Semua berawal ketika Aldimas pertama kali menginjakkan kaki ke rumah utama Mandrawoto. Wirdha Mandrawoto, pria yang meninggalkan Aldimas dan ibunya setahun yang lalu, tiba-tiba kembali datang dengan wajah dingin. Lalu, tanpa banyak berucap, Wirdha mengajak Aldimas untuk pergi bersamanya.
Itulah pertama kalinya Aldimas melihat ada rumah bak istana di depan matanya. Ia tidak tahu harus senang atau sedih—senang karena bisa masuk ke rumah besar itu, atau sedih karena harus meninggalkan sang ibu tanpa tahu kapan akan bertemu lagi. Tangan dingin dan kasar Wirdha terus menggandengnya sampai ke ruang tengah rumah itu.
“Ini Al, anakku.”
Hanya itu yang Aldimas ingat dari ucapan ayahnya.
Hardian Mandrawoto, sang kepala keluarga, hanya menatap Aldimas dengan dingin. Di sebelahnya, sang istri yang bernama Tati Mandrawoto pun sudah tampak sesak napas. Ada satu orang lagi yang duduk di sana bersama seorang anak laki-laki yang leb
Kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan buat keluarga ini. Aku bukan orang yang baik, banyak dosa yang tercipta dari tangan penuh keriput ini.Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menebusnya adalah dengan cara ini. Aku harap, semua orang menghormatinya dan patuh dengan apa yang kutulis. Jangan coba-coba mengancam Pak Edi, karena ini semua adalah perintahku! Jika ada yang menentangnya, silakan bicara padaku secara langsung.Terdengar seperti lelucon, tapi semua orang wajahnya pucat.Edi pun melanjutkan, “Yayasan sekolah milik Bu Tati Mandrawoto akan dialihkan ke perusahaan utama MD Group untuk sementara sampai dewan komite menentukan pimpinan melalui rapat terbuka. Dan untuk kepemilikan sahamnya di MD Group sebanyak 11% akan diserahkan kepada Satria Mandrawoto sebanyak 6% dan sisanya diserahkan kepada publik.”Farah tersenyum m
Brak!“Kenapa jadi kayak gini, sih, Mas?!”Suara guci keramik yang terjatuh ke lantai terdengar bersamaan dengan pekikkan wanita itu. Seketika, ruangan yang hening itu menjadi tegang. Dua orang di dalam sana sama-sama berwajah tegang.Sang pria hanya mengalihkan pandangannya ke arah dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Dia pun tak mengerti. Kenapa rencana yang sudah tersusun sedemikian rupa, bisa gagal pada akhirnya. Apa gunanya dia bertahan selama ini?“A-aku... aku juga gak ngerti...,” jawab si pria sambil meremas kepalanya. Dia tampak sangat frustrasi.“Mas ini kan selalu ada di samping Ayah, kenapa bisa kecolongan kayak gini?!” sang wanita berteriak lagi. “Kata Mas, semua sudah disusun sesuai rencana kita, terus kenapa wasiat yang ditinggal Ayah sangat berbeda dari yang terakhir kita lihat?!”“AKU JUGA
Seperti ucapan Aldimas beberapa hari lalu, pria itu berubah menjadi manusia super sibuk yang bahkan tidak ada waktu untuk bernapas. Aldimas memang biasanya sudah sibuk, tapi kali ini ia berada di level berbeda.Kalau biasanya Aldimas masih bisa pulang pukul 6 sore—atau paling lama jam 7 malam kalau lembur, kali ini paling cepat pukul 10 malam. Layla hanya menemuinya saat sarapan. Sudah beberapa malam ini ia makan sendiri, bahkan tidak tahu kapan Aldimas naik ke atas kasur. Pesannya memang masih dibalas Aldimas, tapi itu butuh beberapa jam kemudian.Hari ini yang paling parah. Aldimas memilih untuk menginap di kantor dan hanya pulang untuk mengambil baju ganti. Jadinya, Layla pun sarapan sendirian tadi pagi. Wanita itu menghela napas sambil melirik ponselnya yang sunyi. Suaminya itu bahkan tidak mengiriminya satu pesan pun pagi ini.Udah berapa hari ya ini? Atau udah berapa minggu?Lay
Tadinya, Layla ingin lanjut berbelanja bersama Poppy, tapi tiba-tiba temannya itu membatalkan niatnya. Sebelum Layla membujuknya lebih jauh, sebuah mobil hitam yang datang menjemput Poppy seolah menjadi jawaban. Mau tidak mau, Layla pun melepaskan wanita itu dengan senyum menggoda.Ternyata temannya itu sudah punya pacar.Di perjalanan, Layla kembali teringat penjual rujak di dekat kantor Aldimas. Berhubung pria itu juga masih ada di kantor, jadi pasti tidak apa-apa kan kalau Layla sekalian mampir dan membawa rujak itu? Kalau beruntung, mereka mungkin bisa menyantapnya bersama.“Rujak udah aman, kita berangkaaat!” Layla berkata pada dirinya sendiri setelah membeli dua bungkus rujak dan kembali ke mobilnya.Tidak seperti sebelumnya, kali ini Layla bisa naik ke ruangan Aldimas tanpa penahanan di resepsionis. Begitu sampai di lantai 45, Layla dengan yakin melangkah di lorong. Dia juga berte
Akhir pekan yang harusnya dijadikan hari bersantai orang-orang, malah dihabiskan Adlimas dengan bekerja. Pria itu semakin sibuk setiap harinya. Bahkan hari ini, Aldimas baru sampai ke rumah pukul setengah 11 malam.Keadaan rumahnya sudah sepi—tentu saja, seperti beberapa malam belakangan. Sejak Aldimas meminta Layla jangan menunggunya pulang, wanita itu memang selalu tidur lebih dulu. Paling hanya ada sebuah pesan di meja makan yang mengatakan Aldimas bisa memanaskan makan malam di kulkas jika lapar.Namun anehnya, hari ini tidak ada.Jadi, Aldimas pun langsung saja melangkah ke kamar. Ia melihat Layla tertidur di atas kasur, bergelung dengan selimutnya. Perlahan, Aldimas berjalan ke sisi kasur untuk melihat wajah wanita itu.“Mas?”Baru saja Aldimas duduk di tepi kasur, Layla sudah menyapa. “Aku bangunin kamu, ya? Maafin Mas, ya....”Layla menggel
Layla tidak tahu seberapa lama ia menangis malam tadi, yang pasti ketika bangun kepalanya sangat sakit. Ia bahkan sampai muntah-muntah di kamar mandi saking pusingnya. Begitu melihat wajahnya sendiri di cermin, itu tidak ada bedanya dari seorang mayat.Wah... jadi gini ya wajahku kalau udah mati? Pikiran Layla mulai berkelana.Ini adalah hari Minggu—untung saja—jadi Layla tidak perlu pergi ke sekolah. Ia juga tidak perlu mandi buru-buru, hanya mencuci muka dan menggosok gigi sebelum pergi ke dapur untuk makan sarapan. Ia tidak tahu apakah Aldimas masih ada di rumah atau pergi ke kantor lagi. Untuk sekarang, Layla mencoba untuk mengabaikan pria itu.“Udah bangun?”Layla mengangkat kepalanya begitu mendengar suara Aldimas. Pria itu ternyata sudah duduk di atas meja makan dengan secangkir kopi dan roti tawar dengan kental manis. Biasanya, Layla suka bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan, tapi tidak dengan pag
Pesta berjalan dengan lancar. Setelah Aldimas memberikan kata sambutannya, ia kembali berbaur dengan para kolega. Sepanjang itu, ia tidak melepaskan tangannya dari Layla. Sebenarnya itu bukan hal yang buruk, hanya saja Layla mulai merasa lelah sekarang.Kakinya terasa sakit karena lama berdiri menggunakan sepatu hak tinggi. Belum lagi aroma samar alkohol dari minuman yang berjajar di sana dan campuran berbagai macam parfum. Kepala Layla terasa berputar, sampai perutnya kembali bergejolak.“Mas,” panggil Layla pelan sambil menarik sedikit ujung jas Aldimas. “Aku boleh duduk di sana?”Aldimas menoleh dan tampak terkejut dengan dirinya sendiri. Sepertinya ia baru sadar kalau sudah membawa Layla berkeliling tanpa henti sedari tadi.“Mau Mas temenin?” tanya Aldimas.Layla menggeleng. “Gak apa-apa. Mas ngobrol aja, aku tunggu di sana.”Aldimas tidak langsung menjawab. Wajahnya terlihat
“Ck! Norak banget emang si Mike!”Layla tidak bisa berhenti menggerutu sambil menatap layar ponselnya. Beberapa menit setelah mobil mereka berjalan, ponselnya terus berdering. Bukan telepon dari nenek atau mamanya, apalagi grup sekolah, melainkan notifikasi dari Instagram-nya yang jarang sekali dibuka itu. Semua ini gara-gara Mike.Setelah menahan Layla dan Aldimas, pria itu berinisiatif mengambil swafoto bersama mereka. Katanya, sebagai branding diri sebagai influencer sekaligus brand ambassador aplikasi. Dia harus menunjukkan keakraban diri kepada para petinggi ini untuk membangun nilainya nanti.Benar-benar kapitalis!Masalahnya, Mike sekaligus menandai akun Instagram-nya yang sepi itu. Dan dalam sekejap, akun itu sudah dibanjiri followers baru sampai Layla terpaksa membuat akunnya jadi privat.“Notif aku gak berhenti dari tadi,&rdq
Kaki Aldimas terus bergerak gelisah, sementara tangannya saling bertaut. Rumah keluarga Darmawan yang memang berada di luar kota, terasa lebih sejuk daripada rumah Aldimas. Namun tetap saja, itu tidak bisa menghentikan laju keringat dingin yang mulai membasahi punggungnya.Aldimas tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Ia gugup, tapi juga kesal. Bukan karena apa-apa, tapi karena pria yang duduk menyilangkan kaki di depannya, dan memandangnya dengan senyum menyebalkan.“Sayang,” Aldimas berbisik kepada Layla yang baru kembali setelah memanggil Nenek dari kamar. “Kok, Mike bisa ada di sini.”Layla meringis dengan wajah bersalah. “Mama yang nyuruh, kebetulan juga dia lagi balik ke Indo.”Aldimas pun hanya menghela napas. Awalnya, ia kira akan jauh lebih sulit menakhlukan sang nenek dibanding mamanya Layla. Namun, yang terjadi malah kebalikannya. Mama Layla jauh lebih protektif dan seolah tidak ingin Layla k
Layla awalnya cukup terkejut sampai tidak bisa berbuat apa pun ketika Aldimas mendorongnya masuk. Namun, bibir Aldimas terasa begitu nyata di atas bibirnya. Layla terbuai dan mulai memejamkan mata, beriringan dengan air mata yang meleleh di pipinya.Rindu yang mereka tahan berbulan-bulan akhirnya meluap tak terbendung. Mereka hanya takut saling dibenci, takut saling menyakiti, hingga saling menahan diri. Ketika salah satunya berani mendobrak, maka tidak ada lagi yang bisa melarang mereka.Aldimas melepaskan ciumannya, lalu menyatukan dahi mereka. Napas keduanya memburu, tapi dada mereka terasa penuh. Ibu jari Aldimas mengusap pipi Layla yang basah. Melihat bibir wanita itu bergetar, Aldimas merasa kembali sesak.“Maaf...,” bisik Aldimas.Layla menggeleng. Lalu, tanpa diduga Aldimas, wanita itu langsung memeluknya. Ia melingkarkan kedua lengannya di leher Aldimas, dan menenggelamkan isak tangisnya di dada
“Kamu bisa lepas sepatunya sekarang, udah gak ada orang.”Wanita itu menoleh setelah Aldimas mengucapkan itu, membuat dia buru-buru mengalihkan pandangannya ke arah lain. Namun sayangnya, lift hotel ini semua berupa kaca, membuat Aldimas tetap bisa melihat sosok itu walaupun sudah mengalihkan pandangan.Aldimas memang bukan pria yang baik. Ketika Layla meminta untuk diberikan waktu, ia tidak sesabar itu. Aldimas diam-diam selalu mengawasi wanitanya, menyewa beberapa orang, bahkan sampai membayar mahal Mike hanya untuk sebuah foto. Namun, Aldimas tetap tidak ingin mendekat sebelum Layla yang memutuskan. Ia hanya menunggu dengan cara pengecut seperti itu.Jadi, bukanlah kebetulan sepenuhnya. Aldimas sudah tahu kalau Layla akan kembali ke ibu kota untuk menghadiri pernikahan temannya. Aldimas sendiri juga tamu undangan dari pihak pria. Hanya saja, ucapan Layla tadi benar-benar di luar kendalinya.Anehnya lagi, Layla menjadi sangat penurut sekarang. Padahal Aldimas sudah membayangkan geru
Resepsi pernikahan Poppy diadakan di sebuah ballroom utama hotel mewah. Layla tidak sempat mengikuti upacara pemberkatannya, jadi sebisa mungkin menghadiri resepsi dari awal. Poppy tampak cantik dengan wedding dress berwarna biru langit, dengan efek bunga sakura tiga dimensi.Wanita itu melambai kepada Layla ketika melewati karpet merah yang disediakan. Ia tampak terharu karena Layla bisa datang ke acara pernikahannya. Jujur saja, sampai kemarin pun Layla masih ragu haruskah ia kembali ke kota ini atau tidak. Poppy pun sempat mewanti-wantinya, dan tidak memaksa jika Layla memang tidak bisa. Namun pada akhirnya, Layla bisa memantapkan hati.Ia tidak menyesal datang ke sini. Melihat Poppy tersenyum bahagia, dan digandeng oleh seorang pria gagah terasa sangat mengharukan. Layla memang pernah menikah, tapi pasti rasanya berbeda dengan Poppy. Saat itu, acara pernikahan mereka hanya sebatas formalitas, dan senyum yang Layla tunjukkan hanyalah topeng.Setelah menyapa Poppy, Layla bergabung d
Tujuh bulan kemudian.Breaking news! Farah Yulia ditetapkan sebagai tersangka!...setelah dua kali persidangan, Farah Yulia ditetapkan sebagai salah satu tersangka penggelapan dana MD Group dan penculikan cucu menantu Almarhum Hardian Mandrawoto. Dia ditetapkan bersama sekreatris Hardian Mandrawoto, Norman Gumelar....Layla menghela napas panjang begitu membaca sederet kalimat pada berita itu. Ia tidak menyangka kalau waktunya cukup singkat untuk bisa membongkar semuanya. Bagaimanapun, Layla tahu kalau Farah bukan orang sembarangan. Ia pasti akan melakukan apa saja agar lolos dari tuduhan itu.Namun ternyata, Aldimas sangat bekerja keras sampai bisa menyelesaikan semuanya kurang dari setahun. Kasus penggelapan dana di MD Group yang menjadi ‘kanker’ di perusahaan itu pun terselesaikan dengan baik. Baik
Pesan Layla tidak Aldimas balas sampai pagi hari, tapi pria itu tetap datang ke rumah sakit sambil membawa barang-barang Layla. Aldimas sadar, ia tidak bisa terus menghindari Layla. Terakhir kali ia terus menghindar, semua berakhir buruk. Makanya, Aldimas tidak mau mengulangnya.Satu tangan Aldimas membawa tas besar berisi baju dan beberapa hal yang mungkin dibutuhkan Layla, sedangkan satunya lagi membawa kantung berisi bubur ayam depan kompleks. Setidaknya ia ingin menunjukkan sedikit perhatiannya kepada Layla dan mertuanya.Dari luar kamar ini, terdengar suara orang mengobrol di dalam kamar Layla. Aldimas juga samar-samar mendengar suara pria—mungkin Mike. Ia pun menarik napas panjang sebelum mengetuk pintu ruang rawat itu.“Masuk,” suara mama Layla terdengar dari dalam.Mereka sama-sama menoleh ke arah Aldimas yang baru masuk. Seperti dugaannya, ada Mike juga di sana. Hanya pria
Tidak!Bukan seperti itu!Aldimas sudah siap dengan segala makian, tapi tidak siap dengan kalimat dingin yang menyebut nama Layla seperti itu.Tidak ada yang boleh membawa Layla peri darinya.“Tapi, Nek—““Saya kecewa sama kamu, Aldimas,” potong nenek Layla sebelum Aldimas membuat pembelaan. “Saya percayakan cucu kesayangan saya sama kamu, tapi... kamu malah membuat dia dalam bahaya. Kurang ajar!”Aldimas terdiam. Neneknya benar, Aldimas yang menghancurkan Layla. Aldimas yang membawa Layla dalam kekacauan ini.“Mike, cepat bawa kami masuk.” Seolah tidak mau berbicara lebih panjang dengan Aldimas, nenek Layla segera menyuruh Mike mendorong kursi rodanya kembali.“Aldimas.”Kepala Aldimas pun beralih kepada mamanya Layla yang memanggil. Namun, begitu bersitatap dengan pandangannya y
Aldimas mencoba untuk tersenyum, tapi air matanya tidak bisa berbohong. Sentuhan Layla membuatnya semakin merasa bersalah. Ia tidak bisa memaafkan dirinya sendiri karena melukai wanita selembut ini.Tangan Aldimas menggenggam tangan Layla yang masih berada di pipinya. Kepalanya kembali tertunduk, tak berani menatap wanita itu. “Maaf... Maafkan Mas, Layla....”“Sst.. gak apa-apa, Mas. Aku udah gak apa-apa kok.” Ibu jari Layla mengusap pipi Aldimas dengan lembut.“Maaf Mas gak bisa jagain kalian....”“Mas.”“Maaf, gara-gara Mas, kita harus kehilangan dia.”Untuk kali ini, ucapan Aldimas berhasil membuat Layla terdiam. Alis wanita itu berkerut. Apa ada yang mati gara-gara penyelamatan itu? Apa yang Aldimas maksud adalah Norman? Namun... kenapa pria itu terlihat sangat terpuruk, bila yang mati benar musuhnya?“Dia?” Layla tidak tahan untuk bertanya.
Roda brankar rumah sakit yang berderak di lantai seperti mars kematian untuk Aldimas. Setelah melihat Layla ambruk tadi, ia buru-buru menghampirinya. Ia sudah tidak peduli apa yang terjadi dengan Norman di sana—mau dia mati, berguling di lantai, atau ditembak memababi buta sekalipun. Prioritasnya hanya Layla.Wanita itu terlihat sangat kepayahan. Seluruh tubuhnya gemetaran dan matanya terpejam. Sesaat, Aldimas menduga kalau dirinya terlambat. Sampai akhirnya Layla membuka mata dan menangis ke arahnya.Aldimas pun segera memeluk tubuh mungil wanita itu, menggumamkan beribu maaf kepadanya. Napas Layla yang lemah terdengar mulai tenang. Ya, Aldimas kira dirinya dan Layla akan segera pulang dengan selamat ke rumah dan berpelukan sampai esok hari di kasur yang empuk. Namun, rintihan Layla menghentikannya.“Sakit....”Pada saat itulah Aldimas menyadari ada yang salah. Bukan di k