Selesai telepon, Daniel menarik Yasmin ke kamar mandi. Dia mengisi air bak mandi, kemudian mendudukkan Yasmin di dalam dengan lengannya yang terluka diletakkan di pinggir bak.Daniel memandikan Yasmin sendiri.Yasmin juga tidak menolak.Ini yang diinginkan Daniel, tapi dia merasa ada yang kurang.Dia mengangkat dagu Yasmin, lalu bertanya, "Apa yang sedang kamu pikirkan?""Apa aku boleh mandi sendiri?" Suara Yasmin sangat kecil."Apa yang belum aku lihat?" Mata Daniel tertuju pada cupang di bahu Yasmin, kemudian dia mengusapnya dengan kasar.Bahu Yasmin menghindar sedikit.Dia seolah-olah kesakitan."Kenapa warna ini makin gelap?" tanya Daniel dengan nada yang sangat dingin.Bahkan Yasmin merasa air bak mandi menjadi dingin.Yasmin tahu itu karena ulah Martin di kantor.Akan tetapi, dia tidak berani mengatakannya. Bagaimana ini?Dia sudah mulai gelisah ....Saat ini, bel pintu berbunyi dan memecahkan suasana yang mengerikan ini.Yasmin tidak menyangka Helen akan datang, tapi dia tetap b
Yasmin juga tidak mengerti kenapa dia muntah. Apa ini karena dia makan terlalu banyak pagi ini?Dia kembali ke kantor. Dia duduk di kursinya, kemudian mengeluarkan pisau pemotong kertas dari laci. Setelah itu, dia menyayat kulit lengannya ...."Ugh!" Yasmin menggigit bibirnya sambil menahan rasa sakit.Hanya dengan begini, hatinya baru bisa merasa sedikit nyaman.Ponsel di mejanya berdering. Yasmin melihat itu telepon dari Raymond.Dia mengangkatnya. "Halo.""Yasmin, apa kamu baik-baik saja?""Aku sedang di perusahaan dan baik-baik saja. Kamu nggak perlu mengkhawatirkanku.""Aku nggak mungkin nggak khawatir ketika kamu dibawa pergi seperti itu." Raymond tidak berkata kalau dia tidak tidur semalam."Pak Raymond, nanti meskipun aku mati, kamu jangan terlalu sedih," ucap Yasmin."Apa katamu?" Raymond mengerutkan alisnya. "Kata-kata seperti itu nggak baik. Jangan sembarangan bicara.""Apa Pak Raymond percaya pada takhayul? Semua manusia pasti akan mati.""Kamu masih sangat muda. Terlalu aw
Tatapan mata Yasmin yang tak kenal takut itu membuat Daniel makin marah.Seolah-olah Yasmin akan menerima semua yang dia lakukan.Daniel ingin melihat Yasmin ketakutan seperti dulu. Reaksi itu lebih baik daripada tidak ada reaksi apa pun.Daniel mendekatkan bibirnya ke bibir Yasmin. "Mohon padaku dan aku akan melepaskanmu."Yasmin tidak memohon. Mulutnya bahkan tidak terbuka. Dia hanya melihat Daniel dengan tatapan kosong."Apa mulutmu lebih keras daripada punyaku?" Daniel pun mencium bibir Yasmin dengan kuat.Sebenarnya, dia sedang menunggu Yasmin memohon meskipun itu hanya satu kata.Sayangnya, Yasmin tidak pernah memohon.Daniel pun tidak memelankan gerakannya.Pengawal berjaga di luar pintu kantor, jadi tidak ada yang berani masuk.Satu jam kemudian, ponsel di kantong pengawal bergetar. Dia mengangkat telepon, kemudian dia mendengar Daniel berkata dengan nada malas, "Belikan makanan.""Baik."Setelah Daniel melempar ponselnya, dia memeluk Yasmin. Dia sangat puas karena Yasmin sanga
Yasmin tidak boleh seperti ini. Ini perusahaan ayahnya. Ini kerja keras ayahnya ....Seseorang membuka pintu kantor tanpa persetujuannya.Yasmin mengira itu Daniel lagi.Saat dia mendongak, dia malah melihat Irene yang bertampang sombong.Dia memakai kacamata hitam dan masker.Bagaimanapun juga, bekas di luka wajahnya tidak mungkin bisa sembuh dengan cepat."Kamu masih di perusahaan? Aku kira kamu sudah dibunuh Daniel. Kamu sungguh pantang menyerah. Tapi, itu nggak baik karena kamu mudah menyebabkan orang mati." Begitu Irene masuk, kata-kata jahat keluar dari mulutnya. Dia berjalan ke depan meja kantor, lalu duduk di kursi. Dia melepaskan kacamata hitamnya, kemudian menatap mata Yasmin. "Tapi, kamu terlihat lemas. Apa kamu disiksa beberapa hari ini?"Yasmin tidak berkata apa-apa. Dia menelepon satpam. "Datang ke kantorku."Irene bertanya, "Siapa yang kamu telepon? Apa kamu mencari bantuan?""Kamu benar-benar berani. Berani-beraninya kamu muncul di depanku," kata Yasmin."Kenapa aku ngg
Yasmin tidak menyangka anak-anak akan datang. Dia tercengang ketika melihat anak-anak di kakinya.Dia tidak disambut dengan bahaya seperti sebelumnya, tapi dia malah mendapat kejutan.Dia mengingat luka di lengannya, kemudian dia bahkan tidak berani mengulurkan tangannya ...."Mama, kami datang untuk menjemputmu pulang.""Kami juga membawa kue untuk Mama.""Apa Mama senang?"Yasmin menganggukkan kepalanya. "Senang ...."Jelas kalau tiga anak kecil itu jauh lebih senang daripada Yasmin. Mereka memanjat ke pangkuan Yasmin, lalu bokong mereka melompat-lompat.Daniel memasuki kantor. "Apa kita sudah boleh pergi?"Yasmin berdiri. Dia membawa anak-anak keluar sambil memegang kue.Ini adalah niat baik anak-anak.Setiap kali anak-anak datang, mereka akan memberinya kue.Kali ini ketika dia memakannya di mobil, dia merasa kuenya pahit.Saat dia menelannya, dia malah merasa air matanya ingin keluar.Dia menahannya.Tiba-tiba dia tidak tahu bagaimana menghadapi anak-anak.Mereka sangat indah, pol
Dua luka tipis terlihat.Daniel terkejut. Dia menyipitkan matanya dan bertanya dengan nada yang menyeramkan, "Apa ini?"Masih ada bekas darah di lukanya dan bengkak. Jelas kalau luka ini tidak pernah diobati.Yasmin ingin menarik kembali tangannya. "Nggak sengaja tergores ....""Kamu tergores besi lagi?" Ekspresi Daniel sudah berubah menjadi sangat menyeramkan. Dia mengunci pintu mobil, kemudian berteriak pada sopir di luar, "Ayo pergi ke rumah sakit!"Sopir menyalakan mesin mobil, kemudian melaju pergi.Anak-anak sedang membelakangi mobil dan menaiki tangga.Lalu, mereka menoleh ke belakang.Loh? Di mana mobil Papa?"Anak-anak masih di rumah. Aku nggak mau pergi ke rumah sakit." Yasmin tampak gelisah dan ingin turun dari mobil.Namun, mobil terus melaju dengan cepat. Dia tidak bisa turun."Bagaimana kamu terluka?" Daniel berusaha menenangkan dirinya.Kalau dia tidak bisa melihat kalau itu luka buatan manusia, maka dia benar-benar buta!Yasmin memanyunkan bibirnya dan diam saja. Dia ha
"Dia bilang ... setiap kali kamu menyentuhnya, dia menyayatnya sendiri." Setelah Helen mengatakan itu, dia bisa melihat kalau Daniel terkejut. "Tuan Daniel, biarkan dia bertemu dengan dokter psikologis. Kalau keadaan mentalnya makin serius, akan terjadi masalah besar."Daniel merasa kesal sehingga dia sulit untuk mengontrol suasana hatinya. Seolah-olah sulit untuknya tenang. "Apa dia sengaja melakukan itu untukku lihat? Agar aku melepaskannya?""Tuan Daniel, kalau dia berpura-pura, dia nggak mungkin bisa menjadi begitu kurus." Helen berkata, "Kalau kita nggak menyelamatkannya sekarang, aku khawatir semuanya akan terlambat."Daniel berkata dengan suara rendah, "Aturkan.""Baik."Yasmin diantar ke sebuah ruangan. Saat dia masuk, dia melihat papan "konsultasi psikologis" di depan pintu.Maka itu, setelah dia duduk, dia bertanya pada dokter psikolog itu, "Apa ada masalah dengan psikologiku?""Masing-masing dari kita akan memiliki berbagai masalah di hati kita dan aku di sini untuk membantu
"Yang penting kamu nggak menyentuhku," ucap Yasmin.Daniel mendekat, lalu dia berbisik ke telinga Yasmin, "Aku nggak hanya ingin menyentuhmu, kita akan tidur setiap hari mulai hari ini. Lebih baik aku nggak menemukan luka baru di tubuhmu."Yasmin tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia sudah kebal dengan ancaman Daniel.Apa lagi yang bisa dia lakukan? Mungkin dia akan dikurung.Lagi pula, dia sudah tidak peduli dengan nyawanya.Dia memalingkan wajahnya ke luar jendela, kemudian berkata, "Mari kita coba."Reaksi dan nada itu membuat amarah Daniel bergejolak. Dia kapan saja bisa meledak. Dia berkata dengan sabar, "Yasmin, apa baiknya kamu melawanku? Kamu nggak akan bisa menang dariku."Yasmin menoleh ke arahnya. "Kamu bunuh aku saja. Aku akan berterima kasih padamu."Raut wajah Daniel menjadi tegang dan sorot matanya menjadi sinis. Tangan di sisinya yang terkepal dengan sangat erat membuat pembuluh darahnya menonjol dan tampak mengerikan.Akan tetapi, Yasmin terlihat tidak takut padanya