“Layla?” Aldimas juga tampak sama bingungnya. “Kenapa di si... ni?” suaranya melemah ketika melihat sosok Mike yang berdiri di belakang Layla.
Layla menyadari itu, tapi fokusnya masih terpecah kepada wanita yang berdiri di samping Aldimas. Dia bukanlah sekretaris Aldimas yang kelewat polos itu, bukan juga salah satu anggota keluarga Mandrawoto. Tubuhnya tinggi langsing, rok span selutut dan kemeja biru laut itu membentuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya yang ikal kecokelatan tampak seperti dirawat salon jutaan rupiah. Mungkin kalau dia memperkenalkan diri sebagai model Victoria Secret, Layla tidak akan kaget.
“Mas juga.” Layla melirik ke arah wanita itu.
Seolah paham arti lirikan Layla, Aldimas langsung memperkenalkan wanita itu, “Layla, kenalkan ini Yunita, kami sedang ada proyek bareng. Dan Yunita, ini Layla, istriku.”
“Ah, jadi ini istri kamu?” sahut wanita bernama Yunita itu.
Layla kembali mendengus. Apa hebatnya cuma bayar makan malam ini? Apa itu artinya dia bebas pamer kedekatan dengan wanita lain, sementara dirinya tidak boleh memberikan makanannya kepada Mike? Layla akhirnya hanya bersedekap dada dan mengalihkan pandangan. Menengok ke arah kiri, di mana Aldimas dan Yunita duduk berseberangan, membuat kepalanya berdenyut panas.“So, Layla, right?” Pada saat Layla ingin menghindar, Yunita malah mengajaknya bicara lagi. “Gimana Aldimas?”“Hah?” Pertanyaan itu sukses membuat Layla memutar kepalanya dengan cepat.Yunita terkekeh, menyibakkan rambutnya ke belakang punggung, lalu bertopang dagu di meja. “Dia dingin banget, kan? Aku ingat dulu, pas acara prom kampus dia itu cukup populer, tapi malah nempelnya cuma sama aku dan Diego. Semua cewek ditolak sama dia.“Oh, iya, kamu juga inget gak, Al, waktu Diego
“Apa gak ada yang kamu mau jelasin sama aku?”“Gak ada.”“Kenapa bisa sama Michael Hartono?”“Dia teman aku, suka-suka aku, dong.”“Layla, kamu itu udah menikah.”“Siapa bilang aku janda?”Aldimas mendesah panjang dan berusaha tidak membanting setirnya ke tepi jalan. Dia kira, setelah berhasil memisahkan Layla dengan Mike, wanita itu akan memberikan perhatian penuh kepadanya. Nyatanya, begitu masuk ke mobil, Layla terus mengabaikannya. Wanita itu hanya melempar pandangan ke luar jendela dan menjawab semua pertanyaannya dengan ketus.Setelah kejadian di pulau itu, sebenarnya Aldimas sudah berjanji untuk tidak cemburu dengan hubungan Layla dan Mike. Toh, mereka juga sudah tidur bersama. Namun nyatanya, melihat keduanya masih sangat akrab, tangan Aldimas sudah gatal ingin mencengkeram kerah baju Mike.“Kalau kamu mau belanja, kenapa gak tel
“M-Mas, i-ini—“Layla tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena Aldimas sudah mengurungnya di antara tembok dan tubuh kekarnya. Begitu pintu ditutup secara keras, bibir Aldimas tidak bisa menunggu lagi. Lumatan yang sedikit kasar diberikan Aldimas pada Layla, dan mungkin akan membuatnya sedikit bengkak nanti.Aldimas bisa merasakan tangan Layla meremas kemeja bagian depannya. Tangan pria itu melingkar kuat di pinggang Layla, menopang tubuh kecilnya agar tidak terjatuh. Terlihat jelas Layla kewalahan mengimbangi ciuman Aldimas kali ini.“Mas....” Layla mendesah ketika Aldimas melepaskan ciumannya sejenak. “Masuk dulu—ah!”Wanita itu memekik keras saat Aldimas mengangkat tubuhnya dengan mudah. Layla refleks melingkarkan kakinya di pinggang Aldimas, sedangkan tangannya memeluk erat kepala pria itu. Posisi seperti ini tidak disia-siakan Aldimas. Pria itu segera mengecupi leher Layla yang tepat berada di depannya
Malam panas itu dilalui Layla tanpa daya, dan paginya ia benar-benar tidak ingin beranjak dari kasur.Layla sungguh ingin marah-marah, tapi tenaganya sudah terkuras habis. Sejak bangun tidur, Aldimas langsung menggendongnya duduk di meja makan, sementara dirinya menyiapkan sarapan. Walaupun itu bubur yang dibeli di depan kompleks dan teh manis hangat, Aldimas tampak bangga memamerkan ‘keahliannya’ menyiapkan sarapan di depan Layla.“Ayo, a~” Aldimas mengangkat sendok berisi bubur hangat ke depan mulut Layla.Wanita itu mau tidak mau membuka mulutnya. Perasaan jengkel sebenarnya masih bercokol di hatinya, tapi harus ia tahan gara-gara perlakuan Aldimas pagi ini. Terlebih, hari ini adalah ulang tahun pria itu.“Enak?” tanya Aldimas.“Ini cuma bubur depan kompleks, dan aku udah sering cicipin,” komentar Layla, sedikit ketus.“T
Semuanya berlangsung cepat untuk Layla. Setelah Aldimas mendapat panggilan dadakan itu, mereka langsung bersiap dan pergi ke rumah sakit. Ketika mereka tiba, jenazah Opa sudah rapi, tinggal dibawa ke rumah duka.Bisa Layla simpulkan bahwa Aldimas memang tidak diberitahu sejak awal. Entah itu karena permintaan Opa, atau memang karena... statusnya.Sekarang, Layla sudah berada di rumah duka, dengan banyaknya pelayat yang datang. Nenek dan mamanya adalah salah satunya. Mereka juga sempat menyapa Layla dan Aldimas sebentar, sebelum pulang.Sebagai menantu baru keluarga Mandrawoto, peran Layla seperti anggap-tak dianggap. Ia bingung harus melakukan apa, dan ketika ingin membantu, akan ada orang lain yang mengambil pekerjaannya lebih dulu. Alhasil, Layla lebih banyak duduk di salah satu kursi, sedangkan Aldimas sibuk menyapa para pelayat.Aldimas....Wajahnya yang beberapa hari terakhi
Semua berawal ketika Aldimas pertama kali menginjakkan kaki ke rumah utama Mandrawoto. Wirdha Mandrawoto, pria yang meninggalkan Aldimas dan ibunya setahun yang lalu, tiba-tiba kembali datang dengan wajah dingin. Lalu, tanpa banyak berucap, Wirdha mengajak Aldimas untuk pergi bersamanya.Itulah pertama kalinya Aldimas melihat ada rumah bak istana di depan matanya. Ia tidak tahu harus senang atau sedih—senang karena bisa masuk ke rumah besar itu, atau sedih karena harus meninggalkan sang ibu tanpa tahu kapan akan bertemu lagi. Tangan dingin dan kasar Wirdha terus menggandengnya sampai ke ruang tengah rumah itu.“Ini Al, anakku.”Hanya itu yang Aldimas ingat dari ucapan ayahnya.Hardian Mandrawoto, sang kepala keluarga, hanya menatap Aldimas dengan dingin. Di sebelahnya, sang istri yang bernama Tati Mandrawoto pun sudah tampak sesak napas. Ada satu orang lagi yang duduk di sana bersama seorang anak laki-laki yang leb
Kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan buat keluarga ini. Aku bukan orang yang baik, banyak dosa yang tercipta dari tangan penuh keriput ini.Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menebusnya adalah dengan cara ini. Aku harap, semua orang menghormatinya dan patuh dengan apa yang kutulis. Jangan coba-coba mengancam Pak Edi, karena ini semua adalah perintahku! Jika ada yang menentangnya, silakan bicara padaku secara langsung.Terdengar seperti lelucon, tapi semua orang wajahnya pucat.Edi pun melanjutkan, “Yayasan sekolah milik Bu Tati Mandrawoto akan dialihkan ke perusahaan utama MD Group untuk sementara sampai dewan komite menentukan pimpinan melalui rapat terbuka. Dan untuk kepemilikan sahamnya di MD Group sebanyak 11% akan diserahkan kepada Satria Mandrawoto sebanyak 6% dan sisanya diserahkan kepada publik.”Farah tersenyum m
Brak!“Kenapa jadi kayak gini, sih, Mas?!”Suara guci keramik yang terjatuh ke lantai terdengar bersamaan dengan pekikkan wanita itu. Seketika, ruangan yang hening itu menjadi tegang. Dua orang di dalam sana sama-sama berwajah tegang.Sang pria hanya mengalihkan pandangannya ke arah dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Dia pun tak mengerti. Kenapa rencana yang sudah tersusun sedemikian rupa, bisa gagal pada akhirnya. Apa gunanya dia bertahan selama ini?“A-aku... aku juga gak ngerti...,” jawab si pria sambil meremas kepalanya. Dia tampak sangat frustrasi.“Mas ini kan selalu ada di samping Ayah, kenapa bisa kecolongan kayak gini?!” sang wanita berteriak lagi. “Kata Mas, semua sudah disusun sesuai rencana kita, terus kenapa wasiat yang ditinggal Ayah sangat berbeda dari yang terakhir kita lihat?!”“AKU JUGA
Kaki Aldimas terus bergerak gelisah, sementara tangannya saling bertaut. Rumah keluarga Darmawan yang memang berada di luar kota, terasa lebih sejuk daripada rumah Aldimas. Namun tetap saja, itu tidak bisa menghentikan laju keringat dingin yang mulai membasahi punggungnya.Aldimas tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia gugup, tapi juga kesal. Bukan karena apa-apa, tapi karena pria yang duduk menyilangkan kaki di depannya, dan memandangnya dengan senyum menyebalkan.“Sayang,” Aldimas berbisik kepada Layla yang baru kembali setelah memanggil Nenek dari kamar. “Kok, Mike bisa ada di sini.”Layla meringis dengan wajah bersalah. “Mama yang nyuruh, kebetulan juga dia lagi balik ke Indo.”Aldimas pun hanya menghela napas. Awalnya, ia kira akan jauh lebih sulit menakhlukan sang nenek dibanding mamanya Layla. Namun, yang terjadi malah kebalikannya. Mama Layla jauh lebih protektif dan seolah tidak ingin Layla k
Layla awalnya cukup terkejut sampai tidak bisa berbuat apa pun ketika Aldimas mendorongnya masuk. Namun, bibir Aldimas terasa begitu nyata di atas bibirnya. Layla terbuai dan mulai memejamkan mata, beriringan dengan air mata yang meleleh di pipinya.Rindu yang mereka tahan berbulan-bulan akhirnya meluap tak terbendung. Mereka hanya takut saling dibenci, takut saling menyakiti, hingga saling menahan diri. Ketika salah satunya berani mendobrak, maka tidak ada lagi yang bisa melarang mereka.Aldimas melepaskan ciumannya, lalu menyatukan dahi mereka. Napas keduanya memburu, tapi dada mereka terasa penuh. Ibu jari Aldimas mengusap pipi Layla yang basah. Melihat bibir wanita itu bergetar, Aldimas merasa kembali sesak.“Maaf...,” bisik Aldimas.Layla menggeleng. Lalu, tanpa diduga Aldimas, wanita itu langsung memeluknya. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Aldimas, dan menenggelamkan isak tangisnya di dada
“Kamu bisa lepas sepatunya sekarang, udah gak ada orang.”Wanita itu menoleh setelah Aldimas mengucapkan itu, membuat dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun sayangnya, lift hotel ini semua berupa kaca, membuat Aldimas tetap bisa melihat sosok itu walaupun sudah mengalihkan pandangan.Aldimas memang bukan pria yang baik. Ketika Layla meminta untuk diberikan waktu, ia tidak sesabar itu. Aldimas diam-diam selalu mengawasi wanitanya, menyewa beberapa orang, bahkan sampai membayar mahal Mike hanya untuk sebuah foto. Namun, Aldimas tetap tidak ingin mendekat sebelum Layla yang memutuskan. Ia hanya menunggu dengan cara pengecut seperti itu.Jadi, bukanlah kebetulan sepenuhnya. Aldimas sudah tahu kalau Layla akan kembali ke ibu kota untuk menghadiri pernikahan temannya. Aldimas sendiri juga tamu undangan dari pihak pria. Hanya saja, ucapan Layla tadi benar-benar di luar kendalinya.Anehnya lagi, Layla menjadi sangat penurut sekarang. Padahal Aldimas sudah membayangkan geru
Resepsi pernikahan Poppy diadakan di sebuah ballroom utama hotel mewah. Layla tidak sempat mengikuti upacara pemberkatannya, jadi sebisa mungkin menghadiri resepsi dari awal. Poppy tampak cantik dengan wedding dress berwarna biru langit, dengan efek bunga sakura tiga dimensi.Wanita itu melambai kepada Layla ketika melewati karpet merah yang disediakan. Ia tampak terharu karena Layla bisa datang ke acara pernikahannya. Jujur saja, sampai kemarin pun Layla masih ragu haruskah ia kembali ke kota ini atau tidak. Poppy pun sempat mewanti-wantinya, dan tidak memaksa jika Layla memang tidak bisa. Namun pada akhirnya, Layla bisa memantapkan hati.Ia tidak menyesal datang ke sini. Melihat Poppy tersenyum bahagia, dan digandeng oleh seorang pria gagah terasa sangat mengharukan. Layla memang pernah menikah, tapi pasti rasanya berbeda dengan Poppy. Saat itu, acara pernikahan mereka hanya sebatas formalitas, dan senyum yang Layla tunjukkan hanyalah topeng.Setelah menyapa Poppy, Layla bergabung d
Tujuh bulan kemudian.Breaking news! Farah Yulia ditetapkan sebagai tersangka!...setelah dua kali persidangan, Farah Yulia ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana MD Group dan penculikan cucu menantu Almarhum Hardian Mandrawoto. Dia ditetapkan bersama sekreatris Hardian Mandrawoto, Norman Gumelar....Layla menghela napas panjang begitu membaca sederet kalimat pada berita itu. Ia tidak menyangka kalau waktunya cukup singkat untuk bisa membongkar semuanya. Bagaimanapun, Layla tahu kalau Farah bukan orang sembarangan. Ia pasti akan melakukan apa saja agar lolos dari tuduhan itu.Namun ternyata, Aldimas sangat bekerja keras sampai bisa menyelesaikan semuanya kurang dari setahun. Kasus penggelapan dana di MD Group yang menjadi ‘kanker’ di perusahaan itu pun terselesaikan dengan baik. Baik
Pesan Layla tidak Aldimas balas sampai pagi hari, tapi pria itu tetap datang ke rumah sakit sambil membawa barang-barang Layla. Aldimas sadar, ia tidak bisa terus menghindari Layla. Terakhir kali ia terus menghindar, semua berakhir buruk. Makanya, Aldimas tidak mau mengulangnya.Satu tangan Aldimas membawa tas besar berisi baju dan beberapa hal yang mungkin dibutuhkan Layla, sedangkan satunya lagi membawa kantung berisi bubur ayam depan kompleks. Setidaknya ia ingin menunjukkan sedikit perhatiannya kepada Layla dan mertuanya.Dari luar kamar ini, terdengar suara orang mengobrol di dalam kamar Layla. Aldimas juga samar-samar mendengar suara pria—mungkin Mike. Ia pun menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang rawat itu.“Masuk,” suara mama Layla terdengar dari dalam.Mereka sama-sama menoleh ke arah Aldimas yang baru masuk. Seperti dugaannya, ada Mike juga di sana. Hanya pria
Tidak!Bukan seperti itu!Aldimas sudah siap dengan segala makian, tapi tidak siap dengan kalimat dingin yang menyebut nama Layla seperti itu.Tidak ada yang boleh membawa Layla peri darinya.“Tapi, Nek—““Saya kecewa sama kamu, Aldimas,” potong nenek Layla sebelum Aldimas membuat pembelaan. “Saya percayakan cucu kesayangan saya sama kamu, tapi... kamu malah membuat dia dalam bahaya. Kurang ajar!”Aldimas terdiam. Neneknya benar, Aldimas yang menghancurkan Layla. Aldimas yang membawa Layla dalam kekacauan ini.“Mike, cepat bawa kami masuk.” Seolah tidak mau berbicara lebih panjang dengan Aldimas, nenek Layla segera menyuruh Mike mendorong kursi rodanya kembali.“Aldimas.”Kepala Aldimas pun beralih kepada mamanya Layla yang memanggil. Namun, begitu bersitatap dengan pandangannya y
Aldimas mencoba untuk tersenyum, tapi air matanya tidak bisa berbohong. Sentuhan Layla membuatnya semakin merasa bersalah. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena melukai wanita selembut ini.Tangan Aldimas menggenggam tangan Layla yang masih berada di pipinya. Kepalanya kembali tertunduk, tak berani menatap wanita itu. “Maaf... Maafkan Mas, Layla....”“Sst.. gak apa-apa, Mas. Aku udah gak apa-apa kok.” Ibu jari Layla mengusap pipi Aldimas dengan lembut.“Maaf Mas gak bisa jagain kalian....”“Mas.”“Maaf, gara-gara Mas, kita harus kehilangan dia.”Untuk kali ini, ucapan Aldimas berhasil membuat Layla terdiam. Alis wanita itu berkerut. Apa ada yang mati gara-gara penyelamatan itu? Apa yang Aldimas maksud adalah Norman? Namun... kenapa pria itu terlihat sangat terpuruk, bila yang mati benar musuhnya?“Dia?” Layla tidak tahan untuk bertanya.
Roda brankar rumah sakit yang berderak di lantai seperti mars kematian untuk Aldimas. Setelah melihat Layla ambruk tadi, ia buru-buru menghampirinya. Ia sudah tidak peduli apa yang terjadi dengan Norman di sana—mau dia mati, berguling di lantai, atau ditembak memababi buta sekalipun. Prioritasnya hanya Layla.Wanita itu terlihat sangat kepayahan. Seluruh tubuhnya gemetaran dan matanya terpejam. Sesaat, Aldimas menduga kalau dirinya terlambat. Sampai akhirnya Layla membuka mata dan menangis ke arahnya.Aldimas pun segera memeluk tubuh mungil wanita itu, menggumamkan beribu maaf kepadanya. Napas Layla yang lemah terdengar mulai tenang. Ya, Aldimas kira dirinya dan Layla akan segera pulang dengan selamat ke rumah dan berpelukan sampai esok hari di kasur yang empuk. Namun, rintihan Layla menghentikannya.“Sakit....”Pada saat itulah Aldimas menyadari ada yang salah. Bukan di k