*****
(Selasa sore; beberapa jam setelah digelarnya rapat pemegang saham) Daphne menggeliat merasakan sapuan lidah Beau di bawah sana, ia menggigit telapak tangannya. Satu tangan terulur meremas rambut pirang sang mantan, menuntunnya untuk berbuat lebih. "Oh Beau!" Beau menuruti kode dari Daphne. Permainan mulutnya kian berani hingga membuat Daphne menjerit pasrah. Ia terpejam dengan kepala bersandar pada sofa. Rasanya benar-benar luar biasa! Daphne jadi teringat akan pertemuan awal mereka. Satu pertemuan yang menuntunnya ke dalam sebuah petualangan cinta nan membara. ----- Daphne Westwood hanyalah seorang mahasiswi biasa di Universitas Cambridge, berbekal beasiswa dan tinggal di asrama. Gelar bergengsi dari pihak ibu tak mampu mengangkat namanya ketika strata status sang ayah dipandang rendah oleh society. Jadi, Daphne hanya mengandalkan otaknya yang cerdas. Kemalangan hidupnya mulai membaik berkat tekad nekatnya menerobos kamar asrama. Di sanalah ia bertemu dengan Beau, yang kelak akan berperan besar dalam perubahan hidup seorang Daphne. -Pergi! Pulanglah dua jam lagi! Aku sedang bercinta dengan Beau Prince!- Daphne mengumpat ketika ia mendapati tulisan besar terpampang di depan pintu kamar asrama. Apa-apaan teman satu asramanya itu? Ia telah mengalami hari yang buruk dengan dosen sialan yang membuatnya terjebak dua jam di perpustakaan dan Harper melarangnya masuk? Daphne hanya ingin mandi lalu tidur sejenak sebelum shift kerjanya dimulai. Masa bodoh! Tanpa berpikir dua kali, gadis berambut keriting itu membuka pintu, menerobos masuk, mengabaikan peringatan yang terpampang. Namun, tubuhnya membeku di ambang pintu. Di sana, di atas ranjang nan sempit, pinggul Beau menghentak cepat tubuh Harper. Astaga! Mereka benar-benar melakukannya! Beau dan Harper sempat berhenti, hanya sekian detik, untuk sekedar memandang sengit Daphne lalu kembali melanjutkan permainan. Ini membuat Daphne kikuk, akhirnya Daphne memutuskan keluar dan menunggu mereka selesai di koridor asrama. Selang satu jam kemudian, Beau Prince keluar. Ia berjalan melewatinya begitu saja tanpa sapaan. Daphne memandang tajam kepergian Beau. Rasanya ia ingin menyumpah-serapahi pria itu, tapi Daphne masih mengingat tentang manner yang keluarganya ajarkan sedari kecil. Hey! Dia keturunan bangsawan Inggris dari pihak ibu, jadi ia harus menjaga sikap. Mendesah lelah, Daphne akhirnya berjalan gontai memasuki kamar asrama. Harper menyambutnya dengan senyum memuakan. Tubuh telanjangnya masih terbungkus selimut. "Dia luar biasa, Daphne! Kau harus merasakan his big thing!" Ucap Harper padanya dengan menekankan kata big thing. Daphne mengacuhkan perkataan Harper, ia lempar barang-barangnya ke ranjang lalu mengambil handuk yang ia hanger di handle almari baju. Guyuran shower akan terasa menyegarkan di hari yang panas ini. Ia melangkah masuk, benar-benar mengabaikan celotehan Harper tentang ukuran thing-nya Beau Prince yang memuaskan. Langkah Daphne terhenti di wastafel depan. Daphne mendapatkan catatan itu di sana, tepat di atas wastafel. Secarik kertas dengan sebutir permen buah di atasnya. -Maaf, membuatmu tidak nyaman, Lady Westwood. Saya hanya bisa memberimu permen ini. Mereka bilang, sesuatu yang manis mampu membangkitkan kembali mood anda. Salam hangat dari saya, Beau Prince- Daphne terkekeh. Pria yang aneh! Ia meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Daphne lebih tertarik dengan sebutir permen buah. Ia pun merobek bungkusnya lalu memasukan isinya ke dalam mulut. Sensasi apel manis seketika memenuhi rongga mulut, membuat Daphne mengembangkan senyum. Sungguh ajaib! Mantra Beau Prince telah berhasil mempengaruhi moodnya. Daphne pun meneruskan langkah memasuki sekat shower sembari mendendangkan lagu legendaris The Beatles berjudul Yesterday. "Aku rasa Beau Prince merupakan keturunan terakhir dari penyihir Inggris!" ----- "Beau sayang, kita pindah ke kamar yuk!" Daphne mengajak. Memori pertemuan pertama mereka membangkitkan hasrat dalam dirinya. Beau mendongak. Ia mendapati Daphne yang menatapnya sayu. Kabut gairah menyelimuti binar matanya. Mengingatkannya akan mata cantik Beast yang menatapnya pasrah saat ia bergerak kasar. "Sial!" Beau menaikan kembali celana Daphne lalu menyeka mulut. "Maaf sayang, tidak untuk malam ini. Rapat panjang telah membuatku kacau. Aku hanya ingin tidur. Bangunkan aku saat Velma sudah pulang." ***** (Rabu pagi) Beau mencumbu Daphne di dapur, berusaha fokus pada bibir sang kekasih. Bibir yang dulu membuatnya gila dan ketagihan. Sekarang pun masih kan? Setahun belakangan, sejak Beau mencantumkan nama Daphne dalam sertifikat kepemilikan apartemen, wanita itu bersikap sangat agresif, tidak lagi menolaknya. Bahkan Daphne sudah sering mengundangnya ke atas ranjang. Berbagi malam-malam panas bersama. Ia telah berhasil mendapatkan kembali hati sang mantan istri. Semua tidak lepas dari peran Aya Prince, sang istri kontrak. Empat tahun lalu, Beau Prince menawarkan sebuah pernikahan sandiwara pada Aya. Tujuannya, agar Daphne cemburu dan mereka berakhir rujuk. Beau masih mencintai Daphne, ia sempat terpuruk ketika Daphne menggugat cerai dirinya dan membawa pergi Velma, putri mereka satu-satunya. Kehancuran pernikahan Beau dan Daphne ditengarai karena bangkrutnya PrincePages. Daphne sudah terbiasa hidup mewah dan mudah. Wanita itu memilih pergi dan mencari penopang lain untuk menjembatani kebutuhannya dan sang putri. Hanya berselang tiga bulan setelah perceraian mereka, Daphne dan Charles Noran mewarnai setiap laman pemberitaan. Beau melepaskan ciuman mereka. Entah kenapa ia merasakan sesuatu yang beda dalam ciuman mereka. "Aku akan membangunkan Velma." Daphne mengangguk, ia membiarkan Beau berjalan keluar menuju kamar sang putri. Perasaannya membuncah, sepertinya ia kembali jatuh cinta kepada sang mantan. "Kapan kau akan melamarku kembali, Beau?" Wanita berkulit gelap itu kembali dengan pancake kedua setelah meniriskan pancake pertama. Alisnya berkerut saat menyadari pantat roti itu sedikit menghitam. Tidak mengapa, ia bisa memakannya. Salahnya juga yang tergoda dengan bibir sang kekasih di saat adonan sudah memasuki wajan. "Kapan kau akan menceraikan Aya, Beau?" Merasa tidak mendapati jawaban dari Beau, Daphne melayangkan kembali pertanyaan kedua. Beau Prince yang mendengar jelas dua pertanyaan dari Daphne menghentikan langkah tepat di belokan menuju kamar Velma. Hatinya gusar. Entah kenapa dua pertanyaan yang dulu begitu mudah terjawab, hari ini terasa menyakitkan didengar. "Apa yang terjadi padaku?" Gumamnya lirih. Pandangannya tertunduk, menatap tajam lantai kayu tempatnya berpijak. Ia mendesah berat, menyadari bayangan Beast kembali merayu benaknya. "Kau mengajakku bercinta di lantai?" Beau mengecup leher Beast, menuntunnya untuk turun dari ranjang. Ia merebahkan tubuh telanjang Beast di atas karpet bulu sebelum menindihnya dengan tubuhnya. "Beau, aku seharusnya menulis untukmu, bukan bercinta denganmu." Bayangan mereka bercinta di lantai mengacaukan pikiran Beau seperti terakhir kalinya ketika ia berada di tengah rapat. Gairahnya tersulut, rasa ingin mereguk nikmatnya tubuh sang novelis kembali tak tertahankan. Beau harus melampiaskan hasratnya. Ia sempat tertegun sejenak sebelum memutar tubuhnya untuk melangkah kembali ke dapur. Daphne adalah pilihan satu-satunya sekarang! Telinganya seolah berdengung sepanjang kakinya melangkah, memperdengarkan desahan-desahan sensual seorang wanita yang seharusnya tidak ia nodai. "Beast," lenguh Beau. Ia telah terjebak sempurna dalam lautan gairah. Kesadarannya dipertaruhkan, batas antara realita dan fantasi liarnya memudar. Beau melihatnya di sana. Duduk bersedekap di tengah ruang dapur dimana tepat di belakangnya ada Daphne yang sedang sibuk menata sarapan. "Oh, kau sudah kembali, Beau?" Pertanyaan Daphne bagaikan angin lalu, Beau lebih tertarik dengan sosok menggoda seorang Beast yang terbalut gaun panjang transparan yang bahkan tidak mampu menyembunyikan setiap lekuk menggoda pada tubuh sang novelis. Beast menyilangkan kaki, menyembunyikan satu titik tubuh yang menjadi pusat pandangan Beau Prince. "Apa yang kau inginkan, Mr. Prince?" Kedua tangan Beau terkepal melihat halusinasinya bertanya seduktif kepadanya. Giginya bergemeletuk dan rahangnya mengeras. Sorot tajam Beast membuat pertahanannya runtuh. "Daphne?" Panggilnya dengan suara rendah. Ia berusaha keras mengabaikan bayangan Beast dengan memusatkan pandangan ke arah Daphne. "Ya?" Daphne membeku ketika berpaling. Ia melihat Beau berdiri di ambang pintu dalam keadaan yang mampu membuat darahnya berdesir. "Bercintalah denganku!" **********(Satu jam setelah rapat usai)"Sial, Beast! Kau membuatku gila di sana!" Beau mulai menanggalkan setelan kerjanya. "Aku menginginkanmu, sekarang!" Tuntutnya, ia melepas ikat pinggang dan menurunkan reseleting celana kerjanya.Beau memutuskan untuk meninggalkan rapat dan kembali ke seseorang yang membuatnya hampir gila hanya dalam waktu semalam. Gairahnya seakan tak terbendung dan ia membutuhkan sosok itu kembali untuk meneriakan keperkasaannya. Tidak perduli akan amukan sang istri yang akan menceramahinya nanti perkara keprofesionalitasan kerja."Tidakah kau lihat aku sedang bekerja?" Beast menggigit bibir bawahnya. Beau mendadak muncul tanpa ketukan, langsung menerobos masuk ke kamar lalu mencium bibirnya. Padahal, Beast sedang mengerjakan buku kesekiannya yang merupakan bentuk kerjasamanya dengan Alan Walker. Buku yang akan ia beri tajuk Storytelling. Buku tersebut akan merealisasikan beberapa judul lagu dari Alan Walker yang pernah hits. Rencananya akan memuat sepuluh judul
*****Liam selalu terkesima ketika mobilnya memasuki gerbang Green Mansion. Ia akan disambut dengan jalan lurus yang di kanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon cukup tinggi. Kemudian beberapa meter di depan, sebuah air mancur menyapa laju mobil sebelum ia diarahkan untuk berbelok ke kiri, ke area parkir basement. Aya benar-benar mewujudkan setiap imajinasinya. Dari restoran di pusat London yang menyajikan berbagai kuliner tradisional Indonesia ala Restoran Teguh Abadi di buku 365 Hari dimana restoran tersebut mengambil konsep bangunan limasan ala Pondok Meranti di buku Tasbih dan Rosario, hingga mansion mewah Keluarga Galbie dalam buku trilogi Lost in Love. Wanita dengan berjuta imajinasi itu pun sekarang sedang mewujudkan impian terbesarnya, yaitu merealisasikan W. Sebuah perusahaan di bidang penerbitan yang merambah ke berbagai multi bidang."Dimana dia?" Tanya Liam pada seorang pelayan wanita yang menyambut kedatangannya."Mrs. Prince menunggu anda di lahan kosong, Mr. Henderson. Ia su
*****Beau menatap sengit pria di depannya yang memandangnya pongah. Liam Henderson, sang penguasa media Inggris. Keluarganya mempunyai background yang kuat di pemerintahan, tapi Liam cenderung memilih sesuatu yang berbeda. Dengan warisan dari sang Kakek, ia membeli dua perusahaan raksasa media Inggris lalu menggabungkannya di bawah satu perusahaan induk; L.Henderson Media. Walaupun ia menyingkir dari urusan politik dan pemerintahan, namun nama Henderson yang pria itu sandang mampu memberi tekanan pada lawan-lawannya. Liam Henderson adalah sekutu yang bisa diandalkan, tapi ia juga bisa menjadi orang yang mengerikan jika ada yang menyinggung area privasinya. Henry dan Allyson sudah memperingatkan Beau untuk memberi batas kerjasama dengan Liam, sayang ia terlalu terlena dengan kebaikan yang pria itu tawarkan."Kau tahu aku orang yang selalu menagih janji yang diberikan padaku," seringai di wajah Liam terlihat menyebalkan di mata Beau. Pria itu mendatangi kantornya di senin siang, hari s
***** "Kontrak pernikahan akan diperpanjang selama kurun waktu lima tahun atau apabila cabang perusahaan sudah dianggap mampu untuk berdiri sendiri. Dalam kurun waktu tersebut kau kuperbolehkan menikahi Daphne dengan syarat, pernikahan itu tidak boleh terendus oleh publik. Daphne dan Velma akan menempati sebuah pulau dengan pengawasan ketat selama kontrak pernikahan berlangsung demi kepentingan kelancaran perusahaan. Pada tahun ke empat, kita akan mulai membicarakan perceraian. Jika kesepakatan tercapai, kau boleh menceraikanku dengan catatan kita masih diwajibkan menyelesaikan pernikahan palsu hingga tahun kelima. Dengan kata lain, selama sisa dua tahun terakhir kita akan menjalani kontrak nikah semu. Status kita masih menikah di mata publik, padahal sejatinya telah bercerai." Aya memberi kode kepada Mr. Harnett untuk memberikan berkas perjanjian yang kemudian diterima oleh Jack Carlton, pengacara Beau. Aya datang sekitar pukul tiga sore bersama adik dan pengacaranya di hari yang
*****"Sial! Brengsek kau Beau!" Umpat Liam.Aya menceritakan hasil pertemuan mereka pada Liam, tapi sedikit berbohong di bagian akhir. Pertemuan itu sebenarnya masih menggantung karena Beau tidak pernah kembali. Hanya sebuah telpon yang diterima Jack Carlton dari Beau, dengan sebuah pesan bahwa Beau membutuhkan waktu untuk berpikir. Aya merubah alur dengan menambahkan beberapa drama untuk memancing kemarahan Liam. Ia tahu pria itu tergila-gila padanya, jadi seperti yang adiknya sarankan, ia harus mulai memanfaatkan benefit ini."Pinalti yang kuajukan cukup tinggi Liam, kau tak perlu khawatir! Ia akan berpikir ulang untuk meniduriku lagi!" Sandiwara Aya. Ia sudah muak menjadi protagonis yang selalu dimanfaatkan, sudah saatnya Aya bangkit dan mengambil peran lain."Bagaimana dengan kau sendiri?" Tanya Liam. Ia meraih tengkuk Aya dan menciumnya mesra. "Kau membuatku gila, Aya!"Mereka sedang berada di tempat kencan favorit mereka. Padang kosong di belakang taman Green Mansion. Menggelar
***** Audrey melangkah sedikit lebih cepat, mengabaikan panggilan dari dua pelayan mansion yang sedari tadi merecokinya tentang kemungkinan hubungan affair antara Nyonya mereka dengan pewaris tunggal keluarga Henderson. Liam Henderson memang sering bertandang ke mansion ini, tapi tidak pernah sekalipun menginap, hingga hari ini. Langkah Audrey kian mantap berbelok ke area dapur. Ia harus bergegas, Nyonya majikan beserta tamunya telah menunggu mereka. Pertama kali yang menyambut kedatangan Audrey adalah aroma rempah menyengat. Lalu diikuti oleh visual dua koki dan beberapa pelayan dapur yang berkecimpung dengan tugas pagi mereka. Sarapan pagi sedang berlangsung di meja makan, tapi dua koki khusus ini masih disibukan oleh pesanan sang Nyonya Majikan. Ia dan sang tamu memilih menyantap sarapan pagi di kamar. Namanya Chef Lusi, spesialisasi camilan tradisional Indonesia, sedangkan Chef Thomas bertugas menangani main course. Mereka dibantu oleh dua asisten mereka. Setahun belakangan,
*****Para koki dan asisten serempak berhenti ketika Beau Prince memasuki ruangan. Mereka membungkuk hormat sebelum kembali bekerja atas seijin sang tamu. Seorang kepala koki menghampiri, menanyakan ada gerangan apa ipar dari sang pemilik restoran bertandang ke area dapur."Mr. Prince, ada yang bisa saya bantu?""Dimana atasanmu? Aku ke ruangannya dia tidak ada di sana. Salah satu pelayan bilang, dia membantu di sini."Pandangan Beau mengedar ke seluruh ruangan dapur, mencari satu sosok yang menjadi alasan dia kemari. Ia tersenyum ketika mencium bau harum khas bumbu Asia yang merasuk hidung. Aroma tersebut mengirim sinyal ke otak yang kemudian diteruskan menjadi reaksi bunyi kruk dari dalam perut.Beau tersenyum kaku, "Kurasa masakan kalian membuat perutku lapar, kau punya rekomendasi untuk makan siang?""Bagaimana dengan gado-gado dan es kuwut, Mr. Prince? Kami juga mempunyai ikan bakar dengan aneka sambal, atau mungkin anda ingin mencoba rujak serut?" Tawar kepala koki."Sepertinya
*****"Damn!" Wiwid mengumpat. Kepalanya bersandar pada kursi, mendongak ke atas dengan mata terpejam. Dadanya bergemuruh dengan gerakan naik-turun teratur. Kancing seragam kokinya terlepas semua, menampilkan pahatan tubuh atasnya yang menggoda, hasil dari rutinitas push up dan sit up 50 kali setiap pagi."Nis!" Geram Wiwid. Kedua tangannya meremas rambut Rengganis, menekan kepalanya lebih dalam. Seluruh tubuhnya mengejang, ia seolah dihantam gelombang luar biasa yang dahsyat.Beberapa saat kemudian Wiwid tersenyum lega, mencoba mengatur napasnya yang terengah. "Baby, sotomu akan dingin, sudah cukup!" Perintahnya lembut.Wiwid melirik ke bawah, Rengganis masih saja mempermainkan miliknya. Ia membelai rambut wanita itu lalu menjauhkan kepalanya, "Bersihkan mulutmu, sayang! Aku akan memanasi kuahnya."Rengganis meraih tisu dari atas meja, menyeka mulutnya. Ia bangkit setelah membantu memasangkan kembali celana Wiwid. Sedikit mengerling nakal sebelum mengecup singkat bibir Wiwid, "Rasany
"Tidak mungkin!" Geleng Aya dalam hati. Ia membekap mulut, berusaha untuk meredam isak yang mulai terdengar. Bahunya naik turun dan kakinya terasa selembek jeli. Rasa-rasanya ia ingin ambruk.Hazelnya masih nanar mengawasi kemesuman yang dipertontonkan sejoli di sana. Adiknya itu terlihat keenakan menerima perlakuan dari Elizabeth yang menggarap tubuh bagian bawahnya dengan mulut. Ia mendesis berulang dengan kepala mendongak terpejam."Kau berselingkuh dari Ninis! Kenapa, Nang?"Masih terngiang petuah sang adik tentang perselingkuhan. Bagaimana marahnya Wiwid mendapati dirinya telah bercinta dengan seseorang yang bukan suaminya. Lalu, ini apa? Apakah topeng religius yang dianutnya selama ini hanyalah sebuah topeng belaka? Tidak! Aya tidak akan sanggup lagi berdiri. Adik yang ia banggakan, yang selalu ia jadikan role model dalam berperilaku telah menyajikan sebuah fakta yang menyerangnya tanpa ampun. Belum lagi insiden kepergoknya dirinya dan Beau yang sedang bercinta. Itu juga meningg
Badannya panas dingin, kedua matanya hampir tak berkedip dan jangan ditanya bagaimana jantungnya berpacu, seperti orang kesetanan yang ikut lari marathon. Gila! Itulah gambaran dirinya maupun sejoli yang sedang Rengganis intip melalui jendela sekarang."Ternyata benar mitosnya! Punya bule itu gedhe!" Rengganis meneguk ludahnya kasar. Adegan dewasa oleh Aya dan Beau masih saja berlangsung. Aya menaiki Beau yang terbaring, dengan posisi tubuh Aya yang menghadap ke arah pintu. Dengan begini penyatuan mereka terpampang jelas tanpa terhalang. Aya menumpukan kedua tangannya pada tautan tangan Beau sehingga lebih leluasa menggerakkan pinggulnya. Liukan itu begitu luwes, seolah melakukan tarian erotis. Kepalanya bergerak gelisah memutar-mutar. Rasa nikmat tergambar dari ekspresi wajah Aya dengan desahan demi desahan yang terlantun dari bibirnya. "Aku tidak menyangka kau seliar ini, Ya." Pikiran itu buru-buru Rengganis tepis. Ya wajar sih, yang Aya hadapi ukurannya sebesar itu, ia sendiri pu
Refreshmen sudah dimulai, hidangan appertizer sudah dikeluarkan. Bruschetta, roti panggang dengan tomat segar, basil dan keju Mozarella. Rengganis memutuskan untuk menunggu waktu refreshmen tiba, moodnya untuk hunting makanan di dapur rusak oleh adegan mesra suaminya dan Elizabeth."Apa itu terasa kenyal di telapakmu? Jangan-jangan itu bukan pertama kalinya tanganmu meraba bagian sensitifnya!"Pikiran-pikiran itu merecoki otak Rengganis, membuat wajahnya tertekuk bahkan saat appertizer telah terhidang di hadapannya. Rengganis hanya memainkan pisau dengan tatapan tajam tertuju pada tomat merah."Semerah darah Elizabeth pastinya seandainya kugores wajah sok cantik itu, cih!" batinnya ngeri. Ia menusukan pisau itu tepat di atas tomat yang tersusun rapi di atas roti dengan keju Mozarella melingkupi dan taburan basil.Suara benturan antara piring dan pisau -karena menembus bruschetta- cukup nyaring, membuat tidak hanya Allyson yang duduk di depannya memandang ngeri, tapi juga mereka yang d
"Itu kunci kamar paling pojok yang terdapat pada gedung terpisah di sebelah gedung galeri ini. Gedung itu baru selesai dibangun dan belum berpenghuni walaupun furniture dan perlengkapannya sudah tersedia. Para security baru mulai aktif bertugas menjaga galeri Minggu depan. Mereka yang menginap di galeri ini akan ditransfer ke gedung tersebut bersamaan dengan para karyawan baru."Elizabeth menyerahkan kunci itu pada Henry. Beberapa saat lalu, Henry menghubunginya untuk meminjam salah satu ruangan yang cukup terpencil dari huru-hara acara. Elizabeth sempat menolaknya karena ia mencium gelagat mencurigakan. Ia tidak ingin apapun yang mereka rencanakan dapat merusak pesta pembukaan galeri. Rupanya pria itu mengetahui kelemahannya, yaitu Wiwid."Aku kesini atas nama Wiwid. Jika kau tidak percaya, bertanyalah padanya. Ia bersama Rengganis sekarang, di ruang pameran seni."Apakah begitu kentara jika rasa cintanya pada pria itu masih tinggal? Elizabeth tidak akan pernah menolak permintaan Wiw
*****Beau keluar untuk memeriksa keadaan, sebagai bentuk formalitas karena sejatinya ia tahu Frederick sudah menjauh karena kepergok. Sepertinya ia lupa Menon-aktifkan notifikasi ponsel. Beau hanya berharap durasi perekaman yang dilakukan Frederick cukup untuk nantinya dibocorkan ke publik. Frederick sering mematok harga tinggi untuk sebuah video skandal eksklusif dan ia cukup pandai dalam memilih media sebagai wadah penyebarluasan foto atau video pribadi artis.Beau berjalan kembali menuju ruangan yang sebenarnya diperuntukan sebagai tempat peristirahatan bagi para security yang nantinya bertugas untuk menjaga galeri. Ia memakai celananya asal tadi, tanpa memasang kembali kemejanya, meninggalkan Aya begitu saja di kamar. Beau berhenti, mendesah. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Menyudahi permainan ranjang mereka atau meneruskannya? Persetubuhan kali ini merupakan sandiwara dan Aya begitu keras menolak untuk melakukannya secara natural, ia menginginkan kepura-puraan."Memangnya
*****Aya sudah menanggalkan gaun malamnya, rambutnya ia gerai. Rasanya sia-sia ia berdandan hanya untuk kembali berantakan. Jika memang ia harus bertelanjang, kenapa tidak memancing Frederick pada momen lain, di sebuah losmen misalnya. Yang benar saja! Ini acara pesta pembukaan galeri seni yang diadakan Keluarga Rodney! Bagaimana imagenya nanti jika Frederick berhasil merekam percintaannya dan tersiar ke khalayak? Seorang liar yang tak mampu membendung hasratnya di acara formal! Memang sialan terkadang adiknya itu! Aya jadi merasa dikerjai. Belakangan ini, Wiwid dan Beau cukup akrab, ini benar-benar mencurigakan! Apa mereka terlibat suatu konspirasi?"Kenapa lama sekali?" Aya mengusap kedua lengannya, jendela sengaja ia buka -ini perintah dari sang dalang skenario; Wiwid- menyebabkan semilir angin malam menerobos masuk. Tubuhnya meremang dan degupnya bertalu resah, entah karena angin dingin atau perasaan gugup menunggu malam ketiganya dengan Beau. Lintasan pertunjukan panasnya dengan
*****Beau sengaja menabraknya saat eksebisi seni digelar, "Oh maaf, saya sedang mencari istri saya." Ia tersenyum tipis melihat penampilan Frederick yang memakai kacamata tebal dan kumis sebagai bentuk penyamaran."Tidak apa-apa, Mr. Prince."Beau mengangguk kemudian berjalan keluar, tingkahnya yang celingukan seolah mengawasi sekitar, sengaja ia lakukan untuk memberi kesan mencurigakan. Hal ini tertangkap oleh netra Frederick, ia pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti Beau.Frederick sangat lihai dalam hal menguntit, ia akan memberi jarak aman dalam mengikuti target. Nyaris seperti ninja yang pandai bersembunyi. "Akan kemana kau, Prince?" Batinnya. Ia cukup shock pagi ini, saat undangan tak bertuan nangkring di atas mejanya. Segera ia menelpon Daniel, rekan sesama paparazzi yang menciptakan kehebohan dengan kembali ke publik setelah tiga tahun menghilang. Ternyata, pria itu tidak mendapatkan undangan ilegal. Sungguh mengherankan, mengingat Daniel mempunyai koneksi yang cukup luas.
***** Namanya Frederick Adams, seorang paparazzi independen yang sempat mempunyai perseteruan dengan aktris nominasi Oscar, Katherine Lyons. Fred telah menguntit si aktris selama setahun untuk bisa mendapatkan foto-foto pribadinya. Tindakannya yang melanggar kode etik sempat diperkarakan oleh Katherine melalui kepolisian Inggris dan IPSO (Independent Press Standards Organization) yang memang khusus bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur standar etika dan perilaku media cetak dan media online di Inggris. Karena rekam jejak Frederick yang terbilang nekat tanpa mengindahkan aturan yang ada, dialah yang akan dijadikan kambing hitam. "Aku meminta tolong Liz untuk memberiku tiga undangan tak bertuan, undangan kukirim langsung ke tiga paparazzi yang kita target. Nantinya mereka akan bebas masuk ke gedung galeri. Usahakan Adamslah yang mengambil umpannya. Kalian harus bahu-membahu untuk mewujudkan ini. Jika gagal, saling beri kode dan kita beralih ke pemain cadangan lain sesuai uru
***** Beau tidak henti-hentinya terkesima dengan keanggunan Aya. Ia begitu cantik malam ini. Istri kontraknya itu mengenakan Floor-Length Evening Gown. Gaun malam berwarna merah maroon dengan motif brokat yang memiliki panjang mencapai lantai sehingga memberi kesan anggun, mewah dan elegan. Desainer memilihkan gaun dengan Off the Shoulder, agar bisa memamerkan bahu dan leher Aya yang jenjang. Stylish juga menyanggul rambut Aya dengan sedikit untaian bergelombang di beberapa bagian. Anting dan kalung senada menghias leher dan telinganya. Sedangkan make up yang dipilih merupakan perpaduan bold lips dan smooky eyes. Make up ini mampu memberikan kesan dramatis dan elegan secara bersamaan. "Aktingmu cukup mengesankan Beau." Jantung Aya berdebar menyenangkan. Sejak ia turun dari lantai dua menuju ruang pertemuan hingga berada satu Limosin dengannya, Beau memandangnya penuh kekaguman. "Aku tidak sedang berakting. Aku baru sadar dari kebutaanku selama ini. Aku telah membuang mutiara emas