Layla kembali mendengus. Apa hebatnya cuma bayar makan malam ini? Apa itu artinya dia bebas pamer kedekatan dengan wanita lain, sementara dirinya tidak boleh memberikan makanannya kepada Mike? Layla akhirnya hanya bersedekap dada dan mengalihkan pandangan. Menengok ke arah kiri, di mana Aldimas dan Yunita duduk berseberangan, membuat kepalanya berdenyut panas.
“So, Layla, right?” Pada saat Layla ingin menghindar, Yunita malah mengajaknya bicara lagi. “Gimana Aldimas?”
“Hah?” Pertanyaan itu sukses membuat Layla memutar kepalanya dengan cepat.
Yunita terkekeh, menyibakkan rambutnya ke belakang punggung, lalu bertopang dagu di meja. “Dia dingin banget, kan? Aku ingat dulu, pas acara prom kampus dia itu cukup populer, tapi malah nempelnya cuma sama aku dan Diego. Semua cewek ditolak sama dia.
“Oh, iya, kamu juga inget gak, Al, waktu Diego
“Apa gak ada yang kamu mau jelasin sama aku?”“Gak ada.”“Kenapa bisa sama Michael Hartono?”“Dia teman aku, suka-suka aku, dong.”“Layla, kamu itu udah menikah.”“Siapa bilang aku janda?”Aldimas mendesah panjang dan berusaha tidak membanting setirnya ke tepi jalan. Dia kira, setelah berhasil memisahkan Layla dengan Mike, wanita itu akan memberikan perhatian penuh kepadanya. Nyatanya, begitu masuk ke mobil, Layla terus mengabaikannya. Wanita itu hanya melempar pandangan ke luar jendela dan menjawab semua pertanyaannya dengan ketus.Setelah kejadian di pulau itu, sebenarnya Aldimas sudah berjanji untuk tidak cemburu dengan hubungan Layla dan Mike. Toh, mereka juga sudah tidur bersama. Namun nyatanya, melihat keduanya masih sangat akrab, tangan Aldimas sudah gatal ingin mencengkeram kerah baju Mike.“Kalau kamu mau belanja, kenapa gak tel
“M-Mas, i-ini—“Layla tidak bisa menyelesaikan ucapannya karena Aldimas sudah mengurungnya di antara tembok dan tubuh kekarnya. Begitu pintu ditutup secara keras, bibir Aldimas tidak bisa menunggu lagi. Lumatan yang sedikit kasar diberikan Aldimas pada Layla, dan mungkin akan membuatnya sedikit bengkak nanti.Aldimas bisa merasakan tangan Layla meremas kemeja bagian depannya. Tangan pria itu melingkar kuat di pinggang Layla, menopang tubuh kecilnya agar tidak terjatuh. Terlihat jelas Layla kewalahan mengimbangi ciuman Aldimas kali ini.“Mas....” Layla mendesah ketika Aldimas melepaskan ciumannya sejenak. “Masuk dulu—ah!”Wanita itu memekik keras saat Aldimas mengangkat tubuhnya dengan mudah. Layla refleks melingkarkan kakinya di pinggang Aldimas, sedangkan tangannya memeluk erat kepala pria itu. Posisi seperti ini tidak disia-siakan Aldimas. Pria itu segera mengecupi leher Layla yang tepat berada di depannya
Malam panas itu dilalui Layla tanpa daya, dan paginya ia benar-benar tidak ingin beranjak dari kasur.Layla sungguh ingin marah-marah, tapi tenaganya sudah terkuras habis. Sejak bangun tidur, Aldimas langsung menggendongnya duduk di meja makan, sementara dirinya menyiapkan sarapan. Walaupun itu bubur yang dibeli di depan kompleks dan teh manis hangat, Aldimas tampak bangga memamerkan ‘keahliannya’ menyiapkan sarapan di depan Layla.“Ayo, a~” Aldimas mengangkat sendok berisi bubur hangat ke depan mulut Layla.Wanita itu mau tidak mau membuka mulutnya. Perasaan jengkel sebenarnya masih bercokol di hatinya, tapi harus ia tahan gara-gara perlakuan Aldimas pagi ini. Terlebih, hari ini adalah ulang tahun pria itu.“Enak?” tanya Aldimas.“Ini cuma bubur depan kompleks, dan aku udah sering cicipin,” komentar Layla, sedikit ketus.“T
Semuanya berlangsung cepat untuk Layla. Setelah Aldimas mendapat panggilan dadakan itu, mereka langsung bersiap dan pergi ke rumah sakit. Ketika mereka tiba, jenazah Opa sudah rapi, tinggal dibawa ke rumah duka.Bisa Layla simpulkan bahwa Aldimas memang tidak diberitahu sejak awal. Entah itu karena permintaan Opa, atau memang karena... statusnya.Sekarang, Layla sudah berada di rumah duka, dengan banyaknya pelayat yang datang. Nenek dan mamanya adalah salah satunya. Mereka juga sempat menyapa Layla dan Aldimas sebentar, sebelum pulang.Sebagai menantu baru keluarga Mandrawoto, peran Layla seperti anggap-tak dianggap. Ia bingung harus melakukan apa, dan ketika ingin membantu, akan ada orang lain yang mengambil pekerjaannya lebih dulu. Alhasil, Layla lebih banyak duduk di salah satu kursi, sedangkan Aldimas sibuk menyapa para pelayat.Aldimas....Wajahnya yang beberapa hari terakhi
Semua berawal ketika Aldimas pertama kali menginjakkan kaki ke rumah utama Mandrawoto. Wirdha Mandrawoto, pria yang meninggalkan Aldimas dan ibunya setahun yang lalu, tiba-tiba kembali datang dengan wajah dingin. Lalu, tanpa banyak berucap, Wirdha mengajak Aldimas untuk pergi bersamanya.Itulah pertama kalinya Aldimas melihat ada rumah bak istana di depan matanya. Ia tidak tahu harus senang atau sedih—senang karena bisa masuk ke rumah besar itu, atau sedih karena harus meninggalkan sang ibu tanpa tahu kapan akan bertemu lagi. Tangan dingin dan kasar Wirdha terus menggandengnya sampai ke ruang tengah rumah itu.“Ini Al, anakku.”Hanya itu yang Aldimas ingat dari ucapan ayahnya.Hardian Mandrawoto, sang kepala keluarga, hanya menatap Aldimas dengan dingin. Di sebelahnya, sang istri yang bernama Tati Mandrawoto pun sudah tampak sesak napas. Ada satu orang lagi yang duduk di sana bersama seorang anak laki-laki yang leb
Kepada anak-anak dan cucu-cucuku. Ini adalah hal terakhir yang bisa aku lakukan buat keluarga ini. Aku bukan orang yang baik, banyak dosa yang tercipta dari tangan penuh keriput ini.Satu-satunya yang bisa aku lakukan untuk menebusnya adalah dengan cara ini. Aku harap, semua orang menghormatinya dan patuh dengan apa yang kutulis. Jangan coba-coba mengancam Pak Edi, karena ini semua adalah perintahku! Jika ada yang menentangnya, silakan bicara padaku secara langsung.Terdengar seperti lelucon, tapi semua orang wajahnya pucat.Edi pun melanjutkan, “Yayasan sekolah milik Bu Tati Mandrawoto akan dialihkan ke perusahaan utama MD Group untuk sementara sampai dewan komite menentukan pimpinan melalui rapat terbuka. Dan untuk kepemilikan sahamnya di MD Group sebanyak 11% akan diserahkan kepada Satria Mandrawoto sebanyak 6% dan sisanya diserahkan kepada publik.”Farah tersenyum m
Brak!“Kenapa jadi kayak gini, sih, Mas?!”Suara guci keramik yang terjatuh ke lantai terdengar bersamaan dengan pekikkan wanita itu. Seketika, ruangan yang hening itu menjadi tegang. Dua orang di dalam sana sama-sama berwajah tegang.Sang pria hanya mengalihkan pandangannya ke arah dokumen-dokumen yang berserakan di atas meja. Dia pun tak mengerti. Kenapa rencana yang sudah tersusun sedemikian rupa, bisa gagal pada akhirnya. Apa gunanya dia bertahan selama ini?“A-aku... aku juga gak ngerti...,” jawab si pria sambil meremas kepalanya. Dia tampak sangat frustrasi.“Mas ini kan selalu ada di samping Ayah, kenapa bisa kecolongan kayak gini?!” sang wanita berteriak lagi. “Kata Mas, semua sudah disusun sesuai rencana kita, terus kenapa wasiat yang ditinggal Ayah sangat berbeda dari yang terakhir kita lihat?!”“AKU JUGA
Seperti ucapan Aldimas beberapa hari lalu, pria itu berubah menjadi manusia super sibuk yang bahkan tidak ada waktu untuk bernapas. Aldimas memang biasanya sudah sibuk, tapi kali ini ia berada di level berbeda.Kalau biasanya Aldimas masih bisa pulang pukul 6 sore—atau paling lama jam 7 malam kalau lembur, kali ini paling cepat pukul 10 malam. Layla hanya menemuinya saat sarapan. Sudah beberapa malam ini ia makan sendiri, bahkan tidak tahu kapan Aldimas naik ke atas kasur. Pesannya memang masih dibalas Aldimas, tapi itu butuh beberapa jam kemudian.Hari ini yang paling parah. Aldimas memilih untuk menginap di kantor dan hanya pulang untuk mengambil baju ganti. Jadinya, Layla pun sarapan sendirian tadi pagi. Wanita itu menghela napas sambil melirik ponselnya yang sunyi. Suaminya itu bahkan tidak mengiriminya satu pesan pun pagi ini.Udah berapa hari ya ini? Atau udah berapa minggu?Lay