“Papa tidak mau mencoba memenangkan hati Tante Arabella?” tanya Kimiko dengan wajah cemberut.“Astaga, Kimi! Dari mana kau dapat ucapan seperti itu? Memenangkan hati? Apa kau pikir Papa seorang petarung?” tanya Peter takjub dengan ucapan anak berusia sepuluh tahun di hadapannya itu.‘Anak ini terlalu cepat dewasa,’ pikir Peter sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Tentu saja. Papa seorang petarung tangguh seperti highlander!” puji Kimiko dengan mata berbinar teringat pada tokoh idola kartun yang ditontonnya setiap minggu.“Highlander?” Peter terbahak kencang, “Kau terlalu banyak berkhayal, Kimi! Ayo tidur.”Setelah memadamkan lampu kamar dan berjalan meninggalkan kamar anaknya, Peter masih terus tertawa geli.***“Apa kau suka, Ara?” tanya Joshua dengan lembut sambil memasang gelang emas di tangan wanita ayu itu.“Untuk apa ini, Josh?” tanya Arabella tidak mengerti ketika siang itu Joshua menjemputnya untuk membicarakan masalah perdata di kantornya.“Hadiah. Aku melihatnya ketika sedan
Arabella tersentak kaget sambil memegangi pipinya yang baru saja mendapat kecupan dari Joshua. Wajahnya langsung menampakkan senyum sumringah beberapa detik kemudian.“Ada-ada saja, Josh! Terima kasih untuk kecupan hangatmu ini,” jawab Arabella salah tingkah sambil tersipu malu.Joshua tersenyum senang mendapat tanggapan positif dari Arabella. Dia baru saja bertengkar dengan Chelsea karena wanita itu ingin menjadi kekasihnya, padahal sudah beberapa kali Joshua menolaknya karena dia menginginkan Arabella.“Aku pulang dulu. Selamat malam dan tidur yang nyenyak, Arablella,” ucapnya lembut lalu berbalik menuju pintu pagar.Arabella menatapnya sampai menghilang dari pandangannya, lalu masuk dan mengunci pintu.***“Siapa yang datang semalam, Ma?” tanya Jonah keesokan pagi di meja makan. Tidak ada bungkusan makanan seperti biasanya kalau Joshua berkunjung, berarti bukan Joshua yang datang.“Paman Joshua, Sayang,” jawab Arabella lembut.Jonah mengernyit heran, “Paman Josh? Ada apa? apa dia m
Peter tertawa lebar melihat Arabella terpana di depan motor besarnya. Hari ini dia membawa motor kebanggaannya, Motor BMW K 1900 Grand Amerika. Dia bahkan pernah mengikuti touring keliling Oregon.“Kau tidak malu kan kalau naik motor?” tanya Peter melihat perubahan raut wajah Arabella yang menciut kaget.“Tidak … tidak, aku hanya tidak menyangka, Peter. Untung aku memakai celana panjang hari ini,” jawab Arabella sambil tertawa kecil, membayangkan kemarin dia memakai rok mini ke kantor.Senyum Peter melebar sambil menyerahkan helm pada wanita itu.Helm itu helm full face yang terhubung dengan intercom sehingga mereka tetap bisa berkomunikasi selama dalam perjalanan.Peter membantu Arabella mengenakan helm itu dan mengaktifkan intercom di samping telinga sebelah luar helm.“Untuk apa itu?” tanya Arabella ingin tahu. Entah mengapa hatinya berdebar-debar selama Peter membantunya mengenakan helm yang membuat keduangnya saling bersentuhan tanpa sengaja.“Intercom, untuk kita berkomunikasi s
“Merencanakan sesuatu? Maksudmu?” tanya Arabella bingung.Dalam pikirannya apakah anak-anak merencanakan liburan bersama? Atau mereka ingin ke Disnyeland di California yang tidak terlalu jauh dari Oregon? Atau?“Jonah tidak mengatakannya padamu?” tanya Peter dengan pandangan bingung karena sepengetahuan dia Jonah dan Arabella begitu dekat. Masakan hal besar seperti ini tidak ditanyakan pada ibunya?“Ya, dia memiliki banyak pertanyaan yang ditanyakannya padaku, tentang matematika, bahasa inggris, sastra … semua tentang pelajarannya,” jawab Arabella semakin bingung dan penasaran.“Kalau begitu lupakan kalau aku pernah menanyakannya padamu. Tunggu saja akan ada kejutan untukmu,” tukas Peter dengan penuh rahasia sambil tersenyum.“Kau membuatku penasaran, Peter. Katakan saja, kejutan apa yang Jonah rencanakan untukku?” tanya Arabella lagi sambil memakan gigitan terakhir burritos-nya, lalu meraih cangkir yang berisi café de olla, atau lebih mudahnya kopi panas yang dituang langsung dari p
“Mama mau?” tanya Jonah terperangah dengan mata berkaca yang sulit dijelaskan.Senyum tercetak di wajah ayu Arabella“Mengapa kau menyukai Paman Peter dibanding Paman Joshua?” tanya Arabella mengulang pertanyaan kemarin malam.“Aku tidak mengatakan tidak meyukai Paman Joshua, Ma?” kilah Jonah sambil mengatur napas.“Aku suka Paman Joshua, karena dia baik dan sering membawakan aku makanan dan mainan yang aku suka, tetapi … aku ingin seorang Papa seperti Paman Peter. Yang suka kemping, mancing di sungai, bermain air di sungai, seperi itu, Ma. Apa aku salah?” lanjut Jonah.“Tidak, tidak ada yang salah, Sayang. Tapi menurutmu apa Paman Peter menyukai Mama? Karena kau tahu Jonah, Mama belum lama untuk mengenal Paman Peter. Apakah dia akan baik terhadapmu? Tidak pilih kasih antara dirimu dan Kimiko? Belum lagi bagaimana jika Kimberly ingin memperbaiki hubungannya dengan Peter. Apa kalian pernah memikirkan hal itu?” tanya Arabella pelan, karena hal ini sama sekali bukan urusan anak-anak. Wa
“Apa maksudmu, Chlesea?” tanya Arabella tersentak dengan pertanyaan yang dilontarkan Chelsea padanya.Jonah yang mendengar langsung menghentikan langkahnya memasukki ruang tamu. Dengan ceoat dia merapat ke dinding dan menempelkan telinganya di sana.“Aku tidak bermaksud apa-apa, Ara. Kau jangan salah sangka dulu. Aku hanya ingin tahu apakah kau membalas niat hati Joshua padamu? Dia mencintaimu, Ara. Aku tahu karena … dia kembali menolakkku, Ara .... Kau tahu kan sudah berapa lama aku menunggu Joshua untuk berpaling padaku. Tapi … ternyata aku salah, Ara, dia masih tetap mencintaimu …,” jelas Chelsea sedih. Butir-butir airmata mulai berjatuhan dari mata cokelatnya yang indah, membuat Arabella terenyuh.Keduanya terdiam, begitu juga Jonah di balik dinding. Hatinya merasa berdetak lebih kencang menantikan jawaban Arabella.“Aku … maafkan aku, Che
Peter mengajak makan malam di restoran mewah biar menjadi kenangan mereka berempat, meminta Arabella menjadi istrinya, kedua anak itu bersorak gembira setelah Arabella menerima lamaran Peter. Mereka makan malam dengan gembira. Senyum sumringah langsung tercetak di wajah tampan Peter. Ibarat kata semakin matang semakin berisi, begitulah Peter. Dia tidak pernah menutupi bahwa dia adalah seorang duda, duda tampan.“Kau yakin tidak akan kecewa karena aku seorang duda, Ara?”“Dan aku adalah seorang janda, Peter … kalau kau lupa,” balas Arabella diiringi tawa lebar. Peter tertawa mendengarnya. Dia menepuk kepalanya sendiri, seolah-olah lupa pada keadaan mereka yang seorang duda dan janda.“Kau masih terlihat seperti seorang gadis, Ara,” puji Peter tulus.“Dan kau juga tidak terlihat seperti seorang duda, Peter. Kau malah terlihat lebih muda dari usiamu,” balas Arabella tersipu kala menyadari tatapan Peter padanya, semburat merah muncul di pipinya yang halus dan lembut itu.“Kalau begitu, k
“Kau menyebalkan, Jonah!” gerutu Kimiko dengan kesal sambl berlari ke arah mobil Peter yang terlihat dari kejauhan mendekati sekolah.“Kau juga menyebalkan, Kimi!” balas Jonah sambil meleletkan lidahnya pada gadis kecil itu yang wajahnya seperti akan menangis.“Ada apa dengan Kimiko dan kau, Jonah? Apa yang terjadi? Kalian bertengkar?” tanya Arabella bertumpuk.“Aku tidak tahu, Kimiko sangat menyebalkan, Ma! Aku benci dia!” oceh Jonah dengan kesal dan mata yang berkaca-kaca.Arabella tertawa kecil. Baru saja dia dan Peter bertemu untuk membicarakan langkah yang akan mereka ambil selanjutnya karena perjodohan dua bocah ini, eh … tidak tahu ternyata mereka bertengkar. Ini menggelikan.“Apa yang kalian ributkan, Sayang? ceritakan pada Mama. Mama punya berita bagus untukmu,” hibur Arabella dengan lembut dan penuh kasih sayang.“Kimiko mau aku memanggilnya Kakak, Ma. Aku tidak mau! Kami kan satu tingkat dan berada di kelas yang sama. Tidak lucu kalau aku harus memanggilnya kakak, iya kan?”
“Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar
“Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus
“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid
Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru
“Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat
“Kau tidak ingat padaku?” tanya Kimiko heran, kedua alisnya hampir menyatu karena terkejut, tidak menyangka kalau Jonah akan menderita amnesia.Jonah menggeleng pelan.“Kau siapa?” tanya Jonah mengulang pertanyaan lagi.“Aku … aku ….” Tiba-tiba air mata membanjiri wajah Kimiko, dia sedih sekali mengetahui keadaan Jonah hingga tidak bisa menahan air mata.Arabella segera mendekati Kimiko dan berusaha menenangkan gadis kecil itu. Dokter sudah pernah mengatakan padanya saat Jonah selesai dioperasi. Jadi dia tidak terkejut.“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, Sayang?” tanya Peter saat masuk ke kamar rawat Jonah dan melihat Kimiko menangis tersedu-sedu.Arabella menghela napas pelan, “Jonah tidak mengenali dia, Peter.”Peter terbelalak. Apakah itu berarti bocah itu j
“Hei, Jonah, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?” tanya Peter ketika muncul di depan Jonah yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Tatapan bocah itu langsung berubah begitu melihat kedatangan Peter ke ruang ICU.“Pa-pa?” panggilnya terbata.Peter mengangguk dan mengecup pucuk kepalanya perlahan.“Kau mencari Papa, Jonah? Ada apa? Apa kau ingin menceritakan pengalamanmu pada Papa, Sayang?” tanya Peter dengan lembut.Jonah tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Dia hanya menatap Peter sejenak, lalu sebulir air mata menetes dari sudut matanya yang sendu.Peter langsung terenyuh.“Jangan menangis, Sayang. Sekarang kau berada di tempat yang aman, tidak akan orang yang akan menganggumu lagi, ya. Jangan menangis,” ucap Peter pada bocah lelaki itu.Setelah Jonah terlelap, Peter keluar
Tiba-tiba seseorang memeluk pinggang Peter dari belakang hingga dia terkejut dan hampir saja mengempaskan pelukan itu … sesaat dia tersadar, tangan kecil itu tangan anaknya … Kimiko.“Kimi, kau membuat Papa terkejut!” seru Peter yang langsung memutuskan sambungan telepon itu.“Papa sedang menelepon siapa? Tadi aku sudah memanggilmu, Pa, tapi Papa tidak mendengarkanku. Makanya aku berinisiatif memeluk Papa,” jawab Kimiko jujur.“Haa? Kau memanggil Papa? Mengapa Papa tidak mendengarmu memanggil?” tanya Peter heran.“Mana aku tahu. Mungkin Papa terlalu serius dengan orang yang di telepon itu? Siapa dia? Apa yang dia inginkan sampai Papa tidak mendengar panggilanku?” jawab Kimiko bersungut.“Hanya teman, Kimi. DIa tadi ingin meminta Papa untuk mengantarkannya ke suatu tempat, tapi Papa belum mengiyakan dan terputus g