yang semakin ramai.

“Tidak, Ma. Kami hanya ingin membicarakan sesuatu. Nanti Mama juga akan tahu,” ucap Jonah sambil melemparkan pandangan keluar dari kaca mobil yang melaju perlahan karena macet.

Mendekati Blessing Elementary School, Arabella mulai menepikan kendaraan ke sebelah kiri mengikuti barisan mobil yang melaju pelan memasukki areal sekolah untuk menurunkan anak-anak.

“Bye, Ma,” salam Jonah sebelum turun dari mobil dengan tas ransel di punggung serta tas bekal di tangan kanannya sambil melambaikan tangan pada Arabella.

“Ingat, Jonah ….” Arabella seperti hendak kembali menceramahi anak kecil itu tetapi satpam sekolah sudah meniup peluit agar Arabela segera maju karena melihat Jonah sudah turun dari mobil.

“Iya, Mama Cantik. Hati-hati, Ma!” seru Jonah dengan suaranya yang nyaring mengiringi mini SUV itu yang mulai melaju menjauh meninggalkan sekolah.

Hampir dua puluh menit kemudian, mini SUV itu memasukki areal parkir gedung perkantoran yang ramai. Arabela turun setelah memarkirkan mobilnya di antara puluhan mobil yang semuanya adalah pekerja di berbagai kantor yang ada di gedung itu.

Bunyi ponsel membuatnya melambatkan langkah dan meraih ponsel yang ada di kantong blazer kelabu yang dikenakannya.

Dahinya mengernyit saat melihat layar hanya nomor yang tertera di sana. Siapa yang meneleponnya pagi-pagi?

“Selamat pagi, dengan Arabela Stuart di sini. Ada yang bisa saya bantu?” sapa wanita dua puluh tujuh tahun itu dengan ramah. Kakinya melangkah memasuki lift yang sudah penuh lalu pintu menutup.

“Halo???” Sambungan ponsel terputus seketika ketika berada di dalam lift.

Sampai di lantai lima, lift berhenti dan serombongan karyawan turun termasuk Arabela. Kantornya terletak di lantai lima di sayap sebelah kanan. Tanpa menghiraukan ponsel yang terputus, dia melangkah menuju kantornya dengan penuh percaya diri.

“Ara, Tuan Blackmores sudah menunggumu,” lapor seorang wanita yang duduk di dekat pintu masuk. Arabela mengangguk ramah padanya dan terus melangkah menuju kantornya di ujung ruangan.

Bunyi ponsel membuatnya kembali melambatkan langkah dan segera mengangkatnya.

“Ya?”

“Arabella Stuart? Saya Peter Jackson. Anak saya Kimiko Jackson berteman dengan Jonah Stuart anak anda. Rencananya hari Sabtu besok saya dan Kimiko akan pergi berkemah di hutan kota. Apa Jonah boleh ikut?” suara laki-laki itu terdengar ramah dan juga lembut. Arabella terpesona dengan suaranya.

“Maaf, Arabella Stuart? Anda mendengarkan saya?”

“Ah-eh, iya ya, saya mendengarkan anda. Tapi darimana anda tahu nomor telepon saya? Jonah yang memberitahukannya?” tanya Arabella heran. Dia sudah pernah mengingatkan Jonah untuk tidak sembarang memberikan nomor telepon baik rumah maupun ponsel ke sembarang orang.

“Iya, benar. Jonah yang memberitahu saya untuk langsung menelepon anda agar mengijinkan dia ikut. Bagaimana? Apakah boleh?”

“Hari Sabtu ya? Masih tiga hari lagi. Saya akan memikirkannya,” jawab Arabella cepat karena dia sudah tiba di depan kantor dan seseorang sudah duduk di dalam menunggunya.

Segera setelah memutuskan telepon, Arabella masuk ke dalam kantor dan memulai hari dengan meeting pagi bersama Tuan Blackmores salah satu klien di kantor pengacara tempat Arabella bekerja. Kesibukannya segera membuatnya melupakan telepon dari Peter tadi.

Menjelang istirahat siang dia segera bergegas menjemput Jonah yang sudah pulang dari sekolah, lalu menyiapkan anak itu dan kemudian mengantarkannya ke beberapa tempat kursus di satu lokasi dekat gedung perkantorannya. Hingga jam pulang kantor dia akan menjemput Jonah di sana, setiap hari.

Rutinitas setiap hari yang membuat Arabella tidak lagi memikirkan suaminya yang telah tiada dua tahun lalu karena kecelakaan lalu lintas. Bekerja dan mengurus Jonah membantu Arabella untuk tidak larut dalam kesedihan.

“Jonah, apa yang sedang kau rencanakan dengan Kimiko? Apa kalian berencana pergi berkemah bersama Papa Kimiko?”

“Ah … Paman Peter sudah menelepon Mama, ya?” tebak Jonah saat naik ke mobil dan langsung mengenakan sabuk pengaman.

“Iya, tadi dia menelepon Mama. Kau sudah mengenalnya? Bagaimana orangnya? Apa dia baik padamu? Atau cuek dan acuh? Siapa yang akan ikut kalian pergi berkemah selain Kimiko dan papanya? Mama Kimiko?” tanya Arabella bertumpuk.

“Duh … Mama tanyanya satu-satu, dong. Jonah jadi bingung jawabnya,” keluh anak itu dengan gayanya yang selalu berhasil membuat Arabella tertawa.

Diusapnya pucuk kepala Jonah dengan lembut.

“Apa kau sudah pernah bertemu dengan Paman Peter? Bagaimana orangnya?” tanya Arabella mengulang pertanyaannya. Kali ini dia hanya menanyakan dua buah pertanyaan sebelum melanjutkan ke pertanyaan berikut.

“Oh ya, kau sudah makan bekalmu, Jonah? Apa kau masih lapar? Ingin sesuatu?” tanya Arabella lagi ketika melihat mini market di seberang lampu merah.

“Mama mulai lagi, deh! Jonah belum menjawab pertanyaan tentang Paman Peter, Mama sudah menanyakan yang lain. Pusing deh!” gerutu Jonah dengan gaya kekanakannya yang imut.

Arabella tertawa.

“Iya iya, maafkan Mama yang cerewet ini,” tukas Arabella dengan senyum penuh kebahagiaan.

“Aku sudah makan bekal, Ma. Tadi Kimiko membawa nasi kepal yang mirip seperti di restoran Jepang, rasanya enak sekali. Jadi sekarang sudah kenyang, Ma, tidak ingin jajan lagi,” tukas Jonah mulai menjawab pertanyaan Ibunya satu persatu.

“Paman Peter, papa Kimiko itu orangnya baik sekali, Ma. Dia selalu perhatian pada Jonah dan Kimiko, pernah beberapa kali mengajak Jonah dan Kimiko makan saat dia sedang gilirannya untuk menjemput Kimiko pulang seolah. Papa sama Mama Kimiko sudah bercerai, Ma, dan Kimiko tinggal bersama Paman Peter. Di akhir minggu Kimiko akan menginap di rumah Mama dan Paman Isaac. ”

“Ohya? Jonah tahu Papa dan Mama Kimiko bercerai? Tahu artinya?” tanya Arabela terkesima mendengar penuturan Jonah.

Bocah sembilan tahun itu mengangguk cepat.

“Kimiko pernah bercerita kalau Papa dan mamanya sering bertengkar. Sejak Kimiko punya adik lagi, mamanya pindah dan tinggal dengan Paman Isaac. Jonah belum pernah bertemu dengannya, jadi Mama jangan tanya, ya,” ucap Jonah ceria tanpa beban.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status