Setelah selesai mendirikan tenda, tiba-tiba Peter teringat kedua bocah itu ke arah sungai! Air sungai akan pasang mulai tengah hari, tetapi air sungai itu berasal dari pegunungan yang jauh di belakang hutan dan kemarin hujan besar terjadi di atas gunung. Itu berarti debit air sungai akan segera naik.
Dia segera berlari ke arah sungai dan menemukan kedua bocah itu sedang asyik bermain air tanpa menyadari debit air sungai yang naik.
“JONAH, KIMI!!! Ayo cepat naik! Kalian tidak memperhatikan debit air sungai sudah naik sampai ke dada kalian!” seru Peter cepat dan membantu ke dua bocah yang masih terbengong mendengar teriakannya.
“Kenapa airnya bisa naik, Papa?” tanya Kimiko heran dengan kepala yang miring dan alis yang hampir menyatu.
“Iya, Paman. Kenapa airnya bisa naik? Tadi tidak ada hujan?” tanya Jonah ikut heran.
“Kalian belum mendapat pelajaran tentang fenomena air di sekolah? Sudah sekarang kita kembali ke RV dan kalian harus segera mandi, kemudian makan siang,” putus Peter yang masih memperhatikan kedua bocah itu memakai kembali sepatu mereka dengan kaki yang basah.
Kimiko dan Jonah saling melemparkan pandangan. Mereka mengambil mata pelajaran science, tetapi belum sampai pada pengetahuan mengapa air sungai bisa naik? Sepanjang perjalanan kembali ke RV keduanya masih memikirkan kenapa air sungai bisa naik?
Setiba di RV, selagi Kimiko mandi, Peter mulai menyiapkan makanan untuk makan siang. Dia akan memanggang daging sirloin untuk steak yang akan dimakan dengan brokoli rebus dan kentang goreng.
“Apa yang akan Paman masak?” tanya Jonah saat melihat Peter menyalakan kompor satu mata dan menuang minyak sayur di wajan yang telah diletakkannya di atas kompor.
“Steak, apa kau suka?”
Peter tertawa begitu melihat binar mata di wajah bocah lelaki itu, tanpa menjawab pertanyaannya dia sudah tahu bocah itu menyukainya.
“Ada yang bisa kubantu, Paman?” Jonah menawarkan diri untuk membantu Peter menyiapkan makan siang untuk mereka.
“Tentu, kau bisa memanggang daging setelah aku menyalakan tungku panggangan,” jawab Peter dengan senyum menghias wajah.
Jonah langsung tersenyum senang mendengar jawaban Peter. Dia tidak diperbolehkan Arabella masuk ke dapur yang diyakini wanita itu berbahaya untuk bocah lelaki itu.
“Terima kasih, Paman,” jawab Peter senang.
“Tapi sebaiknya kau segera mandi setelah Kimi selesai, Jonah. Daging akan tetap di sana sampai kau selesai mandi,” tukas Peter tertawa kecil.
Jonah yang mendengar ucapan Peter langsung berlari masuk ke RV untuk melihat apakah Kimiko sudah selesai mandi atau belum. Dan beruntungnya dia, dia melihat Kimiko sedang menyisir rambut panjang sebahu di depan wastafel.
“Kau bisa mandi sekarang, Jonah. Aku sudah selesai,” tukas Kimiko yang melihat Jonah masuk ke RV.
“Iya, aku akan membantu Paman memanggang daging untuk makan siang kita. Aku senang sekali, Kimi!” seru Jonah gembira dan segera masuk ke kamar mandi berukuran setengah dari kamar mandinya di rumah. Tapi itu tidak masalah bagi Jonah. RV ini sudah seperti rumah berjalan baginya melihat semua yang ada di dalamnya. Ini pertama kalinya dia menaiki RV yang selama ini hanya ditontonnya di televisi.
KImiko tertawa melihat Jonah yang begitu gembira. Persahabatan mereka berdua di mulai saat mereka masuk ke taman kanak-kanak yang sama. Kemudian masuk ke sekolah dasar yang sama membuat keduanya semakin akrab. Kimiko sering bercerita tentang kehidupan keluarganya yang broken home. Orang tuanya berpisah saat Kimi ko duduk di kelas satu SD. Ibunya saat itu berselingkuh dengan mantan kekasihnya hingga hamil dan melahirkan seorang anak. Peter, ayahnya memilih berpisah secara baik-baik dan membagi hak asuh atas Kimiko dengan adil.
“Papa! Aku sudah mandi,” lapor Kimiko berdiri di anak tangga RV sambil melemparkan pandangan pada Peter yang sedang menggoreng kentang.
“Bagus, turun dan duduklah di sini. Kau ingin minum sesuatu? Papa sudah membuat lime juice, kau mau?” tanya Peter sambil memperlihatkan lime juice yang diletakkannya di dalam botol tinggi dua liter dengan banyak es batu di dalamnya.
“Aku mau! Pasti segar sekali, kapan Papa membuatnya? Kenapa tidak mengatakannya padaku, aku ingin bantu memerasnya, Pa,” gerutu Kimiko dengan mimik kecewa.
Peter tertawa, “Kau sedang mandi tadi. Lain kali Papa akan menunggumu, lalu kita peras bersama, oke?”
“Oke, Papa!” seru Kimiko bersorak senang. Dia senang sekali, karena Peter selalu menuruti apa pun yang diinginkannya selagi itu baik dan tidak membahayakan.
***
Arabella bersiap untuk pulang kantor setelah menyelesaikan meeting bersama seorang klien via telekonference.
“Ara, kau tidak membawa mobil? Ke mana Jonah? Apa dia tinggal di rumah sendirian?” tanya Grace Walts yang duduk di meja seberang.
“Tidak, dia pergi berkemah dengan teman karibnya sejak taman kanak-kanak dulu,” jelas Arabella sambil mulai merapikan meja kerjanya.
“Ah … kau melepaskannya pergi? Jadi kau akan sendirian malam ini? Mau kutemani?” tanya Grace ramah.
“Tidak, tidak apa-apa. Nanti malam aku ada acara bersama teman, jadi tidak terlalu menyedihan seorang diri di rumah, Grace?” jawab Arabella tertawa.
“Hem … apa kau akan pergi berkencan?” tebak Grace lagi.
Arabella tertawa lebar.
‘Apa terlihat dari wajahnya kalau dia akan berkencan malam ini?’ pikir Arabella dalam hati sambil tetap tertawa menutupi dirinya yang salah tingkah.
“Jangan menggodaku, Grace,” jawab Arabella akhirnya karena Grace terus menggodanya.
Grace terbahak, “Baiklah, semoga kencanmu berhasil dan menyenangkan, Ara. Kau patut bahagia setelah kematian Robert lima tahun yang lalu.”
“Terima kasih, Grace,” ucap Arabella tulus. Bunyi pesan masuk di ponselnya memutuskan pembicaraannya dengan Grace. Arabella meraih ponsel yang tergeletak di sudut meja dan langsung membuka pesan.
‘Aku sudah di lobi’
Arabella tersenyum saat melihat pesan itu, dia tahu bahwa Joshua sudah menunggunya di bawah.
“Hem … dari senyumanmu itu … apa sang idola sudah menunggu di bawah?” tebak Grace dengan usil.
“Grace! Berhenti menggodaku, kau membuatku salah tingkah dari tadi,” seru Arabella terbahak sambil membenahi meja dan segera mengambil tas tangan. Grace ikut terbahak.
“Aku pulang dulu, Grace. Dan … sekali lagi berhenti menggodaku, dia bukan kekasihku, kami hanya teman,” ucap Arabella seraya melambaikan tangan dan dengan cepat menuju lift yang akan membawanya turun ke lobi sebelum Grace melemparkan candaannya yang akan membuatnya sakit perut karena tertawa.
Sampai di bawah, dia sudah melihat Joshua berdiri di depan meja resepsionis sambil melihat ke kanan dan kiri mencari sosok Arabella. Untuk sesaat Arabella merasa bahwa dia begitu istimewa. Dan senyum terkembang di wajah cantik dan ayu itu.
***
Sampai di Hampton Inn Eugene, mobil yang dikemudikan Joshua berhenti di depan lobi dan petugas valet membukakan pintu untuk Arabella yang kemudian dia menggandeng Joshua dan mereka berjalan menuju ruangan restoran tersendiri sesuai pesanan Joshua.
“Mewah sekali, Joshua?” tanya Arabella dengan pandangan mengelilingi ruangan yang hanya ada satu meja dan dua kursi, tiba-tiba Joshua berdiri di hadapannya dan memberikan sebuket bunga mawar merah yang melambangkan cinta dan kasih sayang.
“Apa ini?” tanya Arabella dengan jantung yang berdebar lebih kencang dari biasanya.
“Untukmu, Ara. Karena kau istimewa di dalam hatiku,” jawab Joshua perlahan, lalu medekat dan mencium pipi wanita itu dengan lembut sekali. Aroma vanila yang digunakan Arabella menguar semakin membuat Joshua terbuai.
“Terima kasih, Josh. Kau membuatku merasa cantik malam ini,” jawab Arabella mulai salah tingkah lagi seperti tadi sore saat Grace menggodanya.
“Kau memang cantik, Ara. Sejak pertama kali melihatmu saat makan malam perusahaan, aku sudah tertarik padamu. Tapi Robert di sisimu dan kau terlihat begitu bahagia bersamanya. Aku hanya bisa mengangumimu dari kejauhan. Tetapi, sepertinya Tuhan berbaik hati memberikan kesempatan untukku agar bisa bersamamu, Ara ….”
Degh! Jantung Arabella seakan berhenti sesaat mendengar kata demi kata yang diucapkan Joshua barusan.
Apa maksud ucapan Joshua? Tiba-tiba perasaan wanita itu menjadi tidak enak. Untunglah hidangan mulai diantarkan pelayan ke meja mereka. Untuk sesaat Arabella berusaha tidak mengindahkan perasaannya.
***
“Kau suka?” tanya Kimiko pada Jonah saat peter sudah menyalakan api anggun dan hawa panas dari api anggun mampu mengalahkan dinginnya malam ini.“Tentu. Aku suka sekali. Ternyata seperti ini rasanya di depan api anggun. Jauh berbeda dari api perapian yang ada di rumah saat musim dingin. Iya kan?” jawab Jonah dengan semangat dan senyum yang terus terukir dari wajah tampan lelaki kecil itu.Kimiko terbahak mendengar jawaban Jonah. “Tentu saja berbeda, Jonah. Kau bisa rasakan panas dari lidah api yang menari-nari di udara, itu … itu, coba kau rasakan! Terasa tidak?” seru Kimiko sambil menunjuk ke arah api anggun yang bergerak-gerak seperti sedang menari.Jonah mendekati api untuk merasakan dari dekat.“Jangan terlalu dekat, Jonah! Kau bisa ikut terbakar!” teriak Kimiko melihat Jonah yang terlalu dekat dengan lidah api, tetapi yang diteriaki malah tertawa senang.“Kau benar, Kimi. Hangatnya jauh berbeda. Aku suka di dekatnya,” seru Jonah tertawa sambil menggosok kedua tangannya yang teras
“Ayo kita ke sungai!” teriak Jonah senang, bibirnya terbuka lebar dan matanya berbinar bahagia menikmati suasana pagi yang masih sepi dan sunyi. Beberapa RV sudah tidak berada di dekat mereka.“Kemana RV kelabu yang kemarin parkir di sana, Paman?” tanya Jonah sambil menunjuk sebuah pohon oak besar dan rindang di kanan mereka. Daunnya yang lebar mulai berguguran dan buah oak kering berjatuhan.Jonah berlari ke dekat pohon itu dan memungut buah oak kering. Dia ingin membuat hiasan pintu untuk menyambut natal yang tinggal beberapa bulan lagi.“Untuk apa kau memunguti buah oak kering itu Jonah?” tanya Kimiko heran melihat Jonah sudah menggunakan bajunya sebagai tempat menaruh buah-buah oak sempurna yang dipilihnya.“Kau tidak tahu? Aku akan membuat hiasan pintu untuk menyambut natal, Kimi! Mama pasti akan senang sekali!” jawab Jonah dengan binaran mata bahagia.“Oh aku tahu, kau ingin membuat hiasan seperti saat kita di kelas satu dulu? Memangnya kau masih ingat cara membuatnya?” tanya Ki
“Ya, aku bekerja sebagai penjaga perpustakaan, Arabella, kenapa?” tanya Peter sambil tertawa mendengar keterkejutan Arabella. Dia sudah biasa jika orang-orang terkejut mendengar pekerjaannya. Dulu dia mengelola studio musik-nya sendiri. Tapi sejak dia bercerai dari Kimberly dan melihat Kimiko lebih membutuhkan kehadirannya sebagai seorang ayah, dia mengundurkan diri dari jabatannya di studio musik.“Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya heran lelaki sepertimu mau bekerja di perpustakaan yang biasanya hanya didatangi oleh kaum ‘Nerd’… bukan maksudku mengejek, tapi … kau tahu kan maksudku?” jawab Arabella perlahan sambil memastikan bahwa Peter tidak tersinggung dengan ucapannya.Peter tertawa lebar.“Ya, ya, aku tahu pandangan orang terhadap seorang pustakawan,” balas Peter geli. Dia sama sekali tidak tersinggung memang seperti itulah pandangan orang-orang padanya.‘Pantas saja Kimberly berselingkuh! Pekerjaannya tidak sesuai dengan tampangnya!’ suara ejekan dari lingkungan sekitar yang menge
“Halo, Jonah, bagaimana kabarmu hari ini?” sapa Joshua ketika Jonah membukakan pintu untuknya.“Baik, Paman Josh, terima kasih. Paman baru pulang dari kantor? Mencari Mama?” tanya Jonah riang karena dia mencium bau martabak kesukaannya dari kantong kertas yang dijinjing Joshua.“Iya. Ini untukmu,” ujar Joshua sambil menyodorkan kantong kertas yang dibawanya pada Jonah, dan wajah bocah itu langsung berbinar gembira.“DImana Mama, Jonah?” lanjut Joshua yang melongokkan kepalanya ke dalam rumah dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Arabella.“Josh! Ayo masuk!” seru Arabella ramah dari kamar tamu disamping ruang tamu.Sementara Jonah berlari ke meja makan membawa kantong kertas yang diyakininya adalah martabak kesukaannya.“Arabella! Apa yang kau lakukan di kamar tamu?” tanya Joshua bingung melihat keberadaan Arabella. Dia mengira Arabella ada di kamar atas atau di dapur.Arabella melangkah keluar dari balik pintu yang terbuka sambil tertawa.“Aku sedang menghias kuku teman Jonah. Di
“Tentu saja, tidak, Kimi! Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Jonah dengan kernyitan heran.Kimiko mengedikkan bahu, “Dia terlihat mesra dengan mamamu, Jonah.”“Dia selalu begitu sejak Papa meninggal, dia selalu datang menemani Mama,” jawab Jonah tanpa rasa.“Dia datang menemani mamamu? Fix, Jonah! Dia menyukai mamamu, apa mamamu juga menyukainya?” tanya Kimiko penasaran.“Entahlah, aku tidak pernah menanyakannya pada Mama, karena jika kutanyakan, Mama selalu bilang belum bisa melupakan Papa,” jawab Jonah lagi sambil membalik-balikkan jari jemari Kimiko.“Kenapa kuku kakimu tidak kau warnai?” tanya Jonah kemudian melihat jari kuku kaki Kimiko yang polos.“Tidak, untuk apa? bukankah aku selalu memakai kaos kaki, bahkan saat tidur. Bukankah itu sia-sia saja?” jawab Kimiko tak peduli.Kimiko lalu bangkit dari lantai rumah dan masuk ke kamar mengambil ponsel lalu menelepon ayahnya.“Papa, jam berapa Papa ada di studio?” tanya Kimiko sambil memilin rambutnya yang dikepang empat
“Ada apa, Kimi? Apa papamu akan ikut dengan kita?” tanya Arabella lembut.“Sepertinya begitu, Tante. Jadi kita akan makan apa malam ini? Spaghetti? Aku ingin makan raviolli! Bagaimana kalau ke restoran Pizza?” tanya Kimiko dengan mata berbinar.“Tapi Jonah ingin makan burger. Bagaimana kalau burger saja, Kimi?” tanya Arabella mendadak bingung melihat keinginan dua bocah yang berbeda.“Atau kita makan di mall saja, bagaimana? Di sana banyak pilihan. Bagaimana?” lanjut Arabella memberikan pilihan sambil berharap Jonah tidak marah.Kimiko diam sejenak, “Terserah Tante saja, deh. Aku bisa makan semuanya, jangan terlalu mengkhawatirkanku.”“Kau ingin makan apa, Kimi? Tadi aku sudah mengatakan pada Mama kalau aku ingin makan burger malam ini. Kau tidak mau?” tanya Jonah yang mendengar percakapan Arabella dan Kimiko dari kamarnya.“Tidak masalah, Jonah. Aku hanya ingin makan ravioli. Tapi makan burger dan steak pun aku suka. Jadi tak masalah bagiku,” jawab Kimiko santai.“Baiklah, coba nanti
“Aku tidak akan mengulanginya lagi, Pa,” jawab Kimiko sembari menunduk.Hal ini membuat Jonah merasa bersalah karena dia marah hanya karena hal kecil.“Maafkan aku, Paman, aku marah karena … karena ….” Kalimat Jonah tidak selesai karena semua mata memandangnya, membuat dia jadi serba salah untuk mengatakan yang sebenarnya. Sebaiknya dia menanyakan pada Arabella dulu.“Karena apa, Jonah?” tanya Arabella mengernyit heran sambil berpikir apakah ada hal lain selain jemari Kimiko tadi?“Tidak apa-apa, Ma. Pokoknya maafkan aku juga,” ucap Jonah cepat dan langsung memasukkan sepotong daging steak ke dalam mulutnya.Jonah tahu semua mata masih memandang ke arahnya dan dia dengan cepat melahap makanannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Lagi pula Kimiko pasti sudah lupa ucapannya sendiri, pikir Jonah dalam hati. Lebih baik dia simpan sendiri sampai nanti setelah dia mendapatkan jawaban dari Arabella.“Peter, makanlah. Steakmu akan segera dingin kalau kau tidak cepat memakannya,” ucap Arabell
“Tapi ideku bagus, kan? Kita akan memiliki orang tua yang lengkap, Jonah. Betul tidak?” tanya Kimiko bersemangat. Dia ingin memiliki kehangatan Arabella sebagai ibunya. Dia bahagia berada di dekat wanita itu. Arabella begitu lembut dan sayang padanya. Sungguh berbeda dengan ibunya, walau tidak dipungkiri dia menyayangi ibunya juga.“Kau masih memiiki Ibu, Kimi!” sentak Jonah. Dia tidak ingin membagi ibunya dengan siapa pun!“Aku menyayangi ibuku, Jonah. Tapi memiliki orang tua yang sudah berpisah rasanya jauh berbeda memiliki orang tua yang utuh, meski mereka bukan orang tua kandung, Jonah. Kau mengerti kan kata-kataku?” ucap kimiko dengan mata berkaca-kaca.Sejak menginap beberpa kali di rumah Jonah, dia mulai memikirkan hal ini.“Kau tahu, aku sudah lama memikirkan hal ini, Jonah! Bagiamana? Kau setuju tidak?” cecar Kimiko dengan semangat.“Aku … tidak tahu, Kimi,” jawab Jonah pendek.“Coba kau bayangkan, jika papaku menikah dengan mamamu, kita bisa pergi piknik berempat. Papa, mama
“Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar
“Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus
“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid
Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru
“Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat
“Kau tidak ingat padaku?” tanya Kimiko heran, kedua alisnya hampir menyatu karena terkejut, tidak menyangka kalau Jonah akan menderita amnesia.Jonah menggeleng pelan.“Kau siapa?” tanya Jonah mengulang pertanyaan lagi.“Aku … aku ….” Tiba-tiba air mata membanjiri wajah Kimiko, dia sedih sekali mengetahui keadaan Jonah hingga tidak bisa menahan air mata.Arabella segera mendekati Kimiko dan berusaha menenangkan gadis kecil itu. Dokter sudah pernah mengatakan padanya saat Jonah selesai dioperasi. Jadi dia tidak terkejut.“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, Sayang?” tanya Peter saat masuk ke kamar rawat Jonah dan melihat Kimiko menangis tersedu-sedu.Arabella menghela napas pelan, “Jonah tidak mengenali dia, Peter.”Peter terbelalak. Apakah itu berarti bocah itu j
“Hei, Jonah, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?” tanya Peter ketika muncul di depan Jonah yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Tatapan bocah itu langsung berubah begitu melihat kedatangan Peter ke ruang ICU.“Pa-pa?” panggilnya terbata.Peter mengangguk dan mengecup pucuk kepalanya perlahan.“Kau mencari Papa, Jonah? Ada apa? Apa kau ingin menceritakan pengalamanmu pada Papa, Sayang?” tanya Peter dengan lembut.Jonah tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Dia hanya menatap Peter sejenak, lalu sebulir air mata menetes dari sudut matanya yang sendu.Peter langsung terenyuh.“Jangan menangis, Sayang. Sekarang kau berada di tempat yang aman, tidak akan orang yang akan menganggumu lagi, ya. Jangan menangis,” ucap Peter pada bocah lelaki itu.Setelah Jonah terlelap, Peter keluar
Tiba-tiba seseorang memeluk pinggang Peter dari belakang hingga dia terkejut dan hampir saja mengempaskan pelukan itu … sesaat dia tersadar, tangan kecil itu tangan anaknya … Kimiko.“Kimi, kau membuat Papa terkejut!” seru Peter yang langsung memutuskan sambungan telepon itu.“Papa sedang menelepon siapa? Tadi aku sudah memanggilmu, Pa, tapi Papa tidak mendengarkanku. Makanya aku berinisiatif memeluk Papa,” jawab Kimiko jujur.“Haa? Kau memanggil Papa? Mengapa Papa tidak mendengarmu memanggil?” tanya Peter heran.“Mana aku tahu. Mungkin Papa terlalu serius dengan orang yang di telepon itu? Siapa dia? Apa yang dia inginkan sampai Papa tidak mendengar panggilanku?” jawab Kimiko bersungut.“Hanya teman, Kimi. DIa tadi ingin meminta Papa untuk mengantarkannya ke suatu tempat, tapi Papa belum mengiyakan dan terputus g