Yasmin juga tidak mengerti kenapa dia muntah. Apa ini karena dia makan terlalu banyak pagi ini?Dia kembali ke kantor. Dia duduk di kursinya, kemudian mengeluarkan pisau pemotong kertas dari laci. Setelah itu, dia menyayat kulit lengannya ...."Ugh!" Yasmin menggigit bibirnya sambil menahan rasa sakit.Hanya dengan begini, hatinya baru bisa merasa sedikit nyaman.Ponsel di mejanya berdering. Yasmin melihat itu telepon dari Raymond.Dia mengangkatnya. "Halo.""Yasmin, apa kamu baik-baik saja?""Aku sedang di perusahaan dan baik-baik saja. Kamu nggak perlu mengkhawatirkanku.""Aku nggak mungkin nggak khawatir ketika kamu dibawa pergi seperti itu." Raymond tidak berkata kalau dia tidak tidur semalam."Pak Raymond, nanti meskipun aku mati, kamu jangan terlalu sedih," ucap Yasmin."Apa katamu?" Raymond mengerutkan alisnya. "Kata-kata seperti itu nggak baik. Jangan sembarangan bicara.""Apa Pak Raymond percaya pada takhayul? Semua manusia pasti akan mati.""Kamu masih sangat muda. Terlalu aw
Tatapan mata Yasmin yang tak kenal takut itu membuat Daniel makin marah.Seolah-olah Yasmin akan menerima semua yang dia lakukan.Daniel ingin melihat Yasmin ketakutan seperti dulu. Reaksi itu lebih baik daripada tidak ada reaksi apa pun.Daniel mendekatkan bibirnya ke bibir Yasmin. "Mohon padaku dan aku akan melepaskanmu."Yasmin tidak memohon. Mulutnya bahkan tidak terbuka. Dia hanya melihat Daniel dengan tatapan kosong."Apa mulutmu lebih keras daripada punyaku?" Daniel pun mencium bibir Yasmin dengan kuat.Sebenarnya, dia sedang menunggu Yasmin memohon meskipun itu hanya satu kata.Sayangnya, Yasmin tidak pernah memohon.Daniel pun tidak memelankan gerakannya.Pengawal berjaga di luar pintu kantor, jadi tidak ada yang berani masuk.Satu jam kemudian, ponsel di kantong pengawal bergetar. Dia mengangkat telepon, kemudian dia mendengar Daniel berkata dengan nada malas, "Belikan makanan.""Baik."Setelah Daniel melempar ponselnya, dia memeluk Yasmin. Dia sangat puas karena Yasmin sanga
Yasmin tidak boleh seperti ini. Ini perusahaan ayahnya. Ini kerja keras ayahnya ....Seseorang membuka pintu kantor tanpa persetujuannya.Yasmin mengira itu Daniel lagi.Saat dia mendongak, dia malah melihat Irene yang bertampang sombong.Dia memakai kacamata hitam dan masker.Bagaimanapun juga, bekas di luka wajahnya tidak mungkin bisa sembuh dengan cepat."Kamu masih di perusahaan? Aku kira kamu sudah dibunuh Daniel. Kamu sungguh pantang menyerah. Tapi, itu nggak baik karena kamu mudah menyebabkan orang mati." Begitu Irene masuk, kata-kata jahat keluar dari mulutnya. Dia berjalan ke depan meja kantor, lalu duduk di kursi. Dia melepaskan kacamata hitamnya, kemudian menatap mata Yasmin. "Tapi, kamu terlihat lemas. Apa kamu disiksa beberapa hari ini?"Yasmin tidak berkata apa-apa. Dia menelepon satpam. "Datang ke kantorku."Irene bertanya, "Siapa yang kamu telepon? Apa kamu mencari bantuan?""Kamu benar-benar berani. Berani-beraninya kamu muncul di depanku," kata Yasmin."Kenapa aku ngg
Yasmin tidak menyangka anak-anak akan datang. Dia tercengang ketika melihat anak-anak di kakinya.Dia tidak disambut dengan bahaya seperti sebelumnya, tapi dia malah mendapat kejutan.Dia mengingat luka di lengannya, kemudian dia bahkan tidak berani mengulurkan tangannya ...."Mama, kami datang untuk menjemputmu pulang.""Kami juga membawa kue untuk Mama.""Apa Mama senang?"Yasmin menganggukkan kepalanya. "Senang ...."Jelas kalau tiga anak kecil itu jauh lebih senang daripada Yasmin. Mereka memanjat ke pangkuan Yasmin, lalu bokong mereka melompat-lompat.Daniel memasuki kantor. "Apa kita sudah boleh pergi?"Yasmin berdiri. Dia membawa anak-anak keluar sambil memegang kue.Ini adalah niat baik anak-anak.Setiap kali anak-anak datang, mereka akan memberinya kue.Kali ini ketika dia memakannya di mobil, dia merasa kuenya pahit.Saat dia menelannya, dia malah merasa air matanya ingin keluar.Dia menahannya.Tiba-tiba dia tidak tahu bagaimana menghadapi anak-anak.Mereka sangat indah, pol
Dua luka tipis terlihat.Daniel terkejut. Dia menyipitkan matanya dan bertanya dengan nada yang menyeramkan, "Apa ini?"Masih ada bekas darah di lukanya dan bengkak. Jelas kalau luka ini tidak pernah diobati.Yasmin ingin menarik kembali tangannya. "Nggak sengaja tergores ....""Kamu tergores besi lagi?" Ekspresi Daniel sudah berubah menjadi sangat menyeramkan. Dia mengunci pintu mobil, kemudian berteriak pada sopir di luar, "Ayo pergi ke rumah sakit!"Sopir menyalakan mesin mobil, kemudian melaju pergi.Anak-anak sedang membelakangi mobil dan menaiki tangga.Lalu, mereka menoleh ke belakang.Loh? Di mana mobil Papa?"Anak-anak masih di rumah. Aku nggak mau pergi ke rumah sakit." Yasmin tampak gelisah dan ingin turun dari mobil.Namun, mobil terus melaju dengan cepat. Dia tidak bisa turun."Bagaimana kamu terluka?" Daniel berusaha menenangkan dirinya.Kalau dia tidak bisa melihat kalau itu luka buatan manusia, maka dia benar-benar buta!Yasmin memanyunkan bibirnya dan diam saja. Dia ha
"Dia bilang ... setiap kali kamu menyentuhnya, dia menyayatnya sendiri." Setelah Helen mengatakan itu, dia bisa melihat kalau Daniel terkejut. "Tuan Daniel, biarkan dia bertemu dengan dokter psikologis. Kalau keadaan mentalnya makin serius, akan terjadi masalah besar."Daniel merasa kesal sehingga dia sulit untuk mengontrol suasana hatinya. Seolah-olah sulit untuknya tenang. "Apa dia sengaja melakukan itu untukku lihat? Agar aku melepaskannya?""Tuan Daniel, kalau dia berpura-pura, dia nggak mungkin bisa menjadi begitu kurus." Helen berkata, "Kalau kita nggak menyelamatkannya sekarang, aku khawatir semuanya akan terlambat."Daniel berkata dengan suara rendah, "Aturkan.""Baik."Yasmin diantar ke sebuah ruangan. Saat dia masuk, dia melihat papan "konsultasi psikologis" di depan pintu.Maka itu, setelah dia duduk, dia bertanya pada dokter psikolog itu, "Apa ada masalah dengan psikologiku?""Masing-masing dari kita akan memiliki berbagai masalah di hati kita dan aku di sini untuk membantu
"Yang penting kamu nggak menyentuhku," ucap Yasmin.Daniel mendekat, lalu dia berbisik ke telinga Yasmin, "Aku nggak hanya ingin menyentuhmu, kita akan tidur setiap hari mulai hari ini. Lebih baik aku nggak menemukan luka baru di tubuhmu."Yasmin tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Dia sudah kebal dengan ancaman Daniel.Apa lagi yang bisa dia lakukan? Mungkin dia akan dikurung.Lagi pula, dia sudah tidak peduli dengan nyawanya.Dia memalingkan wajahnya ke luar jendela, kemudian berkata, "Mari kita coba."Reaksi dan nada itu membuat amarah Daniel bergejolak. Dia kapan saja bisa meledak. Dia berkata dengan sabar, "Yasmin, apa baiknya kamu melawanku? Kamu nggak akan bisa menang dariku."Yasmin menoleh ke arahnya. "Kamu bunuh aku saja. Aku akan berterima kasih padamu."Raut wajah Daniel menjadi tegang dan sorot matanya menjadi sinis. Tangan di sisinya yang terkepal dengan sangat erat membuat pembuluh darahnya menonjol dan tampak mengerikan.Akan tetapi, Yasmin terlihat tidak takut padanya
Pada malam hari, Daniel akan membawa Yasmin kembali ke Taman Royal lagi.Saat Irene mengetahui kabar itu, dia menghancurkan meja rias yang penuh dengan kosmetik dan produk perawatan kulit."Apa-apaan ini? Yasmin menginap di Taman Royal setiap hari dan bahkan tidur sekamar dengan Daniel. Apa maksudnya? Apa mereka sudah menjadi suami istri?" Irene sangat marah."Sepertinya dia makin hebat!" Dahlia berkata, "Nggak boleh terus seperti ini. Orang menjadi nggak tahu siapa tunangannya Daniel!""Tentu saja aku tahu!" Irene melihat wajahnya sendiri yang berbekas di cermin. "Bagaimana aku bisa merayu Daniel dengan tampangku seperti ini? Kalau dia melihat wajahku ini, dia pasti merasa jijik!""Walaupun kamu nggak bisa tidur bersama Daniel, kamu juga nggak bisa membiarkan Yasmin makin sombong!" kata Dahlia. "Bukankah kamu ada kamar di Taman Royal? Kamu juga menginap di sana saja!"Sekujur tubuh Irene merasa tidak nyaman ketika dia berpikir harus menginap serumah dengan Yasmin."Siapa Yasmin? Kalau
Yasmin tanpa sadar menjauh. Sorot matanya tampak ketakutan. "Jangan ...."Daniel menarik Yasmin ke pelukannya dengan kuat. "Jangan apa?"Yasmin menggigit bibirnya yang gemetar."Apa kamu nggak menyukainya?""Bukan ...." jawab Yasmin dengan sangat lemah."Aku nggak akan menyentuhmu. Tidurlah." Daniel menempelkan kepala Yasmin ke dadanya sambil memeluknya.Yasmin berada di pelukan Daniel dan mendengar suara detak jantungnya yang kuat.Dia menyadari Daniel menjadi mudah marah, terutama kalau itu berkaitan dengannya.Yasmin tidak berani bertanya apa itu karena Raymond. Dia bahkan tidak berani mengungkit nama Raymond.Begitu Daniel marah, Yasmin akan mengalami akhir yang mengenaskan.Kalau begitu, bagaimana dengan Irene?Apa Yasmin tidak boleh memiliki pemikirannya sendiri? Dia hanya boleh dikontrol Daniel ...?Setelah Irene tahu kalau Yasmin dan Daniel sedang bertengkar, dia pergi ke Grup Naga.Dia menghampiri resepsionis, lalu bertanya, "Apa Daniel ada di sini?"Semua orang tahu hubungan
Yasmin bahkan tidak berani membuat Daniel menunggunya di dalam mobil.Setelah dia menenangkan kegugupannya dan tubuhnya yang dingin, dia naik mobil.Mobil meninggalkan alun-alun dan melaju pergi.Jalan itu awalnya sangat ramai, tapi ketika orang-orang melihat mobil Rolls Royce, mereka berinisiatif memberi jalan seolah-olah mereka takut akan menjadi miskin kalau mereka menyentuhnya sedikit pun saja."Wajahmu tampak pucat. Apa kamu nggak enak badan?" tanya Daniel."Nggak ...." Setelah Yasmin menjawab, tangan besar Daniel menggenggam tangan kecil Yasmin.Daniel mengerutkan alisnya. "Kenapa kamu dingin sekali? Pergi ke rumah sakit."Sebelum Yasmin sempat menjawab, dia telah mendengar perintah Daniel.Sopir segera menuju ke rumah sakit.Awalnya Yasmin ingin mengatakan sesuatu, tapi dia membatalkan niatnya.Kalau dia tidak enak badan, mungkin Daniel akan melepaskannya malam ini ....Setelah mereka tiba di rumah sakit, Helen memeriksa Yasmin.Tak peduli pemeriksaan apa itu, karena Helen adala
"Kenapa kamu banyak bertanya? Lanjut awasi dia."Setelah panggilan dimatikan, Susan tampak tidak senang. "Apaan, sih? Nanti setelah aku menjadi Nyonya Guntur, aku mau melihat apa kamu masih berani memerintahku?"Yasmin sedang bekerja dengan serius di kantor ketika dia mendengar suara ketukan pintu.Intan masuk, lalu berkata, "Bu Yasmin, apa Anda ingin memakan kue?"Yasmin mengangkat kepalanya, lalu dia melihat ada jus, kue dan aneka kacang-kacangan kesukaannya.Dia langsung tahu kalau itu bukan kue yang dibeli di luar."Kamu yang membuatnya?" tanya Yasmin."Bukan. Orang dari Taman Royal yang mengantarnya. Mereka bilang mereka langsung mengantarnya setelah ini selesai dibuat." Intan berkata, "Tuan Daniel sangat baik pada Anda. Ketika makanan ini dibawa ke sini, resepsionis sangat iri."Yasmin mengalihkan pandangannya dan lanjut melihat laptop di depannya.Intan merasa sedikit canggung melihat Yasmin tidak membalasnya dan bahkan menunjukkan sedikit pun ekspresi, jadi dia berinisiatif kel
Yasmin tidak menyangka reaksi Daniel akan sebesar ini."Kemari. Buat aku tenang." Daniel duduk di tempat tidur, lalu memiringkan kepala sambil menatap Yasmin.Yasmin mengerti apa maksud Daniel. Wajahnya pun memucat. "Nggak bisa ....""Kenapa nggak bisa? Apa alasannya?""Dokter Helen sudah bilang aku harus beristirahat selama seminggu," kata Yasmin."Lima hari sudah berlalu. Itu sudah cukup."Yasmin menggelengkan kepalanya dengan panik sambil melangkah mundur. "Nggak bisa. Aku nggak sanggup ....""Kamu nggak sanggup atau nggak mau?""Tung ... tunggu beberapa hari lagi, ya?""Sekarang! Sini!"Yasmin sudah mau gila. Kenapa Daniel harus begini kejam?Apa Daniel tidak tahu kalau lukanya belum sembuh?Dulu Daniel masih bisa bertahan, sekarang dia sudah tidak bisa bertahan sama sekali. Kenapa?Apakah perbuatan Yasmin sudah membuatnya marah? Namun, itu hanya hal sepele!"Apa kamu nggak mendengarku?""Kamu tenangkan dirimu sendiri! Aku nggak mau!" Yasmin tidak hanya tidak menuruti Daniel, melai
Yasmin menatap Susan. "Aku barusan mau masuk. Kamu sedang bertugas?""Iya. Setelah Tuan Daniel keluar dari ruang kerja, dia kembali ke kamar," kata Susan."Jam berapa dia kembali ke kamar?" Yasmin membuka pintu kamar, lalu melangkah masuk."Jam delapan."Yasmin berpikir berarti Daniel sudah menunggu satu jam lebih.Yasmin memberanikan diri dan masuk.Susan melihat pintu ditutup, kemudian rasa hormat di sorot matanya menghilang.Dia bisa melihat kalau hubungan Daniel dan Yasmin sedang tidak baik.Kalau tidak, kenapa Yasmin berdiri di depan pintu begitu lama dan tidak masuk? Dia juga terlihat gugup.Setelah Yasmin memasuki kamar tidur, dia melihat Daniel sedang duduk di sofa dan telah mengenakan piama. Jelas kalau Daniel sudah selesai mandi.Satu tangan memegang kening dan kedua matanya terpejam. Daniel seolah-olah tidak tahu kalau Yasmin sudah masuk kamar.Yasmin berjalan mendekat. "Tidurlah di ranjang."Daniel membuka mata dan menunjukkan matanya yang jernih. Dia tidak terlihat mengant
Sekujur tubuh Daniel penuh dengan aura menyeramkan. "Jadi, kamu ingin mencari pria lain?""Aku sudah menjawabmu, nggak." Yasmin merasa pria ini sangat posesif sehingga sudah tidak bisa ditolong. Pada saat ini, suasana berubah menjadi makin mengerikan. "Aku sudah bilang aku nggak sengaja berpapasan dengannya di rumah sakit. Apa yang harus kulakukan baru kamu memercayaiku?"Daniel menatap Yasmin lekat-lekat.Yasmin bahkan merasa bulu kuduknya berdiri.Daniel tidak menjadi tenang karena penjelasannya. Aura mengerikannya masih menyebar ke sekeliling.Saat Yasmin merasa jantungnya berdetak dengan cepat dan hampir kehabisan oksigen, dia mendengar suara sinis Daniel berkata, "Pergi temani anak-anak bermain bola."Setelah Yasmin mendengar itu, bulu matanya bergetar dan tubuhnya menjadi rileks.Kemudian, tangannya dipegang yang membuat Yasmin terkejut dan tanpa sadar ingin menariknya.Namun, dia tidak berhasil.Daniel sangat kuat. Ketika dia memegang tangan Yasmin, selama dia tidak ingin melepa
Julius sudah memakannya, tapi dia tidak pergi dan lanjut berdiri di sana. Kemudian, dia bertanya, "Mama, apa terjadi sesuatu di sekolah Papi?"Yasmin tercengang. Setelah Julius bertanya itu, Julian juga berjalan mendekat. Tiga pasang mata tertuju pada Yasmin dan menunggunya menjawab.Meskipun mereka baru berusia dua tahun, mereka dapat bermain laptop dan ponsel. Selain itu, mereka pintar dan dapat mengetahuinya dengan mudah."Sedang ada sedikit masalah, tapi Pak Raymond akan menanganinya. Kalian nggak perlu khawatir." Yasmin tidak menyembunyikannya dari mereka. Karena ada masalah, maka mereka harus berkomunikasi."Internet mengatakan masalahnya sangat serius. Keracunan makanan, 'kan? Apa ada yang meninggal?" tanya Julian."Di sana ada banyak kakak-kakak yang kami kenal ...." Julia tampak cemas."Mama sudah pergi ke rumah sakit hari ini. Dokter bilang kondisi mereka sudah stabil," kata Yasmin."Apa Papi baik-baik saja?" tanya Julius."Ya," jawab Yasmin."Bagaimana kamu bisa tahu?" Suara
"Aku sudah menonton video kecelakaan mobilnya. Itu sebuah kecelakaan.""Baik, itu kecelakaan. Kalau begitu, aku mau bertanya padamu lagi. Bagaimana dengan keracunan makanan di sekolah?" tanya Irene. Melihat Yasmin diam saja, ekspresi Irene pun menjadi licik. "Ada beberapa hal yang kamu nggak tahu, tapi aku tahu. Bisa jadi ... ini ada hubungannya dengan Daniel?""Nggak mungkin!" Yasmin langsung membantah. "Daniel nggak mungkin melakukan itu.""Kenapa nggak mungkin? Dia adalah kekasih lamamu dan Daniel nggak menyukainya!" hasut Irene. "Selain itu, situasi di internet makin intens sekarang. Aku nggak percaya nggak ada yang menghasut mereka.""Orang-orang zaman sekarang suka menjatuhkan orang," kata Yasmin dengan ekspresi sinis.Irene tertawa. "Kamu benar-benar polos. Kalau kamu bersikeras ingin berpikir seperti itu, boleh juga, sih. Sepertinya kamu bersikeras yakin kalau nggak ada apa-apa di antaraku dan Daniel. Pada akhirnya, kamu melihat kami berciuman."Yasmin berdiri di sana dengan ta
"Aku datang untuk mencari direktur rumah sakit," kata Raymond."Apa kamu sudah tahu bagaimana anak-anak bisa keracunan makanan?" tanya Yasmin."Katanya sayuran yang dikirim tercemar. Itu adalah kecelakaan," kata Raymond.Raymond tidak menyembunyikannya dan tidak bisa menyembunyikannya karena masalah ini sudah tersebar di internet.Yasmin menatap Raymond yang terlihat kuyu setelah mereka tidak bertemu selama beberapa hari. Yasmin tahu kalau Raymond sedang mengkhawatirkan masalah ini.Lengan Raymond masih dibalut kain kasa, tapi sudah tidak menggantung dengan lehernya."Bagaimana dengan tanganmu?" tanya Yasmin."Baik-baik saja," kata Raymond. Saat Raymond melihat wajah cemas Yasmin, dia menenangkannya, "Nggak perlu khawatir. Aku bisa menyelesaikan masalah ini."Yasmin juga tidak tahu bagaimana dia bisa membantu Raymond."Setelah kamu pulang kemarin, Daniel nggak melakukan apa-apa padamu, 'kan?" tanya Raymond."Nggak." Yasmin menggelengkan kepalanya. Raymond sendiri sedang memiliki setump