Seperti ucapan Aldimas beberapa hari lalu, pria itu berubah menjadi manusia super sibuk yang bahkan tidak ada waktu untuk bernapas. Aldimas memang biasanya sudah sibuk, tapi kali ini ia berada di level berbeda.
Kalau biasanya Aldimas masih bisa pulang pukul 6 sore—atau paling lama jam 7 malam kalau lembur, kali ini paling cepat pukul 10 malam. Layla hanya menemuinya saat sarapan. Sudah beberapa malam ini ia makan sendiri, bahkan tidak tahu kapan Aldimas naik ke atas kasur. Pesannya memang masih dibalas Aldimas, tapi itu butuh beberapa jam kemudian.
Hari ini yang paling parah. Aldimas memilih untuk menginap di kantor dan hanya pulang untuk mengambil baju ganti. Jadinya, Layla pun sarapan sendirian tadi pagi. Wanita itu menghela napas sambil melirik ponselnya yang sunyi. Suaminya itu bahkan tidak mengiriminya satu pesan pun pagi ini.
Udah berapa hari ya ini? Atau udah berapa minggu?
Lay
Tadinya, Layla ingin lanjut berbelanja bersama Poppy, tapi tiba-tiba temannya itu membatalkan niatnya. Sebelum Layla membujuknya lebih jauh, sebuah mobil hitam yang datang menjemput Poppy seolah menjadi jawaban. Mau tidak mau, Layla pun melepaskan wanita itu dengan senyum menggoda.Ternyata temannya itu sudah punya pacar.Di perjalanan, Layla kembali teringat penjual rujak di dekat kantor Aldimas. Berhubung pria itu juga masih ada di kantor, jadi pasti tidak apa-apa kan kalau Layla sekalian mampir dan membawa rujak itu? Kalau beruntung, mereka mungkin bisa menyantapnya bersama.“Rujak udah aman, kita berangkaaat!” Layla berkata pada dirinya sendiri setelah membeli dua bungkus rujak dan kembali ke mobilnya.Tidak seperti sebelumnya, kali ini Layla bisa naik ke ruangan Aldimas tanpa penahanan di resepsionis. Begitu sampai di lantai 45, Layla dengan yakin melangkah di lorong. Dia juga berte
Akhir pekan yang harusnya dijadikan hari bersantai orang-orang, malah dihabiskan Adlimas dengan bekerja. Pria itu semakin sibuk setiap harinya. Bahkan hari ini, Aldimas baru sampai ke rumah pukul setengah 11 malam.Keadaan rumahnya sudah sepi—tentu saja, seperti beberapa malam belakangan. Sejak Aldimas meminta Layla jangan menunggunya pulang, wanita itu memang selalu tidur lebih dulu. Paling hanya ada sebuah pesan di meja makan yang mengatakan Aldimas bisa memanaskan makan malam di kulkas jika lapar.Namun anehnya, hari ini tidak ada.Jadi, Aldimas pun langsung saja melangkah ke kamar. Ia melihat Layla tertidur di atas kasur, bergelung dengan selimutnya. Perlahan, Aldimas berjalan ke sisi kasur untuk melihat wajah wanita itu.“Mas?”Baru saja Aldimas duduk di tepi kasur, Layla sudah menyapa. “Aku bangunin kamu, ya? Maafin Mas, ya....”Layla menggel
Layla tidak tahu seberapa lama ia menangis malam tadi, yang pasti ketika bangun kepalanya sangat sakit. Ia bahkan sampai muntah-muntah di kamar mandi saking pusingnya. Begitu melihat wajahnya sendiri di cermin, itu tidak ada bedanya dari seorang mayat.Wah... jadi gini ya wajahku kalau udah mati? Pikiran Layla mulai berkelana.Ini adalah hari Minggu—untung saja—jadi Layla tidak perlu pergi ke sekolah. Ia juga tidak perlu mandi buru-buru, hanya mencuci muka dan menggosok gigi sebelum pergi ke dapur untuk makan sarapan. Ia tidak tahu apakah Aldimas masih ada di rumah atau pergi ke kantor lagi. Untuk sekarang, Layla mencoba untuk mengabaikan pria itu.“Udah bangun?”Layla mengangkat kepalanya begitu mendengar suara Aldimas. Pria itu ternyata sudah duduk di atas meja makan dengan secangkir kopi dan roti tawar dengan kental manis. Biasanya, Layla suka bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan, tapi tidak dengan pag
Pesta berjalan dengan lancar. Setelah Aldimas memberikan kata sambutannya, ia kembali berbaur dengan para kolega. Sepanjang itu, ia tidak melepaskan tangannya dari Layla. Sebenarnya itu bukan hal yang buruk, hanya saja Layla mulai merasa lelah sekarang.Kakinya terasa sakit karena lama berdiri menggunakan sepatu hak tinggi. Belum lagi aroma samar alkohol dari minuman yang berjajar di sana dan campuran berbagai macam parfum. Kepala Layla terasa berputar, sampai perutnya kembali bergejolak.“Mas,” panggil Layla pelan sambil menarik sedikit ujung jas Aldimas. “Aku boleh duduk di sana?”Aldimas menoleh dan tampak terkejut dengan dirinya sendiri. Sepertinya ia baru sadar kalau sudah membawa Layla berkeliling tanpa henti sedari tadi.“Mau Mas temenin?” tanya Aldimas.Layla menggeleng. “Gak apa-apa. Mas ngobrol aja, aku tunggu di sana.”Aldimas tidak langsung menjawab. Wajahnya terlihat
“Ck! Norak banget emang si Mike!”Layla tidak bisa berhenti menggerutu sambil menatap layar ponselnya. Beberapa menit setelah mobil mereka berjalan, ponselnya terus berdering. Bukan telepon dari nenek atau mamanya, apalagi grup sekolah, melainkan notifikasi dari Instagram-nya yang jarang sekali dibuka itu. Semua ini gara-gara Mike.Setelah menahan Layla dan Aldimas, pria itu berinisiatif mengambil swafoto bersama mereka. Katanya, sebagai branding diri sebagai influencer sekaligus brand ambassador aplikasi. Dia harus menunjukkan keakraban diri kepada para petinggi ini untuk membangun nilainya nanti.Benar-benar kapitalis!Masalahnya, Mike sekaligus menandai akun Instagram-nya yang sepi itu. Dan dalam sekejap, akun itu sudah dibanjiri followers baru sampai Layla terpaksa membuat akunnya jadi privat.“Notif aku gak berhenti dari tadi,&rdq
Aldimas menghela napas, lalu berjalan masuk. Ia berdiri tepat di depan Layla, sebelum dengan lembut merembut ponsel itu dari tangannya. Ia membawa kepala Layla ke dalam pelukannya.“Jangan lihat lagi. Aku yang akan menanganinya,” ucap Aldimas kemudian.Layla hanya mengangguk. Sepertinya, ia masih setengah sadar karena kata-kata yang dilihatnya pagi ini. Ia masih linglung, pikirannya setengah kosong bahkan saat berdiri dari kasur.“Mau ke mana?” tanya Aldimas begitu Layla beranjak dari kasur.“Kerja....”“Gak mau cuti dulu?”Layla menggeleng lemah. “Aku gak apa-apa....”Aldimas tidak menahannya lagi ketika Layla berjalan ke arah kamar mandi. Namun, begitu sampai di depan wastafel, Layla tidak bisa menahan dirinya lagi. Air matanya mengalir deras, bersamaan dengan sesak yang terus menghimpit dadanya. Seluruh tubuhnya gemetaran. Ini adalah perasaan takut yang tidak
Walaupun Mike memang menyebalkan, tapi ia tidak pernah benar-benar membentak dan marah kepada Layla. Ini adalah pertama kalinya Layla melihat Mike semarah ini. Jantungnya langsung berdebar keras, membuat seluruh tubuhnya kaku. Bibir Layla bergetar, ingin menjawab, tetapi tidak bisa.“A-aku... aku....”Mike menghela napas sambil mengusap wajahnya dengan kasar. “Ayo, duduk dulu.”Entah siapa yang tuan rumah di sini, tapi justru Mike yang membawa Layla duduk di sofa. Tangannya menggenggam tangan wanita itu, mengusapnya pelan. Layla tahu, pria itu pasti sedang berusaha menenangkannya.“Udah dong, jangan nangis. Aku kan cuma nanya,” ucap Mike.“Tapi, kamu bentak aku....”“Kamu bahkan pernah pukulin aku, tapi aku biasa aja.”Layla mendengus. Bahkan dalam keadaan seperti ini, Mike masih saja bisa bercanda. Ia pun m
Tidak seperti biasanya, tidak ada senyuman di wajah pria itu. Wajah Satria tampak dingin dan kaku, dan terus menatap lurus ke arah Layla. Kakinya melangkah, menimbulkan suara yang terasa membekukan atmosfer di sana.Layla mengerutkan dahi. Ada apa dengannya hari ini?“Aku mau bicara,” ucap Satria datar.Layla tampak bingung, tapi mempersilakan Satria masuk juga. “Masuk dulu, kita ngobrol di dalam aja.”Satria tidak menjawab saat Layla membukakan pintu untuknya. “Kamu abis dari kantor?” tanya Layla berbasa-basi sambil melangkah masuk.“Aku tadi ke sekolah, tapi mereka bilang kamu izin. Jadi, aku langsung ke sini.”“Oh, gitu—““Kamu udah tau siapa aku sebenarnya, kan?” sebelum Layla sempat menawari duduk, pria itu sudah memotong ucapannya dengan pertanyaan.Layla berbalik badan. &l