*****
(Satu jam setelah rapat usai) "Sial, Beast! Kau membuatku gila di sana!" Beau mulai menanggalkan setelan kerjanya. "Aku menginginkanmu, sekarang!" Tuntutnya, ia melepas ikat pinggang dan menurunkan reseleting celana kerjanya. Beau memutuskan untuk meninggalkan rapat dan kembali ke seseorang yang membuatnya hampir gila hanya dalam waktu semalam. Gairahnya seakan tak terbendung dan ia membutuhkan sosok itu kembali untuk meneriakan keperkasaannya. Tidak perduli akan amukan sang istri yang akan menceramahinya nanti perkara keprofesionalitasan kerja. "Tidakah kau lihat aku sedang bekerja?" Beast menggigit bibir bawahnya. Beau mendadak muncul tanpa ketukan, langsung menerobos masuk ke kamar lalu mencium bibirnya. Padahal, Beast sedang mengerjakan buku kesekiannya yang merupakan bentuk kerjasamanya dengan Alan Walker. Buku yang akan ia beri tajuk Storytelling. Buku tersebut akan merealisasikan beberapa judul lagu dari Alan Walker yang pernah hits. Rencananya akan memuat sepuluh judul untuk jilid pertama. Darkside didapuk menjadi cerita oneshoot pembuka dengan Lily sebagai penutup. "Hentikan pekerjaanmu sekarang! Bercintalah denganku!" Beau mencumbu leher Beast yang sengaja mendongak untuknya. Jemari kokoh Beau sibuk melucuti piyama Beast. "Bukankah kau sedang rapat? Kudengar istrimu juga ikut serta!" Kedua mata Beast terpejam, tubuhnya didorong pelan agar terbaring di ranjang. "Diamlah, Beast!" Beau mengabaikan seringai meremehkan Beast. Keinginannya hanya satu, mengulang kembali adegan-adegan panas percintaan mereka semalam. "Kau hanya membayarku untuk menulis Beau, ini sudah menyalahi kontrak yang kautawarkan!" Ia mendesis merasakan sesuatu memasuki tubuhnya. "Berapa persen saham yang kau inginkan?" Tatap Beau nyalang, ia mulai menggerakan pinggulnya. Kedua tangan Beast mencengkeram lengan Beau, melampiaskan rasa nikmat yang mulai merayap. "Kau tahu aku menginginkanmu, Beau. Beri hubungan kita sebuah kesempatan. Aku mencintaimu." Beast mengorek memori, kapan pertama kali jantungnya berdebar untuk Beau Prince. Apakah kemaren malam saat ia merelakan tubuhnya untuk diperawani sang CEO? Bukankah kali pertama bagi seorang wanita akan memiliki kesan spesial bagi mereka? Atau cinta itu mulai tumbuh seiring berjalannya kontrak kerjasama mereka? Bukan! Sepertinya rasa cinta telah hadir pada masa jauh di belakang. Ketika mereka datang menawarkan padanya sebuah kontrak kerjasama untuk dua novelnya. Ah! Beast mengingatnya! Ia sudah terpesona oleh ketampanan Beau sejak video skandal perkelahian Beau dengan seorang paparazzi tersiar di stasiun swasta Indonesia. Sang adik bahkan meledeknya, "Dia bukan Sebastian Stan, mbak. Dan kau bukan penggemar berat MCU!" "Kau tahu aku tak bisa Beast! Aku mencintai orang lain." Ragu Beau. Namun sepertinya Beast tidak menangkap sirat keraguan tersebut, ia menatap Beau sendu. Gerakannya yang semula menyambut gerakan bersemangat Beau yang menghentak tubuhnya, terhenti. Beast membiarkan Beau bekerja sendiri untuk menggapai kenikmatan. Ia justru terbuai dalam rasa patah hati yang selalu setia menemani. Ia sadar ia terlalu bodoh dengan berharap lebih dari kontrak kerjasama yang ia tanda tangani empat tahun silam. Tidak akan ada kisah cinderella yang akan menjelma dalam kehidupannya. Hanya kontrak laknat dengan aturan mengikat. "Jangan merusak moodku, Beast! Bergeraklah mengiringiku!" Perasaan sang novelis terhadap dirinya, bukannya Beau tidak tahu, ia hanya tidak mau tahu. Ia mencintai orang lain dan baginya wanita di bawahnya ini tidak lebih dari seorang partner bisnis, yang kebetulan sejak kemaren berperan ganda sebagai partner ranjang. Kontrak tetaplah kontrak yang harus dipatuhi dengan segala konsekuensinya jika dilanggar. Beast tak bisa menampik. Inilah konsekuensi yang ia dapat dari keberaniannya menandatangani kontrak tambahan selain kontrak kerja. Meskipun hatinya berkata jika ia bukan hanya mencintai tubuh sang CEO, tapi bisa apa jika Beau telah menentukan batas? "Teknik apalagi yang bisa kautawarkan?" ***** (Sabtu; pukul sembilan pagi) Beau memasuki ruang makan dengan penampilan kusut. Ia mendapati tiga pasang mata yang menatapnya penuh intimidasi. Sedangkan sang istri seolah tak perduli. Aya Prince menyantap menu paginya dengan khidmat. "Pagi, semuanya!" Sapanya yang tak mendapat respon dari satu pun penghuni ruang makan. Beau tidak perduli, ia berjalan terhuyung menuju tempat sang istri duduk. Aya mengambil duduk di samping Rengganis, di depan pasangan Star; Allyson dan Henry. Gerakan tangannya -yang berkecimpung dengan garpu dan pisau- terhenti ketika merasakan pergerakan tubuh sang suami yang melingkupi tubuhnya, terselip di antara dua kursi. Beau meraih dagu Aya lalu mencium bibirnya. "Hmmm, manis. Aku selalu menyukai bibir mungil ini," racau Beau. Aya tidak menanggapi, ia membiarkan bibirnya dilumat sang suami tanpa mau membalas. "Selamat pagi, sayang," sapa Beau setelahnya. Ia kembali menarik tubuhnya yang sedikit terjepit kemudian beranjak ke kursi tengah untuk mendudukan pantatnya. Beau melambaikan tangan pada salah satu pelayan yang berdiri di pojok, memberi pelayan itu isyarat untuk menyediakan air minum. "Kau meninggalkan rapat Beau dan tak bisa dihubungi beberapa hari setelahnya!" Cerca Henry setelah Beau menegak habis minumannya. Pria itu sepertinya mabuk. Kedua matanya tidak fokus. Beau terkekeh kecil, "Untuk itulah aku membutuhkanmu dan Ally. Aku tidak akan bisa hidup tanpa kalian!" "Daphne mencarimu semalam, kau meninggalkan ponselmu di apartemennya!" Giliran Allyson, sahabat kentalnya itu terlihat berang. Beau melirik Aya, wanita itu hanya terdiam, berusaha untuk tidak perduli. "Ya, aku menginap di apatemennya dua hari sepulang dari rapat, kemudian pergi ke club." Suasana hening. Dentingan sendok, garpu atau pisau yang membentur piring-piring senyap. Beau memperhatikan Aya. Ia berpaling ke arahnya dengan sorot luka, membuat hati Beau merasa tidak nyaman. Perselingkuhan dalam rumah tangga mereka bukanlah hal yang baru. Tapi Beau tahu, istrinya sangat mencintainya dan membiarkan Beau menyelami kegilaannya tanpa mengeluh. "Ayo kita bercerai!" Beau tersedak ludahnya sendiri. Sedangkan ketiga lainnya tak kalah terkejut. Mereka sama-sama menatap serius Aya yang sudah berkaca-kaca. "Kontrak nikah kita bisa dikatakan berakhir kan? Mengingat kau sudah terlalu sering menidurinya? Aku membaca pesan darinya di ponselmu saat kau tertidur setelah aktifitas ranjang kita, selasa lalu!" Rengganis yang sedari tadi terdiam memandang Aya lekat, "Tunggu! Apa maksudmu, Ya?" "Aku telah mempersembahkan kesucianku untuknya, Nis! Kami bahkan sudah bercinta dua kali. Sebelum rapat berlangsung dan sesudah rapat berakhir!" Rahang Beau mengeras. Kedua mata besar Aya menantang elang birunya. "Tapi, jangan khawatir. Beau Prince bersedia membayar pinalti. Ia akan membayar tubuh ini dengan tambahan persentase saham." Sarkasme yang terlempar terdengar menyedihkan di telinga setiap yang mendengar. Mereka, yang berada di ruang makan hanya terdiam membisu. Kontrak pernikahan yang dijalani Beau dan Aya bukanlah suatu rahasia bagi mereka. Mereka mengetahuinya dan sempat mengutuk perjanjian laknat tersebut. Tapi, rasa cinta Beau terhadap Daphne dan ambisi Aya akan impian megahnya telah membutakan nalar dan logika keduanya. Allyson mendorong kursi ke belakang, ia berdiri dan menatap Beau. "Aku kecewa padamu Beau, untuk kesekian kalinya! Perlu kau ketahui, rasa kecewaku suatu saat ada batasnya!" Wanita itu lalu pergi tanpa menghabiskan sarapannya. Sedangkan Henry dan Rengganis memilih untuk diam. Mereka masih bertahan demi Aya. Mereka hanya akan pergi jikalau wanita itu memutuskan untuk pergi. Tiada yang memihak Beau sekarang, tidak juga kedua sahabatnya yang telah berdiri bersamanya saat semua menyerah. Beau sadar telah mengecewakan semua orang. Mereka mengharapkan arah yang berbeda pada keberlangsungan pernikahan kontrak antara dirinya dengan Aya, demi kebaikan perusahaan. Aya sudah berjuang bersama mereka selama lima tahun, menyumbang nyawa untuk kebangkitan PrincePages yang nyaris bangkrut. Tanpa kegigihan dari Rengganis dan kesediaan Aya, PrincePages tidak akan mungkin pulih atau bahkan menjadi semakin besar seperti sekarang. Apalagi alasan untuk memberi pernikahan mereka satu kesempatan? "Tepati saja janjimu, Mr. Prince. Adik dan pengacaraku yang akan mengurus semuanya. Aku jamin, bulan depan kau sudah bisa menikahi Daphne kembali!" Aya bangkit di tengah keheningan yang memekakan hati. Ia menyeka airmatanya yang sudah menetes dengan kasar. "Aku sudah selesai!" Ucapnya dingin. Aya hendak melangkah keluar tapi Beau menahan tangannya. "Beast ..." melasnya. "Namaku adalah Aya! Beast hanya tercantum dalam sampul novel fiksi romansa, tidak lebih dari itu dan tidak nyata! Ingatlah itu mulai sekarang, Mr. Prince!" **********Liam selalu terkesima ketika mobilnya memasuki gerbang Green Mansion. Ia akan disambut dengan jalan lurus yang di kanan kirinya ditumbuhi pohon-pohon cukup tinggi. Kemudian beberapa meter di depan, sebuah air mancur menyapa laju mobil sebelum ia diarahkan untuk berbelok ke kiri, ke area parkir basement. Aya benar-benar mewujudkan setiap imajinasinya. Dari restoran di pusat London yang menyajikan berbagai kuliner tradisional Indonesia ala Restoran Teguh Abadi di buku 365 Hari dimana restoran tersebut mengambil konsep bangunan limasan ala Pondok Meranti di buku Tasbih dan Rosario, hingga mansion mewah Keluarga Galbie dalam buku trilogi Lost in Love. Wanita dengan berjuta imajinasi itu pun sekarang sedang mewujudkan impian terbesarnya, yaitu merealisasikan W. Sebuah perusahaan di bidang penerbitan yang merambah ke berbagai multi bidang."Dimana dia?" Tanya Liam pada seorang pelayan wanita yang menyambut kedatangannya."Mrs. Prince menunggu anda di lahan kosong, Mr. Henderson. Ia su
*****Beau menatap sengit pria di depannya yang memandangnya pongah. Liam Henderson, sang penguasa media Inggris. Keluarganya mempunyai background yang kuat di pemerintahan, tapi Liam cenderung memilih sesuatu yang berbeda. Dengan warisan dari sang Kakek, ia membeli dua perusahaan raksasa media Inggris lalu menggabungkannya di bawah satu perusahaan induk; L.Henderson Media. Walaupun ia menyingkir dari urusan politik dan pemerintahan, namun nama Henderson yang pria itu sandang mampu memberi tekanan pada lawan-lawannya. Liam Henderson adalah sekutu yang bisa diandalkan, tapi ia juga bisa menjadi orang yang mengerikan jika ada yang menyinggung area privasinya. Henry dan Allyson sudah memperingatkan Beau untuk memberi batas kerjasama dengan Liam, sayang ia terlalu terlena dengan kebaikan yang pria itu tawarkan."Kau tahu aku orang yang selalu menagih janji yang diberikan padaku," seringai di wajah Liam terlihat menyebalkan di mata Beau. Pria itu mendatangi kantornya di senin siang, hari s
***** "Kontrak pernikahan akan diperpanjang selama kurun waktu lima tahun atau apabila cabang perusahaan sudah dianggap mampu untuk berdiri sendiri. Dalam kurun waktu tersebut kau kuperbolehkan menikahi Daphne dengan syarat, pernikahan itu tidak boleh terendus oleh publik. Daphne dan Velma akan menempati sebuah pulau dengan pengawasan ketat selama kontrak pernikahan berlangsung demi kepentingan kelancaran perusahaan. Pada tahun ke empat, kita akan mulai membicarakan perceraian. Jika kesepakatan tercapai, kau boleh menceraikanku dengan catatan kita masih diwajibkan menyelesaikan pernikahan palsu hingga tahun kelima. Dengan kata lain, selama sisa dua tahun terakhir kita akan menjalani kontrak nikah semu. Status kita masih menikah di mata publik, padahal sejatinya telah bercerai." Aya memberi kode kepada Mr. Harnett untuk memberikan berkas perjanjian yang kemudian diterima oleh Jack Carlton, pengacara Beau. Aya datang sekitar pukul tiga sore bersama adik dan pengacaranya di hari yang
*****"Sial! Brengsek kau Beau!" Umpat Liam.Aya menceritakan hasil pertemuan mereka pada Liam, tapi sedikit berbohong di bagian akhir. Pertemuan itu sebenarnya masih menggantung karena Beau tidak pernah kembali. Hanya sebuah telpon yang diterima Jack Carlton dari Beau, dengan sebuah pesan bahwa Beau membutuhkan waktu untuk berpikir. Aya merubah alur dengan menambahkan beberapa drama untuk memancing kemarahan Liam. Ia tahu pria itu tergila-gila padanya, jadi seperti yang adiknya sarankan, ia harus mulai memanfaatkan benefit ini."Pinalti yang kuajukan cukup tinggi Liam, kau tak perlu khawatir! Ia akan berpikir ulang untuk meniduriku lagi!" Sandiwara Aya. Ia sudah muak menjadi protagonis yang selalu dimanfaatkan, sudah saatnya Aya bangkit dan mengambil peran lain."Bagaimana dengan kau sendiri?" Tanya Liam. Ia meraih tengkuk Aya dan menciumnya mesra. "Kau membuatku gila, Aya!"Mereka sedang berada di tempat kencan favorit mereka. Padang kosong di belakang taman Green Mansion. Menggelar
***** Audrey melangkah sedikit lebih cepat, mengabaikan panggilan dari dua pelayan mansion yang sedari tadi merecokinya tentang kemungkinan hubungan affair antara Nyonya mereka dengan pewaris tunggal keluarga Henderson. Liam Henderson memang sering bertandang ke mansion ini, tapi tidak pernah sekalipun menginap, hingga hari ini. Langkah Audrey kian mantap berbelok ke area dapur. Ia harus bergegas, Nyonya majikan beserta tamunya telah menunggu mereka. Pertama kali yang menyambut kedatangan Audrey adalah aroma rempah menyengat. Lalu diikuti oleh visual dua koki dan beberapa pelayan dapur yang berkecimpung dengan tugas pagi mereka. Sarapan pagi sedang berlangsung di meja makan, tapi dua koki khusus ini masih disibukan oleh pesanan sang Nyonya Majikan. Ia dan sang tamu memilih menyantap sarapan pagi di kamar. Namanya Chef Lusi, spesialisasi camilan tradisional Indonesia, sedangkan Chef Thomas bertugas menangani main course. Mereka dibantu oleh dua asisten mereka. Setahun belakangan,
*****Para koki dan asisten serempak berhenti ketika Beau Prince memasuki ruangan. Mereka membungkuk hormat sebelum kembali bekerja atas seijin sang tamu. Seorang kepala koki menghampiri, menanyakan ada gerangan apa ipar dari sang pemilik restoran bertandang ke area dapur."Mr. Prince, ada yang bisa saya bantu?""Dimana atasanmu? Aku ke ruangannya dia tidak ada di sana. Salah satu pelayan bilang, dia membantu di sini."Pandangan Beau mengedar ke seluruh ruangan dapur, mencari satu sosok yang menjadi alasan dia kemari. Ia tersenyum ketika mencium bau harum khas bumbu Asia yang merasuk hidung. Aroma tersebut mengirim sinyal ke otak yang kemudian diteruskan menjadi reaksi bunyi kruk dari dalam perut.Beau tersenyum kaku, "Kurasa masakan kalian membuat perutku lapar, kau punya rekomendasi untuk makan siang?""Bagaimana dengan gado-gado dan es kuwut, Mr. Prince? Kami juga mempunyai ikan bakar dengan aneka sambal, atau mungkin anda ingin mencoba rujak serut?" Tawar kepala koki."Sepertinya
*****"Damn!" Wiwid mengumpat. Kepalanya bersandar pada kursi, mendongak ke atas dengan mata terpejam. Dadanya bergemuruh dengan gerakan naik-turun teratur. Kancing seragam kokinya terlepas semua, menampilkan pahatan tubuh atasnya yang menggoda, hasil dari rutinitas push up dan sit up 50 kali setiap pagi."Nis!" Geram Wiwid. Kedua tangannya meremas rambut Rengganis, menekan kepalanya lebih dalam. Seluruh tubuhnya mengejang, ia seolah dihantam gelombang luar biasa yang dahsyat.Beberapa saat kemudian Wiwid tersenyum lega, mencoba mengatur napasnya yang terengah. "Baby, sotomu akan dingin, sudah cukup!" Perintahnya lembut.Wiwid melirik ke bawah, Rengganis masih saja mempermainkan miliknya. Ia membelai rambut wanita itu lalu menjauhkan kepalanya, "Bersihkan mulutmu, sayang! Aku akan memanasi kuahnya."Rengganis meraih tisu dari atas meja, menyeka mulutnya. Ia bangkit setelah membantu memasangkan kembali celana Wiwid. Sedikit mengerling nakal sebelum mengecup singkat bibir Wiwid, "Rasany
***** Beau memang tidak pernah sepaham dengan adik iparnya, mereka jarang bertemu. Kalaupun ada kesempatan untuk bertemu, mereka selalu menghindar satu sama lain. Pria dengan kulit tan dan badan tinggi proporsional -yang membuat Beau iri- itu sejak pertama bertemu langsung blak-blakan mengaku kalau ia mempunyai firasat buruk terhadapnya. Puncaknya ketika Beau mengajukan kontrak nikah pada Aya dengan segala aturan yang cenderung merugikan. Pertalian ipar diantara mereka tidak pernah tersambung, kecuali sebatas formalitas. Wiwid cenderung menghabiskan waktunya di apartemen, restoran atau galeri lukis ketimbang pulang ke mansion. Padahal Rengganis, sang istri tinggal bersama mereka di mansion. Ia hanya mengunjungi sang istri di week days, itupun jikalau pasangan tersebut tidak merencanakan kencan diluar. Rengganis memaklumi. Ia tidak pernah memaksa Wiwid -perempuan itu terlalu mencintainya, sehingga apapun keinginan sang suami selalu dituruti- pun ia tidak bisa meninggalkan Aya di mansi
"Tidak mungkin!" Geleng Aya dalam hati. Ia membekap mulut, berusaha untuk meredam isak yang mulai terdengar. Bahunya naik turun dan kakinya terasa selembek jeli. Rasa-rasanya ia ingin ambruk.Hazelnya masih nanar mengawasi kemesuman yang dipertontonkan sejoli di sana. Adiknya itu terlihat keenakan menerima perlakuan dari Elizabeth yang menggarap tubuh bagian bawahnya dengan mulut. Ia mendesis berulang dengan kepala mendongak terpejam."Kau berselingkuh dari Ninis! Kenapa, Nang?"Masih terngiang petuah sang adik tentang perselingkuhan. Bagaimana marahnya Wiwid mendapati dirinya telah bercinta dengan seseorang yang bukan suaminya. Lalu, ini apa? Apakah topeng religius yang dianutnya selama ini hanyalah sebuah topeng belaka? Tidak! Aya tidak akan sanggup lagi berdiri. Adik yang ia banggakan, yang selalu ia jadikan role model dalam berperilaku telah menyajikan sebuah fakta yang menyerangnya tanpa ampun. Belum lagi insiden kepergoknya dirinya dan Beau yang sedang bercinta. Itu juga meningg
Badannya panas dingin, kedua matanya hampir tak berkedip dan jangan ditanya bagaimana jantungnya berpacu, seperti orang kesetanan yang ikut lari marathon. Gila! Itulah gambaran dirinya maupun sejoli yang sedang Rengganis intip melalui jendela sekarang."Ternyata benar mitosnya! Punya bule itu gedhe!" Rengganis meneguk ludahnya kasar. Adegan dewasa oleh Aya dan Beau masih saja berlangsung. Aya menaiki Beau yang terbaring, dengan posisi tubuh Aya yang menghadap ke arah pintu. Dengan begini penyatuan mereka terpampang jelas tanpa terhalang. Aya menumpukan kedua tangannya pada tautan tangan Beau sehingga lebih leluasa menggerakkan pinggulnya. Liukan itu begitu luwes, seolah melakukan tarian erotis. Kepalanya bergerak gelisah memutar-mutar. Rasa nikmat tergambar dari ekspresi wajah Aya dengan desahan demi desahan yang terlantun dari bibirnya. "Aku tidak menyangka kau seliar ini, Ya." Pikiran itu buru-buru Rengganis tepis. Ya wajar sih, yang Aya hadapi ukurannya sebesar itu, ia sendiri pu
Refreshmen sudah dimulai, hidangan appertizer sudah dikeluarkan. Bruschetta, roti panggang dengan tomat segar, basil dan keju Mozarella. Rengganis memutuskan untuk menunggu waktu refreshmen tiba, moodnya untuk hunting makanan di dapur rusak oleh adegan mesra suaminya dan Elizabeth."Apa itu terasa kenyal di telapakmu? Jangan-jangan itu bukan pertama kalinya tanganmu meraba bagian sensitifnya!"Pikiran-pikiran itu merecoki otak Rengganis, membuat wajahnya tertekuk bahkan saat appertizer telah terhidang di hadapannya. Rengganis hanya memainkan pisau dengan tatapan tajam tertuju pada tomat merah."Semerah darah Elizabeth pastinya seandainya kugores wajah sok cantik itu, cih!" batinnya ngeri. Ia menusukan pisau itu tepat di atas tomat yang tersusun rapi di atas roti dengan keju Mozarella melingkupi dan taburan basil.Suara benturan antara piring dan pisau -karena menembus bruschetta- cukup nyaring, membuat tidak hanya Allyson yang duduk di depannya memandang ngeri, tapi juga mereka yang d
"Itu kunci kamar paling pojok yang terdapat pada gedung terpisah di sebelah gedung galeri ini. Gedung itu baru selesai dibangun dan belum berpenghuni walaupun furniture dan perlengkapannya sudah tersedia. Para security baru mulai aktif bertugas menjaga galeri Minggu depan. Mereka yang menginap di galeri ini akan ditransfer ke gedung tersebut bersamaan dengan para karyawan baru."Elizabeth menyerahkan kunci itu pada Henry. Beberapa saat lalu, Henry menghubunginya untuk meminjam salah satu ruangan yang cukup terpencil dari huru-hara acara. Elizabeth sempat menolaknya karena ia mencium gelagat mencurigakan. Ia tidak ingin apapun yang mereka rencanakan dapat merusak pesta pembukaan galeri. Rupanya pria itu mengetahui kelemahannya, yaitu Wiwid."Aku kesini atas nama Wiwid. Jika kau tidak percaya, bertanyalah padanya. Ia bersama Rengganis sekarang, di ruang pameran seni."Apakah begitu kentara jika rasa cintanya pada pria itu masih tinggal? Elizabeth tidak akan pernah menolak permintaan Wiw
*****Beau keluar untuk memeriksa keadaan, sebagai bentuk formalitas karena sejatinya ia tahu Frederick sudah menjauh karena kepergok. Sepertinya ia lupa Menon-aktifkan notifikasi ponsel. Beau hanya berharap durasi perekaman yang dilakukan Frederick cukup untuk nantinya dibocorkan ke publik. Frederick sering mematok harga tinggi untuk sebuah video skandal eksklusif dan ia cukup pandai dalam memilih media sebagai wadah penyebarluasan foto atau video pribadi artis.Beau berjalan kembali menuju ruangan yang sebenarnya diperuntukan sebagai tempat peristirahatan bagi para security yang nantinya bertugas untuk menjaga galeri. Ia memakai celananya asal tadi, tanpa memasang kembali kemejanya, meninggalkan Aya begitu saja di kamar. Beau berhenti, mendesah. Apa yang harus ia lakukan setelah ini? Menyudahi permainan ranjang mereka atau meneruskannya? Persetubuhan kali ini merupakan sandiwara dan Aya begitu keras menolak untuk melakukannya secara natural, ia menginginkan kepura-puraan."Memangnya
*****Aya sudah menanggalkan gaun malamnya, rambutnya ia gerai. Rasanya sia-sia ia berdandan hanya untuk kembali berantakan. Jika memang ia harus bertelanjang, kenapa tidak memancing Frederick pada momen lain, di sebuah losmen misalnya. Yang benar saja! Ini acara pesta pembukaan galeri seni yang diadakan Keluarga Rodney! Bagaimana imagenya nanti jika Frederick berhasil merekam percintaannya dan tersiar ke khalayak? Seorang liar yang tak mampu membendung hasratnya di acara formal! Memang sialan terkadang adiknya itu! Aya jadi merasa dikerjai. Belakangan ini, Wiwid dan Beau cukup akrab, ini benar-benar mencurigakan! Apa mereka terlibat suatu konspirasi?"Kenapa lama sekali?" Aya mengusap kedua lengannya, jendela sengaja ia buka -ini perintah dari sang dalang skenario; Wiwid- menyebabkan semilir angin malam menerobos masuk. Tubuhnya meremang dan degupnya bertalu resah, entah karena angin dingin atau perasaan gugup menunggu malam ketiganya dengan Beau. Lintasan pertunjukan panasnya dengan
*****Beau sengaja menabraknya saat eksebisi seni digelar, "Oh maaf, saya sedang mencari istri saya." Ia tersenyum tipis melihat penampilan Frederick yang memakai kacamata tebal dan kumis sebagai bentuk penyamaran."Tidak apa-apa, Mr. Prince."Beau mengangguk kemudian berjalan keluar, tingkahnya yang celingukan seolah mengawasi sekitar, sengaja ia lakukan untuk memberi kesan mencurigakan. Hal ini tertangkap oleh netra Frederick, ia pun akhirnya memutuskan untuk mengikuti Beau.Frederick sangat lihai dalam hal menguntit, ia akan memberi jarak aman dalam mengikuti target. Nyaris seperti ninja yang pandai bersembunyi. "Akan kemana kau, Prince?" Batinnya. Ia cukup shock pagi ini, saat undangan tak bertuan nangkring di atas mejanya. Segera ia menelpon Daniel, rekan sesama paparazzi yang menciptakan kehebohan dengan kembali ke publik setelah tiga tahun menghilang. Ternyata, pria itu tidak mendapatkan undangan ilegal. Sungguh mengherankan, mengingat Daniel mempunyai koneksi yang cukup luas.
***** Namanya Frederick Adams, seorang paparazzi independen yang sempat mempunyai perseteruan dengan aktris nominasi Oscar, Katherine Lyons. Fred telah menguntit si aktris selama setahun untuk bisa mendapatkan foto-foto pribadinya. Tindakannya yang melanggar kode etik sempat diperkarakan oleh Katherine melalui kepolisian Inggris dan IPSO (Independent Press Standards Organization) yang memang khusus bertanggung jawab untuk mengawasi dan mengatur standar etika dan perilaku media cetak dan media online di Inggris. Karena rekam jejak Frederick yang terbilang nekat tanpa mengindahkan aturan yang ada, dialah yang akan dijadikan kambing hitam. "Aku meminta tolong Liz untuk memberiku tiga undangan tak bertuan, undangan kukirim langsung ke tiga paparazzi yang kita target. Nantinya mereka akan bebas masuk ke gedung galeri. Usahakan Adamslah yang mengambil umpannya. Kalian harus bahu-membahu untuk mewujudkan ini. Jika gagal, saling beri kode dan kita beralih ke pemain cadangan lain sesuai uru
***** Beau tidak henti-hentinya terkesima dengan keanggunan Aya. Ia begitu cantik malam ini. Istri kontraknya itu mengenakan Floor-Length Evening Gown. Gaun malam berwarna merah maroon dengan motif brokat yang memiliki panjang mencapai lantai sehingga memberi kesan anggun, mewah dan elegan. Desainer memilihkan gaun dengan Off the Shoulder, agar bisa memamerkan bahu dan leher Aya yang jenjang. Stylish juga menyanggul rambut Aya dengan sedikit untaian bergelombang di beberapa bagian. Anting dan kalung senada menghias leher dan telinganya. Sedangkan make up yang dipilih merupakan perpaduan bold lips dan smooky eyes. Make up ini mampu memberikan kesan dramatis dan elegan secara bersamaan. "Aktingmu cukup mengesankan Beau." Jantung Aya berdebar menyenangkan. Sejak ia turun dari lantai dua menuju ruang pertemuan hingga berada satu Limosin dengannya, Beau memandangnya penuh kekaguman. "Aku tidak sedang berakting. Aku baru sadar dari kebutaanku selama ini. Aku telah membuang mutiara emas