“Haah....”
Layla menghela napas panjang sambil menjelajahi e-commerce dari ponselnya. Ulang tahun Aldimas tinggal besok, tapi ia sama sekali belum menyediakan kado atau apa pun. Ternyata, wacananya untuk menangani itu sendiri tidak berjalan bagus.
Pekerjaan Layla menumpuk akhir-akhir ini. Mungkin karena sudah mau memasuki tahun ajaran baru, jadi banyak laporan dan penilaian yang harus Layla lakukan. Begitu pulang dari sekolah, Layla pasti akan langsung masuk kamar dan tidur. Ia baru mandi dan berganti pakaian hampir menjelang tengah malam, ketika Aldimas sudah tertidur di sebelahnya.
Sebagai tambahan, mereka berdua akhirnya memutuskan untuk menggunakan kamar yang sama sekarang.
“Pop,” Layla memanggil Poppy yang duduk di sebelahnya.
Wanita itu terlihat fokus pada laptopnya. Kacamata yang bertengger di hidungnya itu menandakan kalau Poppy sedang berada di da
“Layla?” Aldimas juga tampak sama bingungnya. “Kenapa di si... ni?” suaranya melemah ketika melihat sosok Mike yang berdiri di belakang Layla.Layla menyadari itu, tapi fokusnya masih terpecah kepada wanita yang berdiri di samping Aldimas. Dia bukanlah sekretaris Aldimas yang kelewat polos itu, bukan juga salah satu anggota keluarga Mandrawoto. Tubuhnya tinggi langsing, rok span selutut dan kemeja biru laut itu membentuk tubuhnya dengan sempurna. Rambutnya yang ikal kecokelatan tampak seperti dirawat salon jutaan rupiah. Mungkin kalau dia memperkenalkan diri sebagai model Victoria Secret, Layla tidak akan kaget.“Mas juga.” Layla melirik ke arah wanita itu.Seolah paham arti lirikan Layla, Aldimas langsung memperkenalkan wanita itu, “Layla, kenalkan ini Yunita, kami sedang ada proyek bareng. Dan Yunita, ini Layla, istriku.”“Ah, jadi ini istri kamu?” sahut wanita bernama Yunita itu.
Layla kembali mendengus. Apa hebatnya cuma bayar makan malam ini? Apa itu artinya dia bebas pamer kedekatan dengan wanita lain, sementara dirinya tidak boleh memberikan makanannya kepada Mike? Layla akhirnya hanya bersedekap dada dan mengalihkan pandangan. Menengok ke arah kiri, di mana Aldimas dan Yunita duduk berseberangan, membuat kepalanya berdenyut panas.“So, Layla, right?” Pada saat Layla ingin menghindar, Yunita malah mengajaknya bicara lagi. “Gimana Aldimas?”“Hah?” Pertanyaan itu sukses membuat Layla memutar kepalanya dengan cepat.Yunita terkekeh, menyibakkan rambutnya ke belakang punggung, lalu bertopang dagu di meja. “Dia dingin banget, kan? Aku ingat dulu, pas acara prom kampus dia itu cukup populer, tapi malah nempelnya cuma sama aku dan Diego. Semua cewek ditolak sama dia.“Oh, iya, kamu juga inget gak, Al, waktu Diego
“Apa gak ada yang kamu mau jelasin sama aku?”“Gak ada.”“Kenapa bisa sama Michael Hartono?”“Dia teman aku, suka-suka aku, dong.”“Layla, kamu itu udah menikah.”“Siapa bilang aku janda?”Aldimas mendesah panjang dan berusaha tidak membanting setirnya ke tepi jalan. Dia kira, setelah berhasil memisahkan Layla dengan Mike, wanita itu akan memberikan perhatian penuh kepadanya. Nyatanya, begitu masuk ke mobil, Layla terus mengabaikannya. Wanita itu hanya melempar pandangan ke luar jendela dan menjawab semua pertanyaannya dengan ketus.Setelah kejadian di pulau itu, sebenarnya Aldimas sudah berjanji untuk tidak cemburu dengan hubungan Layla dan Mike. Toh, mereka juga sudah tidur bersama. Namun nyatanya, melihat keduanya masih sangat akrab, tangan Aldimas sudah gatal ingin mencengkeram kerah baju Mike.“Kalau kamu mau belanja, kenapa gak tel
“M-Mas, i-ini—“Layla tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena Aldimas sudah mengurungnya di antara tembok dan tubuh kekarnya. Begitu pintu ditutup secara keras, bibir Aldimas tidak bisa menunggu lagi. Lumatan yang sedikit kasar diberikan Aldimas pada Layla, dan mungkin akan membuatnya sedikit bengkak nanti.Aldimas bisa merasakan tangan Layla meremas kemeja bagian depannya. Tangan pria itu melingkar kuat di pinggang Layla, menopang tubuh kecilnya agar tidak terjatuh. Terlihat jelas Layla kewalahan mengimbangi ciuman Aldimas kali ini.“Mas....” Layla mendesah ketika Aldimas melepaskan ciumannya sejenak. “Masuk dulu—ah!”Wanita itu memekik keras saat Aldimas mengangkat tubuhnya dengan mudah. Layla refleks melingkarkan kakinya di pinggang Aldimas, sedangkan tangannya memeluk erat kepala pria itu. Posisi seperti ini tidak disia-siakan Aldimas. Pria itu segera mengecupi leher Layla yang tepat berada di depannya
Malam panas itu dilalui Layla tanpa daya, dan paginya ia benar-benar tidak ingin beranjak dari kasur.Layla sungguh ingin marah-marah, tapi tenaganya sudah terkuras habis. Sejak bangun tidur, Aldimas langsung menggendongnya duduk di meja makan, sementara dirinya menyiapkan sarapan. Walaupun itu bubur yang dibeli di depan kompleks dan teh manis hangat, Aldimas tampak bangga memamerkan ‘keahliannya’ menyiapkan sarapan di depan Layla.“Ayo, a~” Aldimas mengangkat sendok berisi bubur hangat ke depan mulut Layla.Wanita itu mau tidak mau membuka mulutnya. Perasaan jengkel sebenarnya masih bercokol di hatinya, tapi harus ia tahan gara-gara perlakuan Aldimas pagi ini. Terlebih, hari ini adalah ulang tahun pria itu.“Enak?” tanya Aldimas.“Ini cuma bubur depan kompleks, dan aku udah sering cicipin,” komentar Layla, sedikit ketus.“T
Semuanya berlangsung cepat untuk Layla. Setelah Aldimas mendapat panggilan dadakan itu, mereka langsung bersiap dan pergi ke rumah sakit. Ketika mereka tiba, jenazah Opa sudah rapi, tinggal dibawa ke rumah duka.Bisa Layla simpulkan bahwa Aldimas memang tidak diberitahu sejak awal. Entah itu karena permintaan Opa, atau memang karena... statusnya.Sekarang, Layla sudah berada di rumah duka, dengan banyaknya pelayat yang datang. Nenek dan mamanya adalah salah satunya. Mereka juga sempat menyapa Layla dan Aldimas sebentar, sebelum pulang.Sebagai menantu baru keluarga Mandrawoto, peran Layla seperti anggap-tak dianggap. Ia bingung harus melakukan apa, dan ketika ingin membantu, akan ada orang lain yang mengambil pekerjaannya lebih dulu. Alhasil, Layla lebih banyak duduk di salah satu kursi, sedangkan Aldimas sibuk menyapa para pelayat.Aldimas....Wajahnya yang beberapa hari terakhi
Semua berawal ketika Aldimas pertama kali menginjakkan kaki ke rumah utama Mandrawoto. Wirdha Mandrawoto, pria yang meninggalkan Aldimas dan ibunya setahun yang lalu, tiba-tiba kembali datang dengan wajah dingin. Lalu, tanpa banyak berucap, Wirdha mengajak Aldimas untuk pergi bersamanya.Itulah pertama kalinya Aldimas melihat ada rumah bak istana di depan matanya. Ia tidak tahu harus senang atau sedih—senang karena bisa masuk ke rumah besar itu, atau sedih karena harus meninggalkan sang ibu tanpa tahu kapan akan bertemu lagi. Tangan dingin dan kasar Wirdha terus menggandengnya sampai ke ruang tengah rumah itu.“Ini Al, anakku.”Hanya itu yang Aldimas ingat dari ucapan ayahnya.Hardian Mandrawoto, sang kepala keluarga, hanya menatap Aldimas dengan dingin. Di sebelahnya, sang istri yang bernama Tati Mandrawoto pun sudah tampak sesak napas. Ada satu orang lagi yang duduk di sana bersama seorang anak laki-laki yang leb
Kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan buat keluarga ini. Aku bukan orang yang baik, banyak dosa yang tercipta dari tangan penuh keriput ini.Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menebusnya adalah dengan cara ini. Aku harap, semua orang menghormatinya dan patuh dengan apa yang kutulis. Jangan coba-coba mengancam Pak Edi, karena ini semua adalah perintahku! Jika ada yang menentangnya, silakan bicara padaku secara langsung.Terdengar seperti lelucon, tapi semua orang wajahnya pucat.Edi pun melanjutkan, “Yayasan sekolah milik Bu Tati Mandrawoto akan dialihkan ke perusahaan utama MD Group untuk sementara sampai dewan komite menentukan pimpinan melalui rapat terbuka. Dan untuk kepemilikan sahamnya di MD Group sebanyak 11% akan diserahkan kepada Satria Mandrawoto sebanyak 6% dan sisanya diserahkan kepada publik.”Farah tersenyum m