"Bukankah sudah kuberitahu mengenai dirinya?"Aya dan Liam bersitatap, mereka seolah mengirimkan sinyal luka satu sama lain. "Tapi, kau bilang kau tidak lagi mencintainya! Lantas kenapa nama itu tersebut?""Aku sudah melupakannya, tapi kau memaksaku untuk mengingatnya!"Kedua mata Aya terbelalak ketika mendapati Liam berkaca-kaca, airmata sudah menggenangi kedua mutiara hijau tersebut. Selama Aya mengenal Liam, tidak pernah sekalipun Aya memergoki Liam menangis."Aku mencintaimu Aya, tapi kau masih saja memberikan tubuhmu padanya," dan airmata itu pun lolos."Itu hanya sebuah sandiwara," lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Sorot luka yang Liam sajikan di hadapannya bagaikan sebuah vonis, bahwa Ayalah sang villain dalam cerita ini."Aku tidak buta, Aya! Kau terlalu menikmati setiap gerakan yang ia ciptakan untuk tubuhmu dan itu terlalu mustahil untuk disebut sebagai sebuah sandiwara!" Liam menghembuskan napas, suaranya terdengar bergetar di ujung kalimat. Tangannya terangkat mengelus p
*****Kedua tubuh itu bergerak seirama, menyatu di bawah temaram lampu kamar yang terpasang di dinding sisi kiri ranjang. Napas keduanya terasa berat, peluh membuat tubuh mereka lengket. Jangan ditanya bagaimana bentuk sprei putih gading itu sekarang. Kucel dan basah oleh keringat bercampur darah dan cairan kenikmatan."Beast!" Geram sosok yang berada di atas. Gerakannya semakin terpacu.Orang yang dipanggil Beast, terpejam merasakan kenikmatan yang ditawarkan sang lawan. Kedua tangannya meraba-raba punggung telanjang sosok di atasnya. "Kita telah melanggar kontrak, Beau!" Ucapnya kepayahan."Aku tidak perduli! Cium aku!" Mereka pun berciuman dengan tubuh keduanya yang masih saling menghentak, berusaha mereguk puncak kenikmatan surgawi.Beau tidak menyangka akan kembali merasakan hal yang pernah ia rasakan semasa sekolah. Ia masih mengingat jelas kali pertama ia melakukannya, melepas keperjakaannya dengan seorang kakak kelas. Perbedaannya kali ini, dirinyalah yang menjadi pihak peneri
*****(Selasa sore; beberapa jam setelah digelarnya rapat pemegang saham)Daphne menggeliat merasakan sapuan lidah Beau di bawah sana, ia menggigit telapak tangannya. Satu tangan terulur meremas rambut pirang sang mantan, menuntunnya untuk berbuat lebih."Oh Beau!"Beau menuruti kode dari Daphne. Permainan mulutnya kian berani hingga membuat Daphne menjerit pasrah. Ia terpejam dengan kepala bersandar pada sofa. Rasanya benar-benar luar biasa! Daphne jadi teringat akan pertemuan awal mereka. Satu pertemuan yang menuntunnya ke dalam sebuah petualangan cinta nan membara.-----Daphne Westwood hanyalah seorang mahasiswi biasa di Universitas Cambridge, berbekal beasiswa dan tinggal di asrama. Gelar bergengsi dari pihak ibu tak mampu mengangkat namanya ketika strata status sang ayah dipandang rendah oleh society. Jadi, Daphne hanya mengandalkan otaknya yang cerdas. Kemalangan hidupnya mulai membaik berkat tekad nekatnya menerobos kamar asrama. Di sanalah ia bertemu dengan Beau, yang kelak a
*****(Satu jam setelah rapat usai)"Sial, Beast! Kau membuatku gila di sana!" Beau mulai menanggalkan setelan kerjanya. "Aku menginginkanmu, sekarang!" Tuntutnya, ia melepas ikat pinggang dan menurunkan reseleting celana kerjanya.Beau memutuskan untuk meninggalkan rapat dan kembali ke seseorang yang membuatnya hampir gila hanya dalam waktu semalam. Gairahnya seakan tak terbendung dan ia membutuhkan sosok itu kembali untuk meneriakan keperkasaannya. Tidak perduli akan amukan sang istri yang akan menceramahinya nanti perkara keprofesionalitasan kerja."Tidakah kau lihat aku sedang bekerja?" Beast menggigit bibir bawahnya. Beau mendadak muncul tanpa ketukan, langsung menerobos masuk ke kamar lalu mencium bibirnya. Padahal, Beast sedang mengerjakan buku kesekiannya yang merupakan bentuk kerjasamanya dengan Alan Walker. Buku yang akan ia beri tajuk Storytelling. Buku tersebut akan merealisasikan beberapa judul lagu dari Alan Walker yang pernah hits. Rencananya akan memuat sepuluh judul
*****Liam selalu terkesima ketika mobilnya memasuki gerbang Green Mansion. Ia akan disambut dengan jalan lurus yang di kanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon cukup tinggi. Kemudian beberapa meter di depan, sebuah air mancur menyapa laju mobil sebelum ia diarahkan untuk berbelok ke kiri, ke area parkir basement. Aya benar-benar mewujudkan setiap imajinasinya. Dari restoran di pusat London yang menyajikan berbagai kuliner tradisional Indonesia ala Restoran Teguh Abadi di buku 365 Hari dimana restoran tersebut mengambil konsep bangunan limasan ala Pondok Meranti di buku Tasbih dan Rosario, hingga mansion mewah Keluarga Galbie dalam buku trilogi Lost in Love. Wanita dengan berjuta imajinasi itu pun sekarang sedang mewujudkan impian terbesarnya, yaitu merealisasikan W. Sebuah perusahaan di bidang penerbitan yang merambah ke berbagai multi bidang."Dimana dia?" Tanya Liam pada seorang pelayan wanita yang menyambut kedatangannya."Mrs. Prince menunggu anda di lahan kosong, Mr. Henderson. Ia su
*****Beau menatap sengit pria di depannya yang memandangnya pongah. Liam Henderson, sang penguasa media Inggris. Keluarganya mempunyai background yang kuat di pemerintahan, tapi Liam cenderung memilih sesuatu yang berbeda. Dengan warisan dari sang Kakek, ia membeli dua perusahaan raksasa media Inggris lalu menggabungkannya di bawah satu perusahaan induk; L.Henderson Media. Walaupun ia menyingkir dari urusan politik dan pemerintahan, namun nama Henderson yang pria itu sandang mampu memberi tekanan pada lawan-lawannya. Liam Henderson adalah sekutu yang bisa diandalkan, tapi ia juga bisa menjadi orang yang mengerikan jika ada yang menyinggung area privasinya. Henry dan Allyson sudah memperingatkan Beau untuk memberi batas kerjasama dengan Liam, sayang ia terlalu terlena dengan kebaikan yang pria itu tawarkan."Kau tahu aku orang yang selalu menagih janji yang diberikan padaku," seringai di wajah Liam terlihat menyebalkan di mata Beau. Pria itu mendatangi kantornya di senin siang, hari s
***** "Kontrak pernikahan akan diperpanjang selama kurun waktu lima tahun atau apabila cabang perusahaan sudah dianggap mampu untuk berdiri sendiri. Dalam kurun waktu tersebut kau kuperbolehkan menikahi Daphne dengan syarat, pernikahan itu tidak boleh terendus oleh publik. Daphne dan Velma akan menempati sebuah pulau dengan pengawasan ketat selama kontrak pernikahan berlangsung demi kepentingan kelancaran perusahaan. Pada tahun ke empat, kita akan mulai membicarakan perceraian. Jika kesepakatan tercapai, kau boleh menceraikanku dengan catatan kita masih diwajibkan menyelesaikan pernikahan palsu hingga tahun kelima. Dengan kata lain, selama sisa dua tahun terakhir kita akan menjalani kontrak nikah semu. Status kita masih menikah di mata publik, padahal sejatinya telah bercerai." Aya memberi kode kepada Mr. Harnett untuk memberikan berkas perjanjian yang kemudian diterima oleh Jack Carlton, pengacara Beau. Aya datang sekitar pukul tiga sore bersama adik dan pengacaranya di hari yang
*****"Sial! Brengsek kau Beau!" Umpat Liam.Aya menceritakan hasil pertemuan mereka pada Liam, tapi sedikit berbohong di bagian akhir. Pertemuan itu sebenarnya masih menggantung karena Beau tidak pernah kembali. Hanya sebuah telpon yang diterima Jack Carlton dari Beau, dengan sebuah pesan bahwa Beau membutuhkan waktu untuk berpikir. Aya merubah alur dengan menambahkan beberapa drama untuk memancing kemarahan Liam. Ia tahu pria itu tergila-gila padanya, jadi seperti yang adiknya sarankan, ia harus mulai memanfaatkan benefit ini."Pinalti yang kuajukan cukup tinggi Liam, kau tak perlu khawatir! Ia akan berpikir ulang untuk meniduriku lagi!" Sandiwara Aya. Ia sudah muak menjadi protagonis yang selalu dimanfaatkan, sudah saatnya Aya bangkit dan mengambil peran lain."Bagaimana dengan kau sendiri?" Tanya Liam. Ia meraih tengkuk Aya dan menciumnya mesra. "Kau membuatku gila, Aya!"Mereka sedang berada di tempat kencan favorit mereka. Padang kosong di belakang taman Green Mansion. Menggelar
"Bukankah sudah kuberitahu mengenai dirinya?"Aya dan Liam bersitatap, mereka seolah mengirimkan sinyal luka satu sama lain. "Tapi, kau bilang kau tidak lagi mencintainya! Lantas kenapa nama itu tersebut?""Aku sudah melupakannya, tapi kau memaksaku untuk mengingatnya!"Kedua mata Aya terbelalak ketika mendapati Liam berkaca-kaca, airmata sudah menggenangi kedua mutiara hijau tersebut. Selama Aya mengenal Liam, tidak pernah sekalipun Aya memergoki Liam menangis."Aku mencintaimu Aya, tapi kau masih saja memberikan tubuhmu padanya," dan airmata itu pun lolos."Itu hanya sebuah sandiwara," lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Sorot luka yang Liam sajikan di hadapannya bagaikan sebuah vonis, bahwa Ayalah sang villain dalam cerita ini."Aku tidak buta, Aya! Kau terlalu menikmati setiap gerakan yang ia ciptakan untuk tubuhmu dan itu terlalu mustahil untuk disebut sebagai sebuah sandiwara!" Liam menghembuskan napas, suaranya terdengar bergetar di ujung kalimat. Tangannya terangkat mengelus p
"Liam! Aku bilang lepaskan Elizabeth!"Liam menggeram bak seekor serigala yang mencengkeram mangsanya di tangan, tapi ia terpaksa melepaskan karena sebuah hirarki kepemimpinan. Dengan memalingkan wajah -berusaha menyelamatkan gengsinya- Liam mendorong kepala Elizabeth secara kasar. Beruntung tangan kiri Elizabeth berpegang erat pada sandaran belakang sofa sehingga ia bisa mencegah laju kepalanya yang akan membentur pegangan sofa. Seringai memuakan dari bibir Elizabeth -yang masih setia mengejek Liam- tertangkap oleh ekor mata Liam."Jangan lagi kau ikut campur Rodney! Aku tahu rahasiamu!"Wanita berambut pirang itu tertawa keras, "Sungguh? Kenapa tak kau beberkan dari dulu?" Ia berdiri lalu berjalan perlahan menghampiri Liam yang berdiri membelakanginya. "Kau berhutang nyawa padaku! Jauhi Aya!"Sret!Baik Liam maupun George terkejut, sebilah pisau perak kecil yang biasanya digunakan untuk mengupas kulit buah mengalung di leher Liam. Ujungnya yang runcing seolah memamerkan ketajamanny
Aya tak hentinya memandang takjub Elizabeth Rodney. Mutiara hijau terpancar cantik, menatap fokus ke depan. Rambut pirang yang berkilau bak keemasan karena sinar terik mentari yang tertembus melalui kaca mobil. Rona merah terbubuh di kedua pipi putihnya dan bibir sesegar buah plum terpoles lipstick tipis. Apabila ia berdiri, pahatan lekuk tubuhnya akan terasa memabukan bagi netra kaum Adam. Sungguh kesempurnaan fisik yang mengagumkan! Belum lagi aura yang begitu kuat mendominasi, anggun dan tangguh dalam sekali tempo. Ditambah kekuasaan tergenggam erat di tangan. Benar-benar jelmaan karakter utama wanita dari novel."Sekarang, aku paham kenapa adikku begitu mencintaimu, Liz." Aya menggeleng. "Sebulan mengenalmu dan langsung menikahimu, kurasa pengaruhmu terhadap adikku begitu dahsyat."Elizabeth terkekeh, kilau hijaunya berkilat jenaka. Ia menoleh sebentar ke arah Aya yang duduk di sampingnya sebelum kembali fokus ke depan. Mereka sedang berada dalam perjalanan menuju Mansion Henderso
"Raya itu siapa?"Katakanlah Liam itu manipulatif, itu memang benar. George Henderson sangat mengenal sosok putra kandungnya sendiri, pria itu pandai memanipulasi keadaan dan perasaan seseorang. Tapi, panggilan yang lolos dari bibir Liam murni karena kelepasan. Liam sempat terdiam beberapa saat sebelum ia kepikiran untuk memanfaatkan perasaan bersalah Aya."Setidaknya aku hanya menyebut nama random lain, bukan mengijinkan wanita lain naik ke ranjang!"Dingin dan datar. Ia mempergunakan ekspresi ini untuk mengelabui Aya. Kemudian, dengan cepat Liam beranjak dari atas tubuh Aya dan melenggang ke kamar mandi. Benar-benar akting yang sempurna!Aya terkejut. Ia tahu sarkasme itu tertuju untuk dirinya. Ini memang salahnya. Aya sudah berjanji memberi Liam kesempatan. Ia akan belajar mencintai Liam dan membuang perasaannya terhadap Beau. Ia berjanji untuk tidak lagi mengijinkan Beau membawanya ke atas ranjang. Tapi, apa daya pesona sang suami kontrak masih menjeratnya. Aya telah melanggar jan
Liam membelai punggung telanjang yang tertelungkup itu. Ia menindih tubuh bagian bawah sang kekasih dengan menggerakkan pinggulnya dalam tempo sedang. Si wanita menoleh, kedua alisnya menyatu menyiratkan ketidak puasan."Kau bergerak seperti pria tua, Li! Apa perlu aku lagi yang mengambil kendali?"Sial! Liam bermaksud untuk menahan permainan lebih lama, tapi kekasihnya itu merupakan seorang penuntut. Keliarannya di atas ranjang sering membuat Liam kepayahan, walaupun ia selalu ketagihan."Baiklah, jika itu maumu, Sayang!" Liam menghentikan belaiannya, kedua tangannya bergeser ke samping kedua sisi bahu sang kekasih, menumpukan kepalannya di atas ranjang. Tanpa aba-aba, Liam mulai menghentak keras hingga membuat wanita berkulit eksotis di bawahnya meracaukan kenikmatan."Oh! Ini yang kumaksud!"Kata Ah yang terlontar secara konsisten membuat kewarasan Liam tergerus, memacu dirinya untuk mempercepat laju. Apalagi saat sang kekasih memakukan pandangannya pada satu benda bulat dengan tit
Daniyah tertidur diiringi storytelling dadakan dari Aya mengenai si kucing Oren -setelah ia lelah menangis. Aya menceritakan kisah tragedi, alih-alih kisah bahagia sehingga membuat dirinya diomeli oleh sang adik."Biarkan dia mengenal pahitnya dunia sejak dini!""Mbak, dia belum genap empat tahun, di usia segitu apapun yang kau ajarkan pasti akan membekas. Dan aku tidak mau putriku mempunyai trauma buruk.""Oh, astaga! Kau terlalu membesarkan masalah kecil ini. Ini sebagai pembelajaran agar Dani belajar merawat Rara dengan baik.""Tapi, bisakan diakhiri dengan happy ending?""Keracunan bagi kucing adalah hal mematikan. Itu berlangsung sangat cepat, tidak lebih dari seperempat hari. Bahkan di beberapa kasus, kucing bisa mati dalam hitungan 2 jam jika racun tertelan dalam jumlah banyak. Kau ingin menyodorkan harapan palsu pada putrimu?""Aish! Kau sungguh menyebalkan!"Oren Little pernah menjadi milik Aya dan Wiwid, kisah sedih yang membekas karena kehilangan si pandai nan cerewet. Kuci
Aya mengamati bagaimana adiknya membujuk Elizabeth untuk makan, gesture yang ia tunjukan mengatakan betapa besar rasa cintanya pada wanita cantik itu. Aya juga membacanya dari perlakuan Wiwid terhadap Rengganis. Jadi, ia menarik kesimpulan jika sang adik sama-sama mencintai kedua istrinya."Aku tak menyangka kau mengikuti Sunnah Rasul," desah Aya. Airmatanya menetes, ia seolah ditampar oleh kenyataan akan perbuatan zina yang ia jalani.Cinta ternyata mempunyai dua sisi koin. Dalam gelap, ia merupakan iblis terkejam yang mampu menjerumuskan manusia pada lembah dosa. Dalam terang, apabila mampu mempergunakan cahayanya untuk menyusuri jalan kebaikan, cinta sanggup menyelamatkanmu. Pernikahannya dengan Beau Prince adalah pernikahan beda agama, Aya tidak terlalu mempermasalahkannya karena itu merupakan nikah kontrak dengan syarat ketat. Terbatas oleh waktu dan dilarang melibatkan hubungan ranjang. Setidaknya, dua poin utama itulah yang tercantum dalam perjanjian kontrak di awal, sebelum ke
Jemari mungilnya bergerak lincah di atas kertas berukuran 148 × 210 mm, selembar kertas tebal A5 yang separuhnya telah terisi. Mulutnya bersenandung nada-nada tak beraturan, kepalanya manggut-manggut seolah menikmati nada sumbang gumamannya sendiri. Akan tetapi kedua hazelnya awas mengamati gerak jari telunjuk dan jempol yang menjepit sebuah crayon kuning, menggerakkannya untuk membentuk garis melingkar sebelum mewarnainya penuh."Wah, bagus sekali Dani!" Gadis mungil itu menoleh, senyumnya terkembang karena sebuah pujian. Siapa sih yang tidak senang dipuji?"Persis seperti gambar Papa, pintar kamu, Sayang!" lanjutnya memuji sembari membelai surai kecoklatan milik si gadis.Wanita muda itu kemudian meletakan segelas jus jeruk di sisi kanan Daniyah -karena Daniyah duduk beralaskan karpet bulu di ruang anak yang berbatasan langsung dengan ruang tamu. "Ayo diminum dulu, ada cookies untukmu.""Terima kasih, Hana. Aku akan mencuci tangan dahulu." Daniyah meletakan crayon kuningnya, ia berd
Elizabeth menonton pewartaan itu dengan sorot nanar. Kedua matanya telah sembab oleh airmata, suaranya serak, hidungnya memerah. Meskipun begitu, ia masih saja menangis. Sedangkan kondisi kamar hotelnya nyaris tak berbentuk. Tisu berserakan di lantai, potato chips berhamburan di ranjang dengan lima botol coke yang telah kosong tersebar di sudut-sudut kamar. Satu koper besar terbuka dan dibiarkan tergeletak begitu saja.Suara televisi menggema di ruangan, menayangkan sebuah prosesi sakral pernikahan tradisional Jawa. Elizabeth semakin meremas undangan yang tergenggam di tangan saat sesi ijab qobul dimulai."Saya terima nikahnya, Rengganis binti Cahyadi dengan mahar seperangkat alat sholat dan sejumlah uang dibayar tunai!""Para saksi, bagaimana? Sah?"Gemuruh sorak bahagia pun menggema. Wajah-wajah mereka begitu sumringah. Turut merestui penyatuan sejoli dalam satu ikatan suci.Elizabeth memakukan pandangan pada sang suami, pria itu menyentuh dagu Rengganis dan menciumnya mesra. Elizab