“Halo, Jonah, bagaimana kabarmu hari ini?” sapa Joshua ketika Jonah membukakan pintu untuknya.“Baik, Paman Josh, terima kasih. Paman baru pulang dari kantor? Mencari Mama?” tanya Jonah riang karena dia mencium bau martabak kesukaannya dari kantong kertas yang dijinjing Joshua.“Iya. Ini untukmu,” ujar Joshua sambil menyodorkan kantong kertas yang dibawanya pada Jonah, dan wajah bocah itu langsung berbinar gembira.“DImana Mama, Jonah?” lanjut Joshua yang melongokkan kepalanya ke dalam rumah dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Arabella.“Josh! Ayo masuk!” seru Arabella ramah dari kamar tamu disamping ruang tamu.Sementara Jonah berlari ke meja makan membawa kantong kertas yang diyakininya adalah martabak kesukaannya.“Arabella! Apa yang kau lakukan di kamar tamu?” tanya Joshua bingung melihat keberadaan Arabella. Dia mengira Arabella ada di kamar atas atau di dapur.Arabella melangkah keluar dari balik pintu yang terbuka sambil tertawa.“Aku sedang menghias kuku teman Jonah. Di
“Tentu saja, tidak, Kimi! Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Jonah dengan kernyitan heran.Kimiko mengedikkan bahu, “Dia terlihat mesra dengan mamamu, Jonah.”“Dia selalu begitu sejak Papa meninggal, dia selalu datang menemani Mama,” jawab Jonah tanpa rasa.“Dia datang menemani mamamu? Fix, Jonah! Dia menyukai mamamu, apa mamamu juga menyukainya?” tanya Kimiko penasaran.“Entahlah, aku tidak pernah menanyakannya pada Mama, karena jika kutanyakan, Mama selalu bilang belum bisa melupakan Papa,” jawab Jonah lagi sambil membalik-balikkan jari jemari Kimiko.“Kenapa kuku kakimu tidak kau warnai?” tanya Jonah kemudian melihat jari kuku kaki Kimiko yang polos.“Tidak, untuk apa? bukankah aku selalu memakai kaos kaki, bahkan saat tidur. Bukankah itu sia-sia saja?” jawab Kimiko tak peduli.Kimiko lalu bangkit dari lantai rumah dan masuk ke kamar mengambil ponsel lalu menelepon ayahnya.“Papa, jam berapa Papa ada di studio?” tanya Kimiko sambil memilin rambutnya yang dikepang empat
“Ada apa, Kimi? Apa papamu akan ikut dengan kita?” tanya Arabella lembut.“Sepertinya begitu, Tante. Jadi kita akan makan apa malam ini? Spaghetti? Aku ingin makan raviolli! Bagaimana kalau ke restoran Pizza?” tanya Kimiko dengan mata berbinar.“Tapi Jonah ingin makan burger. Bagaimana kalau burger saja, Kimi?” tanya Arabella mendadak bingung melihat keinginan dua bocah yang berbeda.“Atau kita makan di mall saja, bagaimana? Di sana banyak pilihan. Bagaimana?” lanjut Arabella memberikan pilihan sambil berharap Jonah tidak marah.Kimiko diam sejenak, “Terserah Tante saja, deh. Aku bisa makan semuanya, jangan terlalu mengkhawatirkanku.”“Kau ingin makan apa, Kimi? Tadi aku sudah mengatakan pada Mama kalau aku ingin makan burger malam ini. Kau tidak mau?” tanya Jonah yang mendengar percakapan Arabella dan Kimiko dari kamarnya.“Tidak masalah, Jonah. Aku hanya ingin makan ravioli. Tapi makan burger dan steak pun aku suka. Jadi tak masalah bagiku,” jawab Kimiko santai.“Baiklah, coba nanti
“Aku tidak akan mengulanginya lagi, Pa,” jawab Kimiko sembari menunduk.Hal ini membuat Jonah merasa bersalah karena dia marah hanya karena hal kecil.“Maafkan aku, Paman, aku marah karena … karena ….” Kalimat Jonah tidak selesai karena semua mata memandangnya, membuat dia jadi serba salah untuk mengatakan yang sebenarnya. Sebaiknya dia menanyakan pada Arabella dulu.“Karena apa, Jonah?” tanya Arabella mengernyit heran sambil berpikir apakah ada hal lain selain jemari Kimiko tadi?“Tidak apa-apa, Ma. Pokoknya maafkan aku juga,” ucap Jonah cepat dan langsung memasukkan sepotong daging steak ke dalam mulutnya.Jonah tahu semua mata masih memandang ke arahnya dan dia dengan cepat melahap makanannya seolah-olah tidak terjadi apa-apa.Lagi pula Kimiko pasti sudah lupa ucapannya sendiri, pikir Jonah dalam hati. Lebih baik dia simpan sendiri sampai nanti setelah dia mendapatkan jawaban dari Arabella.“Peter, makanlah. Steakmu akan segera dingin kalau kau tidak cepat memakannya,” ucap Arabell
“Tapi ideku bagus, kan? Kita akan memiliki orang tua yang lengkap, Jonah. Betul tidak?” tanya Kimiko bersemangat. Dia ingin memiliki kehangatan Arabella sebagai ibunya. Dia bahagia berada di dekat wanita itu. Arabella begitu lembut dan sayang padanya. Sungguh berbeda dengan ibunya, walau tidak dipungkiri dia menyayangi ibunya juga.“Kau masih memiiki Ibu, Kimi!” sentak Jonah. Dia tidak ingin membagi ibunya dengan siapa pun!“Aku menyayangi ibuku, Jonah. Tapi memiliki orang tua yang sudah berpisah rasanya jauh berbeda memiliki orang tua yang utuh, meski mereka bukan orang tua kandung, Jonah. Kau mengerti kan kata-kataku?” ucap kimiko dengan mata berkaca-kaca.Sejak menginap beberpa kali di rumah Jonah, dia mulai memikirkan hal ini.“Kau tahu, aku sudah lama memikirkan hal ini, Jonah! Bagiamana? Kau setuju tidak?” cecar Kimiko dengan semangat.“Aku … tidak tahu, Kimi,” jawab Jonah pendek.“Coba kau bayangkan, jika papaku menikah dengan mamamu, kita bisa pergi piknik berempat. Papa, mama
“Maksud Mama, ya, Mama menyukai Paman Peter, Jonah. Seperti juga Paman Joshua, Mama juga menyukainya,” jawab Arabella yang mulai mengerti ke mana arah pertanyaan Jonah.“Tapi … apa Mama lebih menyukai Paman Peter dibandingkan Paman Joshua? Atau Mam lebh suka pada Paman Joshua?” tanya Jonah semakin ambigu.Arabella tertawa geli melihat Jonah yang menggaruk kepalanya yang entah gatal atau tidak itu.“Baiklah, katakan pada Mama, apa maksudmu menanyakan siapa yang Mama suka, Paman Peter atau Paman Joshua, Jonah?” tegas Arabella yang langsung membuat Jonah salah tingkah.“Ayo katakan pada Mama, Jonah. Apa yang sedang kau rencanakan? Bersama Kimiko?” tebak Arabella dengan tepat hingga membuat Jonah bertambah salah tingkah.Bocah lelaki itu terdiam beberapa saat tidak tahu harus berkata jujur ataukah berbohong pada ibunya.“Ayo … Jonah, jujur pada Mama, apa yang kau rencanakan bersama Kimiko? Apakah ini ide Paman Peter?” tanya Arabella seperti biasa, bertumpuk.Jonah menggeleng cepat sambi
“Papa tidak mau mencoba memenangkan hati Tante Arabella?” tanya Kimiko dengan wajah cemberut.“Astaga, Kimi! Dari mana kau dapat ucapan seperti itu? Memenangkan hati? Apa kau pikir Papa seorang petarung?” tanya Peter takjub dengan ucapan anak berusia sepuluh tahun di hadapannya itu.‘Anak ini terlalu cepat dewasa,’ pikir Peter sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Tentu saja. Papa seorang petarung tangguh seperti highlander!” puji Kimiko dengan mata berbinar teringat pada tokoh idola kartun yang ditontonnya setiap minggu.“Highlander?” Peter terbahak kencang, “Kau terlalu banyak berkhayal, Kimi! Ayo tidur.”Setelah memadamkan lampu kamar dan berjalan meninggalkan kamar anaknya, Peter masih terus tertawa geli.***“Apa kau suka, Ara?” tanya Joshua dengan lembut sambil memasang gelang emas di tangan wanita ayu itu.“Untuk apa ini, Josh?” tanya Arabella tidak mengerti ketika siang itu Joshua menjemputnya untuk membicarakan masalah perdata di kantornya.“Hadiah. Aku melihatnya ketika sedan
Arabella tersentak kaget sambil memegangi pipinya yang baru saja mendapat kecupan dari Joshua. Wajahnya langsung menampakkan senyum sumringah beberapa detik kemudian.“Ada-ada saja, Josh! Terima kasih untuk kecupan hangatmu ini,” jawab Arabella salah tingkah sambil tersipu malu.Joshua tersenyum senang mendapat tanggapan positif dari Arabella. Dia baru saja bertengkar dengan Chelsea karena wanita itu ingin menjadi kekasihnya, padahal sudah beberapa kali Joshua menolaknya karena dia menginginkan Arabella.“Aku pulang dulu. Selamat malam dan tidur yang nyenyak, Arablella,” ucapnya lembut lalu berbalik menuju pintu pagar.Arabella menatapnya sampai menghilang dari pandangannya, lalu masuk dan mengunci pintu.***“Siapa yang datang semalam, Ma?” tanya Jonah keesokan pagi di meja makan. Tidak ada bungkusan makanan seperti biasanya kalau Joshua berkunjung, berarti bukan Joshua yang datang.“Paman Joshua, Sayang,” jawab Arabella lembut.Jonah mengernyit heran, “Paman Josh? Ada apa? apa dia m