Sejak matahari belum muncul di ufuk timur, Jonah sudah bangun dan bersiap dengan semangat.
“Mama buatkan spaghetti dengan taburan cheddar, Jonah. Habiskan sebelum kau pergi. Mama masih harus ke kantor setelah kau pergi dengan Kimiko nanti. Apa kau ingin sesuatu?” tanya Arabella sambil bersiap ke kamar mandi setelah menyiapkan sarapan.
“Cukup, Ma. Cukup spaghetti dan susu cokelat saja,” jawab Jonah sambil mengangguk senang.
Tas berisi pakaian dan beberapa makanan dan camilan sudah disiapkannya di sofa depan. Juga air putih dalam kemasan besar yang sengaja dibeli Arabella agar anaknya jangan sampai dehidrasi nanti.
Arabella belum pernah pergi berkemah, jadi bayangan berkemah dengan lokasi hutan yang penuh dengan serangga membuatnya khawatir. Belum lagi teringat pertanyaan Peter tentang serbuk bunga yang sering menimbulkan alergi membuatnya semakin khawatir. Wanita itu sampai mencari di mesin pencarian tentang sebuk bunga yang menimbulkan alergi serta pengobatannya. Dan untuk beberapa saat jawaban dari mesin pencarian berhasil membuatnya tenang.
Selesai mandi dan sarapan, Jonah langsung duduk di ayunan yang ada di teras rumah.
“Jonah, apa kau sudah memeriksa perlengkapanmu? Mantelmu sudah kau bawa? Snack dan kue yang kau beli semalam sudah kau siapkan?” tanya Arabella memberondong dengan sejumlah pertanyaan seperti biasa ketika muncul di teras rumah setelah selesai berdandan.
“Sudah, Mama Cantik. Semua sudah Jonah siapkan dalam dua tas yang ada di sofa itu,” jawab Jonah gembira saat angin musim semi membelai wajahnya yang putih dan halus.
“Baiklah, lalu charger handphone-mu? sudah kau bawa?” tanya Arabella lagi.
“Tidak, Jonah bawa power bank saja, Ma. Lagi pula aku rasa di sana aku tidak membutuhkan ponsel, iya kan?”
“Bukankah kau bisa mengambil foto di sana dan mengirimkannya pada Mama, Sayang. Mam juga bisa meneleponmu kalau Mama merindukanmu, iya kan?”
Jonah tertawa kecil.
“Jonah hanya pergi di akhir pekan, Ma. Hanya dua hari satu malam, tidak lama,” tukas Jonah tertawa lagi.
Arabella tertawa kecil.
“Baiklah, baik. Ayo peluk Mama,” ucap Arabella sambil merentangkan kedua tangannya. Jonah langsung berdiri dan berlari ke pelukan ibunya dan memeluknya erat.
“Jonah juga pasti merindukan Mama. Tapi Mama jangan khawatir, nanti Jonah akan mengirimkan foto bunga-bunga yang cantik di sana, seperti Mama,” tukas Jonah membesarkan hati Arabella.
Arabella belum pernah berpisah dari Jonah walau hanya semalam. Jadi hatinya terasa sangat gundah saat akan melepas anaknya pergi berkemah walau hanya satu malam saja.Dia mengusap lembut pucuk kepala Jonah dengan penuh rasa sayang.
“Mama menyayangimu, Jonah,” ucap Arabella lirih. Jonah mengangguk.
“Kau sudah siap? Sebentar lagi Papa Kimiko akan datang menjemputmu,” tukas Arabella lagi sambil melirik jam di pergelangan tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan lewat sepuluh menit.
Jonah melepaskan pelukan Arabella dan masuk mengambil dua tas yang berada di sofa ruang tamu dan membawanya keluar.
“Sudah, Ma,” jawab Jonah dengan penuh semangat.
“Jonah sudah besar, Ma. Mama jangan terlalu khawatir, ya?” ucap Jonah lagi membesarkan hati ibunya yang dia tahu ibunya dirundung perasaan gundah gulana, tapi dia sangat ingin merasakan berkemah seperti cerita teman-temannya di sekolah.
Arabella hanya mengangguk sambil tersenyum, tangannya mengusap lembut punggung Jonah beberapa kali yang tingginya hampir sudah hampir mencapai tinggi Arabella.
“Jam berapa Paman Peter akan menjemput?” tanya Jonah tidak sabar terasa sangat lambat.
“Sabar, sebentar lagi mereka pasti sampai,” jawab Arabella tertawa kecil melihat Jonah yang sangat antusias menunggu Peter dan Kimiko.
Tak sampai lima menit kemudian sebuah mobil RV berukuran sedang mendekat dan berhenti di depan rumah Arabella.
Jonah langsung berdiri dan berlari ke pagar, pintu depan RV (Recreational Vehicle/mobil karavan) terbuka dan terlihat seorang anak perempuan remaja mengenakan kaos tanpa lengan dengan celana jeans selutut turun.
“Kimi! Aku sudah menunggumu dari tadi!” seru Jonah ketika melihat Kimiko yang tertawa lebar mendengar sapaan Jonah.
“Kau sudah tidak sabar, ya?”tukas Kimiko dengan tawa lebar dan mata menyipit menyisakan segaris seperti bulan sabit.
Jonah mengangguk dengan kencang.
“Selamat pagi, Tante,” sapa Kimiko dengan sopan saat melihat Arabella berdiri di teras.
“Pagi, Kimiko. Apa kalian sudah siap? Apa di sana ada sinyal telepon, Kimi?” Arabella kembali melemparkan pertanyaan yang sudah beberapa saat berputar di benaknya.
Tiba-tiba pintu RV terbuka dan seorang lelaki tampan bergerak menuruni tangga RV. Sesaat Arabella terpana melihat lelaki itu bersinar di tempa cahaya matahari pagi yang cerah.
“Arabella Stuart? Saya Peter Jackson, ayah Kimiko,” sapa Peter ramah dengan senyum menghiasi wajah, sambil mengulurkan tangan pada Arabella yang termenung memandangi Peter.
“Ah, eh …. Maaf, iya, Arabella Stuart, senang berkenalan dengan anda,” jawab Arabella sopan dengan sedikit terbata dan akhirnya bisa menguasai keadaan.
Senyuman Peter kembali tersungging dari bibir tipis yang memesona itu.
“Mobil anda bagus,” puji Arabella sesaat tidak tahu harus berkata apa untuk mencairkan suasana yang kikuk.
“Terima kasih. Aku dan Kimiko suka pergi berkemah, terkadang pergi memancing, jadi kami memerlukan mobil RV ini. Kau ingin melihat dalamnya? Cukup lengkap seperti rumah berjalan. Ada kamar mandi, dua kamar tidur dan juga dapur. Dilengkapi pengatur suhu penghangat dan pendingin ruangan. Jadi jangan khawatir Jonah akan kedinginan di malam hari ataupun kepanasan,” jelas Peter yang sudah mirip seperti sales kendaraan RV kepada pelanggan yang hendak membeli kendaraannya.
“Papa sudah seperti sales mobil!” tukas Kimiko begitu mendengar penjelasan ayahnya sambil terbahak.
Arabella dan Jonah ikut tertawa hingga membuat Peter menjadi salah tingkah.
“Tidak, terima kasih. Mungkin lain kali saya akan melihatnya, Peter. Setelah kalian pergi, saya harus segera ke kantor,” jelas Arabella dengan sopan.
Peter tersenyum lagi, ucapan Arabella terasa begitu formal di telinganya.
“Baiklah kalau begitu. Ayo, Jonah, naikkan barang bawaanmu,” tukas Peter sambil tertawa kecil dengan pandangan yang tidak beralih dari Arabella.
“Siap, Paman. Mama, Jonah pergi, ya?” pamit Jonah pada ibunya yang masih terpaku di depan RV berwarna beige itu.
“Ingat pesan Mama, Sayang. Hati-hati, jangan lupa kabari Mama,” pesan Arabella lagi hingga membuat Peter tertawa. Baru kali ini dia melihat seorang ibu melepas anak lelakinya dengan begitu banyak pesan.
Jonah mengangguk dan menaiki anak tangga RV lalu menghilang.
“Sampai nanti, Tante,” pamit Kimiko pada Arabella dan langsung menghilang di dalam RV menyusul Jonah.
Sekarang, hanya tersisa Peter dan Arabella yang masih berpandangan dan melempar senyuman di depan RV.
“Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu, Arabella, senang bertemu dan berkenalan denganmu,” pamit Peter dengan senyuman yang membuat hati Arabella terenyuh.
Arabella mengangguk dengan senyum terkulum tidak tahu harus mengucapkan apa.
“Satu lagi Arabella, tidak perlu terlalu formal denganku. Aku menyukaimu,” bisik Peter mendekatkan bibirnya ke telinga Arabella sebelum berbalik menaikki tangga RV.
Arabella terdiam, jantungnya terasa berdebar dan berdetak lebih kencang dari biasa.
“Siapa dia?” tiba-tiba terdengar suara bariton bertanya dengan nada sedikit sinis membuat Arabella terlonjak dan segera berbalik ke arah suara itu.
“Josh! Kau mengejutkanku!” seru Arabella terkejut saat mengetahui sumber suara itu.“Maaf, siapa lelaki itu?” tanya Joshua dengan suara yang terdengar cemburu.“Dia ayah Kimiko, teman Jonah. Hari ini mereka akan pergi berkemah di hutan kota, Josh,” jelas Arabella dan berjalan masuk ke rumah.“Kau mau teh?” tanya Arabella lagi ketika mereka sudah duduk di meja makan.“Boleh, terima kasih, Ara,” jawab Joshua sambil kembali terkenang kejadian barusan. Dia bisa merasakan Arabella menyukai Peter, begitu juga sebaliknya dari pandangan mereka. Joshua tiba beberapa menit tadi dan tidak langsung turun, dia sempat melihat Jonah naik ke RV, lalu diikuti Kimiko dan meninggalkan dua orang dewasa itu saling berpandangan. Joshua menarik napas dalam-dalam dan mengempaskannya dengan kuat.‘Apa yang kau takutkan belum tentu terjadi, Josh. Jangan berprasangka buruk pada sesuatu yang belum terjadi.’‘Tapi, kalau sudah terjadi, bukankah itu sudah terlambat?’‘Kau harus segera bertindak kalau tidak ingin
Setelah selesai mendirikan tenda, tiba-tiba Peter teringat kedua bocah itu ke arah sungai! Air sungai akan pasang mulai tengah hari, tetapi air sungai itu berasal dari pegunungan yang jauh di belakang hutan dan kemarin hujan besar terjadi di atas gunung. Itu berarti debit air sungai akan segera naik.Dia segera berlari ke arah sungai dan menemukan kedua bocah itu sedang asyik bermain air tanpa menyadari debit air sungai yang naik.“JONAH, KIMI!!! Ayo cepat naik! Kalian tidak memperhatikan debit air sungai sudah naik sampai ke dada kalian!” seru Peter cepat dan membantu ke dua bocah yang masih terbengong mendengar teriakannya.“Kenapa airnya bisa naik, Papa?” tanya Kimiko heran dengan kepala yang miring dan alis yang hampir menyatu.“Iya, Paman. Kenapa airnya bisa naik? Tadi tidak ada hujan?” tanya Jonah ikut heran.“Kalian belum mendapat pelajaran tentang fenomena air di sekolah? Sudah sekarang kita kembali ke RV dan kalian harus segera mandi, kemudian makan siang,” putus Peter yang
“Kau suka?” tanya Kimiko pada Jonah saat peter sudah menyalakan api anggun dan hawa panas dari api anggun mampu mengalahkan dinginnya malam ini.“Tentu. Aku suka sekali. Ternyata seperti ini rasanya di depan api anggun. Jauh berbeda dari api perapian yang ada di rumah saat musim dingin. Iya kan?” jawab Jonah dengan semangat dan senyum yang terus terukir dari wajah tampan lelaki kecil itu.Kimiko terbahak mendengar jawaban Jonah. “Tentu saja berbeda, Jonah. Kau bisa rasakan panas dari lidah api yang menari-nari di udara, itu … itu, coba kau rasakan! Terasa tidak?” seru Kimiko sambil menunjuk ke arah api anggun yang bergerak-gerak seperti sedang menari.Jonah mendekati api untuk merasakan dari dekat.“Jangan terlalu dekat, Jonah! Kau bisa ikut terbakar!” teriak Kimiko melihat Jonah yang terlalu dekat dengan lidah api, tetapi yang diteriaki malah tertawa senang.“Kau benar, Kimi. Hangatnya jauh berbeda. Aku suka di dekatnya,” seru Jonah tertawa sambil menggosok kedua tangannya yang teras
“Ayo kita ke sungai!” teriak Jonah senang, bibirnya terbuka lebar dan matanya berbinar bahagia menikmati suasana pagi yang masih sepi dan sunyi. Beberapa RV sudah tidak berada di dekat mereka.“Kemana RV kelabu yang kemarin parkir di sana, Paman?” tanya Jonah sambil menunjuk sebuah pohon oak besar dan rindang di kanan mereka. Daunnya yang lebar mulai berguguran dan buah oak kering berjatuhan.Jonah berlari ke dekat pohon itu dan memungut buah oak kering. Dia ingin membuat hiasan pintu untuk menyambut natal yang tinggal beberapa bulan lagi.“Untuk apa kau memunguti buah oak kering itu Jonah?” tanya Kimiko heran melihat Jonah sudah menggunakan bajunya sebagai tempat menaruh buah-buah oak sempurna yang dipilihnya.“Kau tidak tahu? Aku akan membuat hiasan pintu untuk menyambut natal, Kimi! Mama pasti akan senang sekali!” jawab Jonah dengan binaran mata bahagia.“Oh aku tahu, kau ingin membuat hiasan seperti saat kita di kelas satu dulu? Memangnya kau masih ingat cara membuatnya?” tanya Ki
“Ya, aku bekerja sebagai penjaga perpustakaan, Arabella, kenapa?” tanya Peter sambil tertawa mendengar keterkejutan Arabella. Dia sudah biasa jika orang-orang terkejut mendengar pekerjaannya. Dulu dia mengelola studio musik-nya sendiri. Tapi sejak dia bercerai dari Kimberly dan melihat Kimiko lebih membutuhkan kehadirannya sebagai seorang ayah, dia mengundurkan diri dari jabatannya di studio musik.“Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya heran lelaki sepertimu mau bekerja di perpustakaan yang biasanya hanya didatangi oleh kaum ‘Nerd’… bukan maksudku mengejek, tapi … kau tahu kan maksudku?” jawab Arabella perlahan sambil memastikan bahwa Peter tidak tersinggung dengan ucapannya.Peter tertawa lebar.“Ya, ya, aku tahu pandangan orang terhadap seorang pustakawan,” balas Peter geli. Dia sama sekali tidak tersinggung memang seperti itulah pandangan orang-orang padanya.‘Pantas saja Kimberly berselingkuh! Pekerjaannya tidak sesuai dengan tampangnya!’ suara ejekan dari lingkungan sekitar yang menge
“Halo, Jonah, bagaimana kabarmu hari ini?” sapa Joshua ketika Jonah membukakan pintu untuknya.“Baik, Paman Josh, terima kasih. Paman baru pulang dari kantor? Mencari Mama?” tanya Jonah riang karena dia mencium bau martabak kesukaannya dari kantong kertas yang dijinjing Joshua.“Iya. Ini untukmu,” ujar Joshua sambil menyodorkan kantong kertas yang dibawanya pada Jonah, dan wajah bocah itu langsung berbinar gembira.“DImana Mama, Jonah?” lanjut Joshua yang melongokkan kepalanya ke dalam rumah dan tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Arabella.“Josh! Ayo masuk!” seru Arabella ramah dari kamar tamu disamping ruang tamu.Sementara Jonah berlari ke meja makan membawa kantong kertas yang diyakininya adalah martabak kesukaannya.“Arabella! Apa yang kau lakukan di kamar tamu?” tanya Joshua bingung melihat keberadaan Arabella. Dia mengira Arabella ada di kamar atas atau di dapur.Arabella melangkah keluar dari balik pintu yang terbuka sambil tertawa.“Aku sedang menghias kuku teman Jonah. Di
“Tentu saja, tidak, Kimi! Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?” tanya Jonah dengan kernyitan heran.Kimiko mengedikkan bahu, “Dia terlihat mesra dengan mamamu, Jonah.”“Dia selalu begitu sejak Papa meninggal, dia selalu datang menemani Mama,” jawab Jonah tanpa rasa.“Dia datang menemani mamamu? Fix, Jonah! Dia menyukai mamamu, apa mamamu juga menyukainya?” tanya Kimiko penasaran.“Entahlah, aku tidak pernah menanyakannya pada Mama, karena jika kutanyakan, Mama selalu bilang belum bisa melupakan Papa,” jawab Jonah lagi sambil membalik-balikkan jari jemari Kimiko.“Kenapa kuku kakimu tidak kau warnai?” tanya Jonah kemudian melihat jari kuku kaki Kimiko yang polos.“Tidak, untuk apa? bukankah aku selalu memakai kaos kaki, bahkan saat tidur. Bukankah itu sia-sia saja?” jawab Kimiko tak peduli.Kimiko lalu bangkit dari lantai rumah dan masuk ke kamar mengambil ponsel lalu menelepon ayahnya.“Papa, jam berapa Papa ada di studio?” tanya Kimiko sambil memilin rambutnya yang dikepang empat
“Ada apa, Kimi? Apa papamu akan ikut dengan kita?” tanya Arabella lembut.“Sepertinya begitu, Tante. Jadi kita akan makan apa malam ini? Spaghetti? Aku ingin makan raviolli! Bagaimana kalau ke restoran Pizza?” tanya Kimiko dengan mata berbinar.“Tapi Jonah ingin makan burger. Bagaimana kalau burger saja, Kimi?” tanya Arabella mendadak bingung melihat keinginan dua bocah yang berbeda.“Atau kita makan di mall saja, bagaimana? Di sana banyak pilihan. Bagaimana?” lanjut Arabella memberikan pilihan sambil berharap Jonah tidak marah.Kimiko diam sejenak, “Terserah Tante saja, deh. Aku bisa makan semuanya, jangan terlalu mengkhawatirkanku.”“Kau ingin makan apa, Kimi? Tadi aku sudah mengatakan pada Mama kalau aku ingin makan burger malam ini. Kau tidak mau?” tanya Jonah yang mendengar percakapan Arabella dan Kimiko dari kamarnya.“Tidak masalah, Jonah. Aku hanya ingin makan ravioli. Tapi makan burger dan steak pun aku suka. Jadi tak masalah bagiku,” jawab Kimiko santai.“Baiklah, coba nanti
“Apa kalian sudah siap?” tanya Arabella pada Peter dan Kimiko. Hari ini mereka akan meresmikan pernikahan mereka di kantor catatan sipil.“Sudah, Ma,” jawab Kimiko bersemangat.“Jonah mana?” tanya Kimiko lagi karena tidak melihat bocah itu.“Ada, dia hampir siap. Sedang merapikan kemeja dan memakai dasi kupu-kupunya,” jelas Arabella yang sudah cantik dengan shanghai dress putih berhias bunga peoni besar dan sedikit bunga mawar sebagai pemanis. Cocok sekali dengan tubuhnya yang masih sangat ramping dengan rambut disanggul kecil menyesuaikan rambutnya yang pendek.“Mama cantik sekali,” puji Kimiko sambil memeluk pelan Arabella. Dia tidak ingin merusak tampilan Arabella yang sudah sangat perfect menurutnya.“Wah … kau cantik sekali, Ara,” puji Peter yang baru saja turun dari lantai atas.Arabella tersenyum, “Kau juga tampan sekali, Tuan Jackson.”Ketiganya terkekeh bersama menikmati kebahagiaan.Sementara di kamarnya Jonah tampak termenenung dengan dasi masih digenggamannya.Pintu kamar
“Ada apa denganmu, Sayang? Kenapa tiba-tiba kau menangis?” tanya Arabella heran. Mobil sudah masuk ke pekarangan rumah dan berhenti di depan pintu garasi.Sepi. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Kimiko dan Peter di sini.“Ayo turun, Jonah. Apa kau menangis karena merindukan kamarmu? Sebentar lagik kau akan kembali ke kamarmu, Sayang,” tukas Arabella sambil membuka bagasi untuk menurunan barang-barang Jonah.“Mengapa sepi sekali, Ma? Apa Kimiko dan Papa belum kembali? Apa mereka lupa kalau aku akan pulang hari ini?” tanya Jonah sedih.Arabella tersenyum, “Mereka tidak lupa. Mungkin Papa dan Kimiko sedang membeli sesuatu.”Jonah senyum terpaksa. Dia merasa mereka tidak terlalu menganggapnya penting. Walau sedikit bersedih, tapi dia bahagia bisa pulang ke rumah setelah sekian lama di rumah sakit, rasanya sudah sangat bosan terus menerus
“Sungguh aku boleh pulang?” tanya Jonah dengan wajah berbinar menatap pada Arabella dengan senyuman lebar. DIa bahagia ketika dokter mengatakan padanya bahwa besok Jonah sudah boleh pulang ke rumah dengan janji temu tiga hari kemudian.“Iya, apa kau senang, Sayang?” Tanpa bertanya pun, Arabella sudah tahu wajah Jonah yang cerah dengan binar di mata gelapnya itu menandakan kalau dia bahagia.Jonah mengangguk anggukan kepala tanpa henti.“Tapi kau masih harus mengikuti fisioterapi sampai akhir bulan, Sayang. Dan kau belum bisa kembali ke sekolah. Jadi kau akan tetap di rumah,” jelas Arabella dengan sabar. Otomatis dia harus meminta cuti di kantor untuk menemani Jonah. Tidak mungkin meninggalkan bocah itu di rumah sendirian.“Yaaa … lalu kapan aku bisa kembali ke sekolah, Ma?” tanya Jonah sedikit kecewa mendengar hal itu. Sedangkan Kimiko bahkan sud
Psgi hari Jonah bangun dengan tubuh yang terasa lebih segar. Mungkin karena semalam bermain bersama Kimiko membuat tidurnya lebih nyenyak dan hatinya pun lebih tenang. Mimpi buruk yang kerap datang beberapa waktu lagi sejak dia terbangun di rumah sakit, semalam tidak datang lagi.“Pagi, Jonah. Kau ingat denganku?” tanya Kimiko yang terbangun dan melihat bocah itu sudah duduk di ranjangnya sambil menatap ke langit biru lewat kaca kamar.“Tentu saja aku ingat kau, Kimi. Kau tahu berkat kau, tidurku semalam sangat nyenyak. Tidak ada mimpi buruk … semalam. Ya … kuharap mimpi itu pergi untuk selamanya,” jawab Jonah tertawa kecil.“Sungguh? Kau tidak bermimpi buruk semalam?” tanya Kimiko dengan wajah berbinar.Jonah mengangguk.“Di mana Mama dan Papa?” tanya Jonah pelan, karena dia tidak melihat keduanya di kamar.“Mereka tidur di bawah ranjangmu,” jawab Kimiko terkekeh pelan takut membangunkan keduanya.“Di bawah ranjang? Mengapa?” Jonah bertanya dengan alis mata yang hampir menyatu di hid
Hari hampir gelap ketika Joshua memasuki rumah sakit tempat Jonah dirawat sejak pertama bocah itu terluka. Aroma obat langsung terhidu ketika dia naik ke lift yang akan membawanya ke lantai enam belas. Arabella sudah memberitahukan padanya di mana Jonah dirawat.Di depan pintu kamar 1631, Joshua kembali meragu untuk masuk ke dalam atau tidak. Tiba-tiba suara tawa Jonah dengan suara seorang anak perempuan yang pasti bisa dipastikannya anak Peter terdengar hingga keluar kamar. Alis matanya hampir beradu memikirkan apa yang diinginkan Jonah mencarinya? Apa bocah itu ingin meminta pertanggungjawabannya? Ataukah ingin …. Bayangan Joshua semakin liar.Langkah kakinya tidak lagi tegak, kakinya sudah mundur selangkah dari semula. Dia harus segera pulang!“Arabella, maafkan aku. Hari ini aku harus lembur, mungkin besok pagi atau sore aku akan ke sana, ya. Maafkan aku,” ucap Joshua di ponsel dari lantai bawah ru
“Tidurlah sebentar kalau lelah, Ara,” jawab Peter sambil terus mengusap lembut pucuk kepala wanita itu.“Aku takut … dia tidak akan pulih. Bagaiimana ini?” tanya Arabella dengan pilu. Hatinya bagai diiris sembilu melihat kondisi Jonah yang belum pulih sejak kecelakaan itu terjadi.“Sstt … jangan putus asa. Dia sudah bangun dari koma, kita harus bersyukur pada Tuhan, Ara. Kita masih diberi kesempatan untuk bersama dengan dia. Jadi kau tidak boleh putus asa. Kau harus lebih bersemangat dari Jonah agar mampu memberinya semangat lebih. Aku akan tetap di sini bersamamu,” ucap Peter memompa semangat pada Arabella yang putus asa.Arabela hanya diam dan makin menyurukkan kepalanya ke dada bidang Peter.Peter tahu, Arabella lelah, begitu juga dia. Lelah menghadapi ketidakpastian kondisi Jonah sejak kecelakaan itu. Dan saat dia sudah bangun, ternyata ada kenyat
“Kau tidak ingat padaku?” tanya Kimiko heran, kedua alisnya hampir menyatu karena terkejut, tidak menyangka kalau Jonah akan menderita amnesia.Jonah menggeleng pelan.“Kau siapa?” tanya Jonah mengulang pertanyaan lagi.“Aku … aku ….” Tiba-tiba air mata membanjiri wajah Kimiko, dia sedih sekali mengetahui keadaan Jonah hingga tidak bisa menahan air mata.Arabella segera mendekati Kimiko dan berusaha menenangkan gadis kecil itu. Dokter sudah pernah mengatakan padanya saat Jonah selesai dioperasi. Jadi dia tidak terkejut.“Apa yang terjadi? Kenapa kau menangis, Sayang?” tanya Peter saat masuk ke kamar rawat Jonah dan melihat Kimiko menangis tersedu-sedu.Arabella menghela napas pelan, “Jonah tidak mengenali dia, Peter.”Peter terbelalak. Apakah itu berarti bocah itu j
“Hei, Jonah, bagaimana keadaanmu? Apa sudah lebih baik?” tanya Peter ketika muncul di depan Jonah yang sedang berbaring dengan pandangan kosong. Tatapan bocah itu langsung berubah begitu melihat kedatangan Peter ke ruang ICU.“Pa-pa?” panggilnya terbata.Peter mengangguk dan mengecup pucuk kepalanya perlahan.“Kau mencari Papa, Jonah? Ada apa? Apa kau ingin menceritakan pengalamanmu pada Papa, Sayang?” tanya Peter dengan lembut.Jonah tidak mengangguk juga tidak menggeleng. Dia hanya menatap Peter sejenak, lalu sebulir air mata menetes dari sudut matanya yang sendu.Peter langsung terenyuh.“Jangan menangis, Sayang. Sekarang kau berada di tempat yang aman, tidak akan orang yang akan menganggumu lagi, ya. Jangan menangis,” ucap Peter pada bocah lelaki itu.Setelah Jonah terlelap, Peter keluar
Tiba-tiba seseorang memeluk pinggang Peter dari belakang hingga dia terkejut dan hampir saja mengempaskan pelukan itu … sesaat dia tersadar, tangan kecil itu tangan anaknya … Kimiko.“Kimi, kau membuat Papa terkejut!” seru Peter yang langsung memutuskan sambungan telepon itu.“Papa sedang menelepon siapa? Tadi aku sudah memanggilmu, Pa, tapi Papa tidak mendengarkanku. Makanya aku berinisiatif memeluk Papa,” jawab Kimiko jujur.“Haa? Kau memanggil Papa? Mengapa Papa tidak mendengarmu memanggil?” tanya Peter heran.“Mana aku tahu. Mungkin Papa terlalu serius dengan orang yang di telepon itu? Siapa dia? Apa yang dia inginkan sampai Papa tidak mendengar panggilanku?” jawab Kimiko bersungut.“Hanya teman, Kimi. DIa tadi ingin meminta Papa untuk mengantarkannya ke suatu tempat, tapi Papa belum mengiyakan dan terputus g