Share

Musuh Dalam Keluarga

Penulis: Bibiefenimmm
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-13 16:23:29

Meja bergetar sedikit saat Arion memukulnya, menarik perhatian tamu lainnya. Mereka mulai berbisik-bisik, menatap dengan penasaran.

Arion berdiri dengan kasar, memandang tajam ke arah kakaknya. "Kau pikir siapa dirimu, Daniel, sampai bisa bicara seperti itu?" suaranya terdengar dingin. "Alina tidak ada hubungannya dengan urusan keluargamu yang penuh kemunafikan."

Daniel tertawa tipis, "Oh, Arion, jangan begitu serius. Kalian masih SMA.." ia lalu menyesap minumannya, sama sekali tak terintimidasi.

"Dan kau tahu, Ayah selalu lebih menyukaiku... Kau hanya membuat dirimu terlihat putus asa di sini." Dia menatap Alina lagi. "Kuharap kau siap, Alina. Hidup dengan Arion… mungkin akan jauh lebih sulit daripada yang kau bayangkan."

Wajah Alina mulai pucat, tetapi Arion, yang sudah tidak bisa menahan emosinya lagi, menatap Daniel tajam dan berkata, "Jangan pernah berpikir untuk menghina istriku lagi."

Daniel hanya terkekeh, mengangkat bahu. "Lihat saja nanti. Kita lihat seberapa lama 'pernikaha
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Kehangatan Dalam Balutan Aroma Memabukkan

    "Kau yakin ingin melanjutkan ini di depan semua orang?"Alina terkesiap, lalu melihat ke dalam kaca gedung dan menyadari bahwa mereka sudah menarik perhatian seluruh tamu. Sebelum sempat berkata lagi, Arion tiba-tiba menarik pinggulnya ke dalam pelukannya.“Kenapa pula kakek menyuruhku menikah dengan gadis keras kepala seperti dirimu?” kata Arion berbicara di dekat telinga Alina.“Ck! Arion!” Alina memprotes, tetapi dia merasa hatinya bergetar saat tubuh Arion mendekat.Kata-katanya yang membisik membuat bulu kuduknya merinding. “Kita harus bisa mengatasi ini,”Wajah Alina mulai memerah.“Oke, kita terlihat bagus."Arion memeluknya erat... sangat erat, hingga Alina merasakan napasnya yang berat dan panas. Aroma tubuh Arion yang khas—perpaduan kayu cendana, dan jejak amber serta musk yang sensual, membuat Alina semakin ingin menempel pada laki-laki itu.“Ya, tepat seperti itu.." Arion mengelus rambut cokelat Alina lembut. "Jangan terlalu keras kepala pada suamimu yang baik hati ini.”

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Diatur Setelah Nikah : No More GO-JEK!

    Kepanikannya semakin memuncak. Bagaimana bisa ia pulang dari Bandara Soetta ke rumahnya tanpa uang sepeser pun? Apalagi berjalan kaki jelas bukan pilihan. "Bapak, maaf, saya… saya nggak bisa ikut sekarang," katanya, suaranya terdengar pasrah. "Dompet saya tertinggal." Bapak Go-Jek itu langsung memutar bola matanya dengan kesal. "Yah, Neng, udah cape-cape kesini, terus dicancel?" keluhnya, wajahnya semakin masam. Saat itulah sebuah mobil hitam meluncur perlahan ke arahnya. Range Rover yang tak asing—mobil Arion. Kepala laki-laki muncul dari balik kaca. Dengan ekspresi bingung, Arion menatapnya. "Kenapa kamu masih di sini?" tanyanya datar. "Kamu ngapain balik lagi? Bukannya kamu sudah pergi ninggalin aku?" "Meninggalkanmu?!" Arion mengangkat alisnya, suaranya tiba-tiba ketus. Alina terkejut. "Aku mencarimu kemana-mana. Kau berjalan begitu cepat seperti pemain yang sedang berlari menuju gawang.. Padahal aku cuma pergi sebentar untuk mengurus sesuatu. Ternyata kamu sudah dil

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Hari Pertama Alina di Sekolah

    Alina menuruni tangga kayu dari kamar lotengnya, menahan pusing yang entah disebabkan oleh jet lag atau setumpuk pikiran tentang pernikahannya dengan Arion kemarin. Semalam Alina sampai jam dua belas malam. Dan sempat berjalan kaki, karena ia memberhentikan Pak Darman hanya sampai di jalan besar, tidak sampai depan rumah. Alina tidak mau mengambil risiko Arion mengetahui lokasi rumahnya. Karena kalau laki-laki itu tahu... Kiamat kecil bisa saja terjadi. Matanya terasa berat, dan dia hanya sempat menyambar seragam seadanya tanpa sempat berias sebelum mendengar langkah kaki Vera di ruang tamu. "Oh, Alina! Kamu baru bangun? Dua harian ini kamu ga tidur di rumah. Kamu dari mana?" Seorang perempuan lebih tua sedikit darinya mengamati ekspresi Alina dengan alis yang sedikit terangkat. Itu Vera, salah satu teman serumah Alina. Ia terlihat siap berangkat kerja dengan tampilan rapi dan tas selempang. Alina buru-buru mengusap wajahnya, berusaha menyembunyikan kantong mata dan bekas g

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Dipanggil Ke Kantor Kepala Sekolah

    Bibir merah merona dan alisnya yang melengkung sempurna. Alina menahan napas. 'Itu Clarissa...' Pagi ini sungguh sial.. 'Dari semua mobil kenapa harus mobil Clarissa sih?' “Ah, orang-orang ini..." ujar Vera "Tidak bisa berhati-hati apa?—Eh, Ya Tuhan..." Vera hampir terjatuh dari kursinya saat melihat Clarissa. Matanya membelalak. "Bukannya itu ‘Clar si influencer viral’ itu, ya?!” “Vera, sebaiknya kamu pergi. jangan berlama-lama di sini!" Alina mendesah bukannya cepat pergi Vera malah seru menonton seolah tidak mau melewatkan kejadian langka. Clarissa menatap mereka dengan tatapan jijik. Alina tahu, Clarissa pasti bukan tipe yang bisa terima begitu saja, dan dia pasti nggak dapat SIM dengan cara yang benar. “Aku udah bilang hati-hati,” Vera berbisik sambil mematikan mesin mobilnya. 'Ya Tuhan, tolonglah.. Aku masih ingin hidup sampai hari kelulusan.' Alina meringis dalam hati. Dalam pikirannya, kejadian itu jelas-jelas salah Clarissa. Saat mereka mendekati temp

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Tersesat di Dunia Para Siswa Kaya

    “Saya baru saja mendapat penjelasan bahwa situasi di tempat parkir tadi... Ah, rupanya, kamu hanya berusaha menghindar. Sempit sekali ruangnya, ya?” Alina menelan ludah dan mengangguk pelan. “I..iya, Pak. Saya cuma berusaha parkir, dan... ya, agak sempit,” katanya, memilih kata-kata hati-hati. Dr. Gustav menatapnya beberapa detik, seolah mempertimbangkan sesuatu. “Baiklah. Hati-hati di lain waktu, ya? Dan kalau lain kali ada masalah seperti ini, lapor saja ke bagian keamanan atau guru piket.” Alina nyaris tak mempercayai telinganya. Dengan sedikit ragu, ia mengangguk. “Baik, Pak. Terima kasih.” Dr. Gustav mengangguk. “Baiklah, kamu boleh kembali ke kelas.” Alina mengangguk sekali lagi, tersenyum kecil, lalu berbalik menuju pintu dengan hati-hati. Ternyata Dr. Gustav tidak sekeras yang dia kira—mungkin. Tapi satu hal yang jelas, ini pertama kalinya ia merasa selamat dari teguran kepala sekolah. Saat Alina sudah hampir mencapai pintu, Dr. Gustav memanggilnya kembali. "Alina,

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Obrolan dengan Dua Murid Lama

    Darren melambaikan tangan sebelum berbalik dan berjalan menuju lorong di arah yang berlawanan. Alina menyaksikannya pergi, menguatkan dirinya dengan sebuah senyuman kecil. Dia tidak bisa bergantung pada Darren untuk menjadi pelindungnya sepanjang tahun ajaran ini. Langkahnya terasa lebih berat ketika dia mulai memperhatikan tatapan-tatapan itu—lebih mencolok sekarang karena dia sendirian, tanpa Darren sebagai tamengnya. Bisikan dari dua murid perempuan terdengar di belakangnya, pelan tetapi cukup tajam untuk membuat telinganya berdenging. "Kudengar dia cuma di sini karena memeras Direktur," bisik seorang gadis dengan nada penuh racun. "Ya, siapa lagi yang bisa mendapatkan beasiswa seperti itu?" balas temannya, suaranya dipenuhi tawa sinis. "Dia rela melakukan apa saja demi tetap di sini. Memalukan." Alina menegakkan bahu, berusaha tak terpengaruh. Dia sudah mendengar desas-desus itu sebelumnya—semua tuduhan tidak berdasar yang dilemparkan untuk menjatuhkannya. Tapi dia ti

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Menghindar Dari Serangkaian Penghinaan

    Alina, yang berusaha terlihat tidak peduli, hanya mendengarkan sambil menunduk ke buku catatannya. Jantungnya berdetak sedikit lebih cepat. 'Tentu saja dia tidak datang latihan. Dua hari lalu, dia menikahiku secara diam-diam.' Alina ingin menampar dirinya sendiri karena pikiran itu. Tidak ada yang bisa tahu, terutama orang tua Arion, apalagi dua anak laki-laki ini. Hanya kakek Arion dan kerabat dekatnya yang tahu. Juga Daniel... lebih tepatnya. Luther menatap Valerian dengan alis terangkat. "Menurutmu dia ke mana?" Valerian mengangkat bahu, "Mungkin dia punya pacar rahasia. Maksudku, itu menjelaskan kenapa dia nggak pernah cerita soal kehidupan pribadinya." Alina tersentak sedikit, tapi buru-buru menutupi reaksinya dengan membalik halaman buku catatannya. Luther memperhatikan gerak-geriknya, meskipun dia tidak mengatakan apa-apa. "Atau mungkin dia sakit. Tapi, yah, itu memang aneh. Apalagi buat Arion." Valerian menoleh ke Alina ia baru menyadari keberadaannya lagi. "

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Jebakan dan Tatapan yang Menghukum

    Clarissa memulai, suaranya yang manis namun penuh dengan sindiran menyebar di ruang kelas yang sunyi. "Alina Sari Mentari," katanya dengan nada yang terlalu dramatis. Semua mata di ruangan itu tertuju padanya, dan Alina bisa merasakan mata mereka yang penuh rasa ingin tahu, menunggu cerita yang akan dibagikan. Dalam keadaan lain, Alina mungkin merasa terhina, tapi tidak sekarang. Dengan masa lalu yang penuh cobaan, dan statusnya yang sering dianggap rendah, dia sudah terbiasa dengan cemoohan. Namun, saat Clarissa mulai berbicara, sesuatu di dalam dirinya memuncak. "Alina, benar-benar gadis yang sangat... malang, bukan? Kalian tahu, dia sering tidur dengan banyak pria dewasa." Clarissa tertawa sinis, disusul dengan gelak tawa dari teman-temannya yang sedang mengelilinginya. "Oh, dan apakah kalian tahu siapa yang mengancam ayahku agar bisa sekolah di sini? Tentu saja, Alina." Clarissa menatapnya dengan ekspresi mengejek. "Siapa yang mau memelihara gadis jelek dan miskin sep

Bab terbaru

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Ketakutan Terbesar Alina: di Atas Udara

    "Ya, kami mencari sesuatu yang pas untuk pertemuan dengan keluarga saya." Dia sedikit menekankan kata keluarga dengan sengaja. Alina berusaha menahan tawa, tapi gagal. "Keluarga? Kita kan cuma... ehm... sah-sah aja." Dia melempar senyum yang lebih ke arah mengejek. Pramuniaga yang mendengar itu hanya tersenyum kaku, sementara Arion menatap Alina dengan ekspresi yang bisa dibilang hampir cemas. "Ayo, jangan bikin kakekku ngerasa kita ini belum siap." Lalu, mereka mulai mencoba berbagai pilihan pakaian. Arion langsung memilihkan setelan jas hitam yang sangat formal. "Coba ini," katanya sambil mengulurkannya pada Alina. Alina mengernyit. "Aku gak mau kelihatan kayak bodyguard mu!" Dia meletakkan jas itu kembali dengan kasar. Arion melangkah lebih jauh ke dalam toko dan mengambil beberapa gaun, kemudian menggantungnya di depan Alina. "Coba ini. Kakek bakal suka," katanya, sedikit memaksakan. Alina melirik gaun-gaun tersebut dan hampir tertawa. "Ya ampun, Arion, apa kamu pi

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Si Tuan Perfeksionis Menyebalkan

    Para pemain tim sepak bola sudah bubar dan disana hanya tersisa Alina dengan Arion."Kamu ini pura-pura gak mengerti apa gimana, sih?" katanya sambil memperhatikan dada Alina yang terlihat belahannya. Suaranya Arion rendah tapi jelas menggoda. "Kamu berlarian di treadmill dan berolahraga dengan pakaian kekecilan seperti itu. Kalau aku gak awasi kamu dari tadi, semua cowok di sini sudah pasti pada ngelihatin, atau bahkan lebih..." Wajah Alina memerah, antara marah dan malu. "Arion! Gak ada yang peduli sama aku, oke?! Sekarang pergi!" Namun, bukannya pergi, Arion malah melangkah masuk ke ruang ganti. Dia bersandar di pintu dengan tangan menyilang di dada. "Dengar, sekarang ganti bajumu dengan benar. Aku akan bawa kamu ke suatu tempat."Alina menyipitkan matanya, curiga. "Kemana? Aku gak mau ikut, apalagi kalau ini ide gila kamu lagi.”Arion menyeringai, jelas menikmati kecurigaan Alina. "Tenang aja, kali ini aku serius. Kakek baru selesai operasi, dan dia mau ketemu sama kamu." Mend

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Nyasar ke Tempat Tim Futsal

    Arion berhenti di depannya, aroma cendana dan amber yang khas menyebar ke penciuman Alina. Ia hanya berdiri beberapa meter darinya. Tubuh ramping dan berotot Arion terlihat sempurna tanpa balutan baju. Bahunya lebar, dan otot perutnya yang berbaris rapi seperti memanggil mata untuk terus menatap. Alina menelan ludah dengan susah payah, berusaha mengalihkan pandangan. "Apa yang kamu lakukan di sini?" suara Arion yang berat dan seksi terdengar seperti musik. Alina tertegun, lupa bahwa pertanyaan itu ditujukan padanya. Ia terpaku, seperti kehilangan kata-kata, sampai akhirnya Arion menyeringai, menampilkan ekspresi yang lebih menyebalkan dari biasanya. "Mau aku kasih waktu buat motret? Biar lebih lama kamu bisa nikmatinnya," Wajah Alina memerah. Ia cepat-cepat mendongak dengan raut menantang, meskipun hatinya berdebar lebih keras dari sebelumnya. "Nggak perlu motret! Aku cuma nggak percaya saja ada orang keluyuran tanpa baju di sekolah," balasnya tajam, walau kata-katanya

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Jantung Alina yang Selalu Terancam

    "Darren.." Bagus, dia sudah masuk ke dalam... Kehadirannya hanya akan memicu lebih banyak pertanyaan dari teman-temannya. Darren melangkah santai ke dalam rumah, menutup pintu di belakangnya. Sepatunya menginjak bungkus mi instan kosong di lantai. Ia memasukkan tangannya ke dalam saku celana pendek olahraganya dan memandang sekitar. "Eh... baru saja aku sampai sini. Tadi pintunya kebuka sendiri gara-gara angin," katanya santai. Alina menyadari pintu memang tidak ditutup rapat tadi. "Oh, ya. Maaf, tadi Vera menumpahkan bir, dan aku lupa menutup pintu," jawabnya, mencoba mengalihkan perhatian. Vera dan Loly saling melirik dan terkikik. Alina berharap mereka tetap diam, tapi melihat ekspresi mereka, itu mustahil. Darren berdeham dan berkata, "Jadi... kalian ini semua baik-baik saja, atau aku harus cari tahu sendiri apa yang sebenarnya terjadi di sini?" Alina segera memotong sebelum Loly atau Vera menjawab. "Terima kasih sudah mengantar aku, Darren. Aku benar-benar menghar

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Diantar Pulang Sampai Rumah

    "Aku bisa membayangkan rasanya kehilangan orang tua. Pasti berat banget. Aku bahkan nggak sanggup ngebayanginnya. Terus kamu harus datang ke sini... masuk ke sekolah elit ini, jadi sorotan kamera, terus Clarissa, yah, dia... aku tahu itu pasti bikin segalanya lebih sulit buatmu. Aku nggak seharusnya jadi cowok menyebalkan yang malah godain kamu di tengah semua ini." Alina tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana. "Kamu nggak bikin aku kesal, kok." Ia berpura-pura melihat sekeliling. "Lagipula, aku nggak lihat siapa-siapa datang buat bikin aku tambah kesal." "Semoga aja nggak ada. Kalau iya, suasananya bakal makin aneh dari sekarang." Alina terkekeh. Sebagian beban di pundaknya terasa surut. "Tapi serius," Darren melanjutkan, menurunkan tangan ke sampingnya. "Aku cuma pengin kamu tahu, aku nggak bermaksud jahat. Aku sebenarnya senang ketemu kamu di sini. Menurut aku kamu itu menarik, lucu, dan..." Darren berhenti bicara mendadak, menyadari ucapannya mulai terdengar aneh.

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Siang Itu Bersama Darren

    "Aku... ingin bantu mendobrak pintu saat itu. Luther mengatakan kau terkunci di dalam bersama Clarissa dan grupnya," jelasnya, tampak sedikit menyesal. Alina terkejut, tangannya secara refleks menutupi wajahnya. Ia merasa sedikit malu atas seluruh kejadian itu. "Jadi, Valerian dan Luther tahu?" tanyanya, matanya sedikit melebar, mencoba memahami lebih jauh. "Oh, jadi kalian sudah berkenalan?" Darren menyeringai, seolah mencoba meringankan suasana. "Jangan khawatir, mereka cuma nggak terlalu suka ribut-ribut. Kecuali Valerian, yah... Kau tahu dia kan. Suka bergosip." "Tapi kamu beneran tidak apa-apa kan?" katanya dengan nada serius. Tangannya bergerak cepat, mencari tanda-tanda luka atau kejanggalan lain. Alina sedikit terkejut dengan perhatian Darren yang lebih dari sekadar teman. Ia merasa tidak nyaman tapi juga dihargai. "Darren, tidak ada apa-apa," ujarnya cepat, mencoba menenangkan, meskipun nada suaranya sedikit terburu-buru. "Aku baik-baik saja." Darren mengerutka

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Hari Yang Penuh Cobaan

    "Alina..."Alina terhenyak dari lamunannya ketika suara Direktur Eric memanggil namanya. Ia mendongak, mendapati pria itu berdiri tak jauh darinya, ditemani oleh Arion dan Clarissa. Suasana di ruangan itu mendadak terasa lebih berat. Direktur Eric baru saja menyelesaikan pembayaran uang sekolah Alina, termasuk beberapa perlengkapan lainnya. “Baiklah, mari kita selesaikan ini,” ujar Direktur dengan nada ramah, sambil memberikan senyum tipis. Dia merangkul bahu Alina dan mengarahkannya ke bagian administrasi. “Besok kau masih harus sekolah, jadi pulanglah dan istirahat.”Istirahat. Kata itu menggoda, namun kenyataannya akan jauh dari itu. Malam-malamnya di rumah bersama teman-temannya jarang tenang. Meskipun begitu, dia tetap memaksakan senyum, ingin secepat mungkin keluar dari situasi ini. Dengan pernikahan rahasia yang tak diinginkannya bersama Arion, ditambah kebencian yang jelas dari Clarissa, Alina berharap tak perlu banyak berinteraksi dengan mereka di sekolah esok hari.Namun, s

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Wawancara dan Permainan Peran

    Aneh sekali berjumpa dengan orang yang dikira 'tidur' dengannya, bersama putrinya yang juga duduk disampingnya.. Alina kemudian melirik Clarissa menahan kesal. 'Mungkin saja ia mengira aku adalah ibunya?' “Selamat siang, Pak,” ucap Alina sambil sedikit membungkuk sopan. Direktur Eric menoleh dan menyambut Alina dengan wajah berbinar-binar. “Alina... akhirnya kita bertemu lagi. Dan… siapa ini?” Darren segera mengulurkan tangannya dengan ramah. “Darren, Pak. Terima kasih atas beasiswa sepakbola yang diberikan kepada saya dan beberapa teman lainnya untuk masuk ke sekolah HIA ini.” Direktur Eric menjabat tangan Darren sambil tersenyum lebar. “Ah, bagus sekali. Tapi, Darren, bisa tunggu sebentar di sebelah sana? Media nasional HorizoNews akan mengadakan wawancara sebentar lagi bersama Clarissa, Arion, dan Alina.” Benar. Hari ini adalah jadwal untuk wawancara lanjutan. Bagaimana bisa Alina melupakannya? Darren tersenyum dan mengangguk sopan, berjalan menjauh, sementara Alin

  • Atlet Sekolah Menyebalkan Jadi Suamiku    Jebakan dan Tatapan yang Menghukum

    Clarissa memulai, suaranya yang manis namun penuh dengan sindiran menyebar di ruang kelas yang sunyi. "Alina Sari Mentari," katanya dengan nada yang terlalu dramatis. Semua mata di ruangan itu tertuju padanya, dan Alina bisa merasakan mata mereka yang penuh rasa ingin tahu, menunggu cerita yang akan dibagikan. Dalam keadaan lain, Alina mungkin merasa terhina, tapi tidak sekarang. Dengan masa lalu yang penuh cobaan, dan statusnya yang sering dianggap rendah, dia sudah terbiasa dengan cemoohan. Namun, saat Clarissa mulai berbicara, sesuatu di dalam dirinya memuncak. "Alina, benar-benar gadis yang sangat... malang, bukan? Kalian tahu, dia sering tidur dengan banyak pria dewasa." Clarissa tertawa sinis, disusul dengan gelak tawa dari teman-temannya yang sedang mengelilinginya. "Oh, dan apakah kalian tahu siapa yang mengancam ayahku agar bisa sekolah di sini? Tentu saja, Alina." Clarissa menatapnya dengan ekspresi mengejek. "Siapa yang mau memelihara gadis jelek dan miskin sep

DMCA.com Protection Status