*****
Kedua tubuh itu bergerak seirama, menyatu di bawah temaram lampu kamar yang terpasang di dinding sisi kiri ranjang. Napas keduanya terasa berat, peluh membuat tubuh mereka lengket. Jangan ditanya bagaimana bentuk sprei putih gading itu sekarang. Kucel dan basah oleh keringat bercampur darah dan cairan kenikmatan. "Beast!" Geram sosok yang berada di atas. Gerakannya semakin terpacu. Orang yang dipanggil Beast, terpejam merasakan kenikmatan yang ditawarkan sang lawan. Kedua tangannya meraba-raba punggung telanjang sosok di atasnya. "Kita telah melanggar kontrak, Beau!" Ucapnya kepayahan. "Aku tidak perduli! Cium aku!" Mereka pun berciuman dengan tubuh keduanya yang masih saling menghentak, berusaha mereguk puncak kenikmatan surgawi. Beau tidak menyangka akan kembali merasakan hal yang pernah ia rasakan semasa sekolah. Ia masih mengingat jelas kali pertama ia melakukannya, melepas keperjakaannya dengan seorang kakak kelas. Perbedaannya kali ini, dirinyalah yang menjadi pihak penerima. "Kukira kau berbohong, ternyata kau benar-benar belum tersentuh!" Beau melayangkan kecupan-kecupan ringan di bahu Beast. Wanita itu merintih pelan sembari menyamankan posisi tidurnya. Sesi percintaan mereka telah berakhir sejam yang lalu, kini mereka terbaring kelelahan di atas ranjang dengan Beau yang memeluk tubuh Beast dari belakang. "Aku masihlah orang dari timur dengan norma yang mengikat!" Timpal Beast, ia mulai memejamkan mata. Kantuk mulai menyapa. "Tapi, gerakanmu sangat lihai!" Beast tersenyum. "Ada yang dinamakan video dewasa, Beau!" "Ya, aku rasa aku tahu sekarang, darimana referensi adegan dewasa dalam 365 Hari berasal." ***** (Rapat rutin perusahaan; Selasa) Beau melonggarkan dasinya, satu tangan memainkan pena. Ia bergerak gelisah, bayangan liar semalam menyerbu benak. Tubuh Beast yang meliuk di depannya, terhimpit di antara tubuhnya dan tembok kamar. Kedua tangan Beast meraba-raba dinding berwallpaper coklat sebagai bentuk pelampiasan dari rasa nikmat. "Sial! Fokus Beau! Kau sedang rapat sekarang!" Beau berusaha keras menjaga kewarasannya. Sekarang, ia sedang menghadiri rapat yang membahas mengenai perencanaan pembangunan cabang perusahaan. Rapat akbar yang dihadiri oleh beberapa investor asing dan para pemegang saham. Ia berdeham lalu mengambil segelas air putih yang tersedia di depannya. Dengan air itu ia berharap fokusnya bisa kembali atau mungkin sekedar meredam bara yang mulai merayapi tubuh. Namun, apa yang bisa diharapkan dengan segelas air putih? Bukannya mereda, justru bayangan erotis lain merangsek masuk. Beast dan dirinya yang berpelukan di bawah guyuran shower, mengais nikmat dalam penyatuan tubuh. "Oke! Kita sudah tersambung dengan Aya!" Tiba-tiba suara seorang pria hadir. Membuat netra biru Beau yang semula terpejam -karena terlalu larut dalam fantasi liarnya- seketika terbuka. Kesadaran seolah ditarik paksa, visual liar yang berputar di benak perlahan memudar, seperti serpihan puzzle yang mulai terlepas. Kini, ia disajikan langsung dengan sebuah layar yang menampilkan satu sambungan komunikasi online. Seorang wanita berkacamata dengan rambut setengah basah tergerai, sedang memenuhi layar besar. Ia mengenakan piyama dan duduk di atas ranjang. "Maaf, jika membuat Anda sekalian tidak nyaman dengan situasi tempat yang saya gunakan. Saya akui, saya memang sedang dalam kondisi tidak bisa bangun dari tempat tidur," jelas si wanita lembut. "Anda baik-baik saja, Mrs. Prince?" Seseorang bertanya dengan nada khawatir. "Memang kurang fit, tapi selebihnya saya baik-baik saja. Terima kasih banyak atas atensinya." Senyum itu begitu tulus, yang ditujukan untuk para hadirin rapat. Beau tersenyum samar menyaksikan interaksi si wanita dengan para peserta rapat. Terasa dekat, malah cenderung intim. "Intim? Sial! Kenapa benakku kembali mesum?" Setelah basa-basi tersaji, Henry Star, sang Pimpinan Redaksi memulai sesi rapat dengan memberikan beberapa patah kata pembuka. Tuntunan mengenai agenda rapat yang akan mereka bahas. Topik pembahasan rapat akan terfokus pada prospek PrincePages seandainya mendirikan sebuah cabang baru yang menaungi berbagai multibidang, seperti entertaintment yang menaungi produksi series dan movies. Atau mungkin bisa ditambahkan modelling dan advertising. Ide yang cukup gila untuk bisa terealisasi pada sebuah perusahaan penerbitan. Wanita bernama Aya Prince adalah sang pencetus ide. Ia begitu terobsesi oleh perusahaan fiksi bernama W dari sebuah fiksi novel bergenre romansa karya dari BeastStories, salah satu penulis besutan PrincePages. Beau, sebagai CEO -entah kenapa sang kakek menyematkan posisi ini pada sebuah perusahaan penerbitan- berusaha keras mencerna setiap kalimat yang terucap dari bibir Henry. Fokusnya terbagi karena seseorang di line seberang. "Kenapa dia malah menerima panggilan? Sial!" Beau memandang layar komunikasi yang masih menampilkan wajah Aya Prince. Ia sangat serius mendengarkan perkataan Henry. Senyumnya selalu terulas, memamerkan keramah-tamahan kepada para rekan bisnis yang hadir. Beau terbilang beruntung bisa menyematkan surename-nya menggantikan nama belakang keluarga Aya. Aya Prince merupakan magnet bagi para investor. Optimisme dan kegigihannya dalam mewujudkan ide-ide di luar nalar mampu membius siapapun yang berkecimpuk di dunia bisnis. Dia itu beda dan unik. Rupanya, wanita itu tahu kalau sedang diperhatikan. Pandangannya yang semula fokus pada Henry beralih ke Beau. Mereka saling berpandangan sesaat sebelum Aya memutuskan pandangan dengan seulas seringai. Seringai sama yang mengingatkan Beau pada sosok yang telah membuai gairahnya semalam. Krieeet! Cukup! Ia sudah tak mampu menahannya lebih lama! Henry menghentikan penjabarannya. Semua hadirin rapat menoleh heran melihat sang pimpinan perusahaan berdiri dengan kedua tangan terkepal. Wajahnya memerah padam. "Ada sesuatu yang membuat anda tidak berkenan dengan penjelasan saya, Mr. Prince?" Tanya Henry. "Tidak! Bukan itu!" Beau menatap Aya sesaat. "Kalian lanjutkan saja rapatnya tanpa aku, perutku mulas! Sepertinya aku salah makan tadi!" Beau Prince pun berjalan keluar ruangan, meninggalkan rapat yang bahkan baru seperempat berjalan. Setiap orang terdiam, termasuk Aya Prince. Apa yang telah terjadi? "Oke! Sepertinya, kewenangan Mr. Prince teralih padaku sekarang," ucap Allyson Star, sang wakil CEO yang sedari awal rapat hanya diam memperhatikan. Ia mencium sesuatu yang mencurigakan dari gerak-gerik Beau Prince. "Silakan dilanjut, Mr. Star!" Intruksinya kemudian kepada Henry, yang ternyata suaminya sendiri. Aya prince menatap pintu ruang meeting dengan sendu. Seolah Beau berdiri di sana. Suaminya itu jarang pulang belakangan ini, setelah Beau memberikan salah satu apartemen mewah di pusat London pada Daphne. Mantan Beau yang kini menjadi selingkuhan sang suami. Aya bahkan menemukan chat mesra Daphne semalam. "Oh Beau! Aku semakin ketagihan dengan permainan ranjangmu! Kau bisa datang kembali kan setelah kau menyelesaikan rapatmu?" Beau Prince sudah gila! Apa yang ia pikirkan? Bagaimana jika para investor mengendus affair mereka? Ini bisa berimbas pada rencananya merealisasikan W. Aya tidak bisa membiarkan mereka mengacaukan impiannya. Ia harus berbuat sesuatu! Aya Prince harus memberikan penegasan pada si bangsawan murahan tersebut, bagaimana ia harus bersikap. "Aku akan memberimu sedikit pembelajaran, Daph!" **********(Selasa sore; beberapa jam setelah digelarnya rapat pemegang saham)Daphne menggeliat merasakan sapuan lidah Beau di bawah sana, ia menggigit telapak tangannya. Satu tangan terulur meremas rambut pirang sang mantan, menuntunnya untuk berbuat lebih."Oh Beau!"Beau menuruti kode dari Daphne. Permainan mulutnya kian berani hingga membuat Daphne menjerit pasrah. Ia terpejam dengan kepala bersandar pada sofa. Rasanya benar-benar luar biasa! Daphne jadi teringat akan pertemuan awal mereka. Satu pertemuan yang menuntunnya ke dalam sebuah petualangan cinta nan membara.-----Daphne Westwood hanyalah seorang mahasiswi biasa di Universitas Cambridge, berbekal beasiswa dan tinggal di asrama. Gelar bergengsi dari pihak ibu tak mampu mengangkat namanya ketika strata status sang ayah dipandang rendah oleh society. Jadi, Daphne hanya mengandalkan otaknya yang cerdas. Kemalangan hidupnya mulai membaik berkat tekad nekatnya menerobos kamar asrama. Di sanalah ia bertemu dengan Beau, yang kelak a
*****(Satu jam setelah rapat usai)"Sial, Beast! Kau membuatku gila di sana!" Beau mulai menanggalkan setelan kerjanya. "Aku menginginkanmu, sekarang!" Tuntutnya, ia melepas ikat pinggang dan menurunkan reseleting celana kerjanya.Beau memutuskan untuk meninggalkan rapat dan kembali ke seseorang yang membuatnya hampir gila hanya dalam waktu semalam. Gairahnya seakan tak terbendung dan ia membutuhkan sosok itu kembali untuk meneriakan keperkasaannya. Tidak perduli akan amukan sang istri yang akan menceramahinya nanti perkara keprofesionalitasan kerja."Tidakah kau lihat aku sedang bekerja?" Beast menggigit bibir bawahnya. Beau mendadak muncul tanpa ketukan, langsung menerobos masuk ke kamar lalu mencium bibirnya. Padahal, Beast sedang mengerjakan buku kesekiannya yang merupakan bentuk kerjasamanya dengan Alan Walker. Buku yang akan ia beri tajuk Storytelling. Buku tersebut akan merealisasikan beberapa judul lagu dari Alan Walker yang pernah hits. Rencananya akan memuat sepuluh judul
*****Liam selalu terkesima ketika mobilnya memasuki gerbang Green Mansion. Ia akan disambut dengan jalan lurus yang di kanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon cukup tinggi. Kemudian beberapa meter di depan, sebuah air mancur menyapa laju mobil sebelum ia diarahkan untuk berbelok ke kiri, ke area parkir basement. Aya benar-benar mewujudkan setiap imajinasinya. Dari restoran di pusat London yang menyajikan berbagai kuliner tradisional Indonesia ala Restoran Teguh Abadi di buku 365 Hari dimana restoran tersebut mengambil konsep bangunan limasan ala Pondok Meranti di buku Tasbih dan Rosario, hingga mansion mewah Keluarga Galbie dalam buku trilogi Lost in Love. Wanita dengan berjuta imajinasi itu pun sekarang sedang mewujudkan impian terbesarnya, yaitu merealisasikan W. Sebuah perusahaan di bidang penerbitan yang merambah ke berbagai multi bidang."Dimana dia?" Tanya Liam pada seorang pelayan wanita yang menyambut kedatangannya."Mrs. Prince menunggu anda di lahan kosong, Mr. Henderson. Ia su
*****Beau menatap sengit pria di depannya yang memandangnya pongah. Liam Henderson, sang penguasa media Inggris. Keluarganya mempunyai background yang kuat di pemerintahan, tapi Liam cenderung memilih sesuatu yang berbeda. Dengan warisan dari sang Kakek, ia membeli dua perusahaan raksasa media Inggris lalu menggabungkannya di bawah satu perusahaan induk; L.Henderson Media. Walaupun ia menyingkir dari urusan politik dan pemerintahan, namun nama Henderson yang pria itu sandang mampu memberi tekanan pada lawan-lawannya. Liam Henderson adalah sekutu yang bisa diandalkan, tapi ia juga bisa menjadi orang yang mengerikan jika ada yang menyinggung area privasinya. Henry dan Allyson sudah memperingatkan Beau untuk memberi batas kerjasama dengan Liam, sayang ia terlalu terlena dengan kebaikan yang pria itu tawarkan."Kau tahu aku orang yang selalu menagih janji yang diberikan padaku," seringai di wajah Liam terlihat menyebalkan di mata Beau. Pria itu mendatangi kantornya di senin siang, hari s
***** "Kontrak pernikahan akan diperpanjang selama kurun waktu lima tahun atau apabila cabang perusahaan sudah dianggap mampu untuk berdiri sendiri. Dalam kurun waktu tersebut kau kuperbolehkan menikahi Daphne dengan syarat, pernikahan itu tidak boleh terendus oleh publik. Daphne dan Velma akan menempati sebuah pulau dengan pengawasan ketat selama kontrak pernikahan berlangsung demi kepentingan kelancaran perusahaan. Pada tahun ke empat, kita akan mulai membicarakan perceraian. Jika kesepakatan tercapai, kau boleh menceraikanku dengan catatan kita masih diwajibkan menyelesaikan pernikahan palsu hingga tahun kelima. Dengan kata lain, selama sisa dua tahun terakhir kita akan menjalani kontrak nikah semu. Status kita masih menikah di mata publik, padahal sejatinya telah bercerai." Aya memberi kode kepada Mr. Harnett untuk memberikan berkas perjanjian yang kemudian diterima oleh Jack Carlton, pengacara Beau. Aya datang sekitar pukul tiga sore bersama adik dan pengacaranya di hari yang
*****"Sial! Brengsek kau Beau!" Umpat Liam.Aya menceritakan hasil pertemuan mereka pada Liam, tapi sedikit berbohong di bagian akhir. Pertemuan itu sebenarnya masih menggantung karena Beau tidak pernah kembali. Hanya sebuah telpon yang diterima Jack Carlton dari Beau, dengan sebuah pesan bahwa Beau membutuhkan waktu untuk berpikir. Aya merubah alur dengan menambahkan beberapa drama untuk memancing kemarahan Liam. Ia tahu pria itu tergila-gila padanya, jadi seperti yang adiknya sarankan, ia harus mulai memanfaatkan benefit ini."Pinalti yang kuajukan cukup tinggi Liam, kau tak perlu khawatir! Ia akan berpikir ulang untuk meniduriku lagi!" Sandiwara Aya. Ia sudah muak menjadi protagonis yang selalu dimanfaatkan, sudah saatnya Aya bangkit dan mengambil peran lain."Bagaimana dengan kau sendiri?" Tanya Liam. Ia meraih tengkuk Aya dan menciumnya mesra. "Kau membuatku gila, Aya!"Mereka sedang berada di tempat kencan favorit mereka. Padang kosong di belakang taman Green Mansion. Menggelar
***** Audrey melangkah sedikit lebih cepat, mengabaikan panggilan dari dua pelayan mansion yang sedari tadi merecokinya tentang kemungkinan hubungan affair antara Nyonya mereka dengan pewaris tunggal keluarga Henderson. Liam Henderson memang sering bertandang ke mansion ini, tapi tidak pernah sekalipun menginap, hingga hari ini. Langkah Audrey kian mantap berbelok ke area dapur. Ia harus bergegas, Nyonya majikan beserta tamunya telah menunggu mereka. Pertama kali yang menyambut kedatangan Audrey adalah aroma rempah menyengat. Lalu diikuti oleh visual dua koki dan beberapa pelayan dapur yang berkecimpung dengan tugas pagi mereka. Sarapan pagi sedang berlangsung di meja makan, tapi dua koki khusus ini masih disibukan oleh pesanan sang Nyonya Majikan. Ia dan sang tamu memilih menyantap sarapan pagi di kamar. Namanya Chef Lusi, spesialisasi camilan tradisional Indonesia, sedangkan Chef Thomas bertugas menangani main course. Mereka dibantu oleh dua asisten mereka. Setahun belakangan,
Para koki dan asisten serempak berhenti ketika Beau Prince memasuki ruangan. Mereka membungkuk hormat sebelum kembali bekerja atas seijin sang tamu. Seorang kepala koki menghampiri, menanyakan ada gerangan apa ipar dari sang pemilik restoran bertandang ke area dapur. "Mr. Prince, ada yang bisa saya bantu?" "Dimana atasanmu? Aku ke ruangannya dia tidak ada di sana. Salah satu pelayan bilang, dia membantu di sini." Pandangan Beau mengedar ke seluruh ruangan dapur, mencari satu sosok yang menjadi alasan dia kemari. Ia tersenyum ketika mencium bau harum khas bumbu Asia yang merasuk hidung. Aroma tersebut mengirim sinyal ke otak yang kemudian diteruskan menjadi reaksi bunyi kruk dari dalam perut. Beau tersenyum kaku, "Kurasa masakan kalian membuat perutku lapar, kau punya rekomendasi untuk makan siang?" "Bagaimana dengan gado-gado dan es kuwut, Mr. Prince? Kami juga mempunyai ikan bakar dengan aneka sambal, atau mungkin anda ingin mencoba rujak serut?" Tawar kepala koki. "Sepert
Tepat tengah hari Audrey sudah menyelesaikan pekerjaannya. Titelnya sebagai pelayan pribadi sang Nyonya majikan mewajibkannya untuk hanya menangani area kamar pribadi sang Nyonya. Aya tidak mengijinkan pelayan lain, sekalipun sang kepala pelayan memasuki kamar pribadinya. Hanya tiga orang yang sudah adiknya pilihkan, yaitu Audrey, Soraya dan Logan; sang pengawal yang terkadang merangkap menjadi sopir.Ini menjadi benefit tersendiri bagi Audrey yang merupakan penggemar fanatik dari BeastStories. Sejak saudara ipar perempuannya memberikan Lost in Love; North Mansion sebagai hadiah ulang tahun, Audrey memburu novel lain karya BeastStories yang terbit setelahnya. Peluang terbesarnya muncul ketika salah satu temannya yang bekerja di kediaman Prince mengatakan jika Green Mansion, khususnya Widyanto Semito mencari wanita muda untuk dijadikan pelayan pribadi dari AyaBeast Prince. Ia mempunyai kesan yang baik di mata Wiwid, pun temannya itu -yang merupakan orang kepercayaan keluarga Prince- me
"Bukankah sudah kuberitahu mengenai dirinya?"Aya dan Liam bersitatap, mereka seolah mengirimkan sinyal luka satu sama lain. "Tapi, kau bilang kau tidak lagi mencintainya! Lantas kenapa nama itu tersebut?""Aku sudah melupakannya, tapi kau memaksaku untuk mengingatnya!"Kedua mata Aya terbelalak ketika mendapati Liam berkaca-kaca, airmata sudah menggenangi kedua mutiara hijau tersebut. Selama Aya mengenal Liam, tidak pernah sekalipun Aya memergoki Liam menangis."Aku mencintaimu Aya, tapi kau masih saja memberikan tubuhmu padanya," dan airmata itu pun lolos."Itu hanya sebuah sandiwara," lirih, bahkan nyaris tak terdengar. Sorot luka yang Liam sajikan di hadapannya bagaikan sebuah vonis, bahwa Ayalah sang villain dalam cerita ini."Aku tidak buta, Aya! Kau terlalu menikmati setiap gerakan yang ia ciptakan untuk tubuhmu dan itu terlalu mustahil untuk disebut sebagai sebuah sandiwara!" Liam menghembuskan napas, suaranya terdengar bergetar di ujung kalimat. Tangannya terangkat mengelus p
"Liam! Aku bilang lepaskan Elizabeth!" Liam menggeram bak seekor serigala yang mencengkeram mangsanya di tangan, tapi ia terpaksa melepaskan karena sebuah hirarki kepemimpinan. Dengan memalingkan wajah -berusaha menyelamatkan gengsinya- Liam mendorong kepala Elizabeth secara kasar. Beruntung tangan kiri Elizabeth berpegang erat pada sandaran belakang sofa sehingga ia bisa mencegah laju kepalanya yang akan membentur pegangan sofa. Seringai memuakan dari bibir Elizabeth -yang masih setia mengejek Liam- tertangkap oleh ekor mata Liam. "Jangan lagi kau ikut campur Rodney! Aku tahu rahasiamu!" Wanita berambut pirang itu tertawa keras, "Sungguh? Kenapa tak kau beberkan dari dulu?" Ia berdiri lalu berjalan perlahan menghampiri Liam yang berdiri membelakanginya. "Kau berhutang nyawa padaku! Jauhi Aya!" Sret! Baik Liam maupun George terkejut, sebilah pisau perak kecil yang biasanya digunakan untuk mengupas kulit buah mengalung di leher Liam. Ujungnya yang runcing seolah memamerkan ketajama
Aya tak hentinya memandang takjub Elizabeth Rodney. Mutiara hijau terpancar cantik, menatap fokus ke depan. Rambut pirang yang berkilau bak keemasan karena sinar terik mentari yang tertembus melalui kaca mobil. Rona merah terbubuh di kedua pipi putihnya dan bibir sesegar buah plum terpoles lipstick tipis. Apabila ia berdiri, pahatan lekuk tubuhnya akan terasa memabukan bagi netra kaum Adam. Sungguh kesempurnaan fisik yang mengagumkan! Belum lagi aura yang begitu kuat mendominasi, anggun dan tangguh dalam sekali tempo. Ditambah kekuasaan tergenggam erat di tangan. Benar-benar jelmaan karakter utama wanita dari novel."Sekarang, aku paham kenapa adikku begitu mencintaimu, Liz." Aya menggeleng. "Sebulan mengenalmu dan langsung menikahimu, kurasa pengaruhmu terhadap adikku begitu dahsyat."Elizabeth terkekeh, kilau hijaunya berkilat jenaka. Ia menoleh sebentar ke arah Aya yang duduk di sampingnya sebelum kembali fokus ke depan. Mereka sedang berada dalam perjalanan menuju Mansion Henderso
"Raya itu siapa?"Katakanlah Liam itu manipulatif, itu memang benar. George Henderson sangat mengenal sosok putra kandungnya sendiri, pria itu pandai memanipulasi keadaan dan perasaan seseorang. Tapi, panggilan yang lolos dari bibir Liam murni karena kelepasan. Liam sempat terdiam beberapa saat sebelum ia kepikiran untuk memanfaatkan perasaan bersalah Aya."Setidaknya aku hanya menyebut nama random lain, bukan mengijinkan wanita lain naik ke ranjang!"Dingin dan datar. Ia mempergunakan ekspresi ini untuk mengelabui Aya. Kemudian, dengan cepat Liam beranjak dari atas tubuh Aya dan melenggang ke kamar mandi. Benar-benar akting yang sempurna!Aya terkejut. Ia tahu sarkasme itu tertuju untuk dirinya. Ini memang salahnya. Aya sudah berjanji memberi Liam kesempatan. Ia akan belajar mencintai Liam dan membuang perasaannya terhadap Beau. Ia berjanji untuk tidak lagi mengijinkan Beau membawanya ke atas ranjang. Tapi, apa daya pesona sang suami kontrak masih menjeratnya. Aya telah melanggar jan
Liam membelai punggung telanjang yang tertelungkup itu. Ia menindih tubuh bagian bawah sang kekasih dengan menggerakkan pinggulnya dalam tempo sedang. Si wanita menoleh, kedua alisnya menyatu menyiratkan ketidak puasan."Kau bergerak seperti pria tua, Li! Apa perlu aku lagi yang mengambil kendali?"Sial! Liam bermaksud untuk menahan permainan lebih lama, tapi kekasihnya itu merupakan seorang penuntut. Keliarannya di atas ranjang sering membuat Liam kepayahan, walaupun ia selalu ketagihan."Baiklah, jika itu maumu, Sayang!" Liam menghentikan belaiannya, kedua tangannya bergeser ke samping kedua sisi bahu sang kekasih, menumpukan kepalannya di atas ranjang. Tanpa aba-aba, Liam mulai menghentak keras hingga membuat wanita berkulit eksotis di bawahnya meracaukan kenikmatan."Oh! Ini yang kumaksud!"Kata Ah yang terlontar secara konsisten membuat kewarasan Liam tergerus, memacu dirinya untuk mempercepat laju. Apalagi saat sang kekasih memakukan pandangannya pada satu benda bulat dengan tit
Daniyah tertidur diiringi storytelling dadakan dari Aya mengenai si kucing Oren -setelah ia lelah menangis. Aya menceritakan kisah tragedi, alih-alih kisah bahagia sehingga membuat dirinya diomeli oleh sang adik."Biarkan dia mengenal pahitnya dunia sejak dini!""Mbak, dia belum genap empat tahun, di usia segitu apapun yang kau ajarkan pasti akan membekas. Dan aku tidak mau putriku mempunyai trauma buruk.""Oh, astaga! Kau terlalu membesarkan masalah kecil ini. Ini sebagai pembelajaran agar Dani belajar merawat Rara dengan baik.""Tapi, bisakan diakhiri dengan happy ending?""Keracunan bagi kucing adalah hal mematikan. Itu berlangsung sangat cepat, tidak lebih dari seperempat hari. Bahkan di beberapa kasus, kucing bisa mati dalam hitungan 2 jam jika racun tertelan dalam jumlah banyak. Kau ingin menyodorkan harapan palsu pada putrimu?""Aish! Kau sungguh menyebalkan!"Oren Little pernah menjadi milik Aya dan Wiwid, kisah sedih yang membekas karena kehilangan si pandai nan cerewet. Kuci
Aya mengamati bagaimana adiknya membujuk Elizabeth untuk makan, gesture yang ia tunjukan mengatakan betapa besar rasa cintanya pada wanita cantik itu. Aya juga membacanya dari perlakuan Wiwid terhadap Rengganis. Jadi, ia menarik kesimpulan jika sang adik sama-sama mencintai kedua istrinya."Aku tak menyangka kau mengikuti Sunnah Rasul," desah Aya. Airmatanya menetes, ia seolah ditampar oleh kenyataan akan perbuatan zina yang ia jalani.Cinta ternyata mempunyai dua sisi koin. Dalam gelap, ia merupakan iblis terkejam yang mampu menjerumuskan manusia pada lembah dosa. Dalam terang, apabila mampu mempergunakan cahayanya untuk menyusuri jalan kebaikan, cinta sanggup menyelamatkanmu. Pernikahannya dengan Beau Prince adalah pernikahan beda agama, Aya tidak terlalu mempermasalahkannya karena itu merupakan nikah kontrak dengan syarat ketat. Terbatas oleh waktu dan dilarang melibatkan hubungan ranjang. Setidaknya, dua poin utama itulah yang tercantum dalam perjanjian kontrak di awal, sebelum ke
Jemari mungilnya bergerak lincah di atas kertas berukuran 148 × 210 mm, selembar kertas tebal A5 yang separuhnya telah terisi. Mulutnya bersenandung nada-nada tak beraturan, kepalanya manggut-manggut seolah menikmati nada sumbang gumamannya sendiri. Akan tetapi kedua hazelnya awas mengamati gerak jari telunjuk dan jempol yang menjepit sebuah crayon kuning, menggerakkannya untuk membentuk garis melingkar sebelum mewarnainya penuh."Wah, bagus sekali Dani!" Gadis mungil itu menoleh, senyumnya terkembang karena sebuah pujian. Siapa sih yang tidak senang dipuji?"Persis seperti gambar Papa, pintar kamu, Sayang!" lanjutnya memuji sembari membelai surai kecoklatan milik si gadis.Wanita muda itu kemudian meletakan segelas jus jeruk di sisi kanan Daniyah -karena Daniyah duduk beralaskan karpet bulu di ruang anak yang berbatasan langsung dengan ruang tamu. "Ayo diminum dulu, ada cookies untukmu.""Terima kasih, Hana. Aku akan mencuci tangan dahulu." Daniyah meletakan crayon kuningnya, ia berd