Share

Bagian 3

Penulis: Zizizaq
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-28 23:42:34

Sepanjang acara makan malam, Celin tidak pernah melirik ke arah Evan, tapi Evan terus memperhatikannya, bukan karena tiba-tiba tertarik setelah melihat penampilannya yang berbeda barusan, tapi ia sedang memikirkan cara untuk mengajak Celin berbicara. Di tengah jamuan makan, Celin izin ke toilet, kebetulan ia juga sudah selesai, ia benar-benar tidak bisa bernafas dengan benar di ruangan itu apalagi kehadiran Evan begitu mengganggunya.

Begitu Celin keluar, Evan langsung menarik tangannya, dan membawanya ke tempat sepi.

"Pak Evan?" Celin sedikit kaget.

"Kenapa kau memanggilku seperti itu?" protes Evan.

"Karena kita sedang di luar dan tidak ada yang tau kalau aku istrimu, akan sangat terdengar tidak sopan kalau mereka mendengarku memanggilmu hanya nama," jelas Celin.

"Santai saja, kau boleh memanggilku dengan nyaman,"

"Baik, Pak!"

"Masih?"

"Karena dengan begitu aku baru merasa nyaman,"

"Terserah kau saja," Evan menyerah, lagi pula bukan itu tujuannya.

"Pulanglah!" Pinta Evan dengan suara dingin.

"Tidak mau, bukannya sudah ada Jeni?" Celin berterus terang, Evan sedikit canggung.

"Dia tidak bisa menggantikanmu, karena itu kau harus mendengarkankan dulu penjelasanku," ucap Evan.

"Aku yang tidak bisa menggantikannya, bukannya dia yang ada di dalam sini?" Celin menunjuk dada Evan.

"Maaf tentang itu, tapi aku akan berusaha," Evan hanya bisa jujur, ia memang masih sangat mencintai Jeni, ia masih hidup walaupun sangat tidak sehat.

"Kamu tidak perlu menjelaskan, kau semakin membuatku merasa lebih buruk lagi," Celin membuang muka.

"Terus sekarang bagaimana? Apakah sebaiknya kita bercerai saja," Meski Celin berusaha santai, suaranya masih terdengar bergetar, jelas hatinya sakit mengatakan itu, ia yang selalu tergila-gila pada Evan semasa kuliah, ia yang selalu aktif mendekati Evan, dan sangat bahagia saat akhirnya dua tahun lalu Evan datang sendiri melamarnya. Tapi malah berakhir seperti ini. Ia membuang muka karena demi menahan air mata.

"Omong kosong apa itu?"

"Aku serius, memangnya kamu masih ingin mempertahankan pernikahan yang tidak normal ini? Terus terang aku tidak bisa berbagi walaupun aku juga tidak tau tentang apa yang harus aku bagi, kau mencintaiku saja tidak." Celin sangat berusaha menahan emosinya.

"Tapi aku masih memperlakukanmu dengan baik, aku memenuhi semua kewajibanku sebagai suami,"

"Dan dengan bodohnya aku bertahan karena itu, ada baiknya kita berpisah saja, aku menyerah, aku tidak bisa bertahan lagi,"

"Jangan seperti ini," Evan tampak serius.

"Lalu aku harus bagaimana?" Celin memberontak suaranya meninggi bersamaan dengan air mata yang tidak dapat dibendungnya lagi.

"Cukup seperti biasanya saja." Suara Evan agak melemah.

"Aku selalu mati-matian memikirkan cara agar kau mencintaiku, aku mati-matian menghadapi sikap dinginmu, membunuh pikiran tentang ada wanita lain di sisimu, itulah diriku yang biasanya, aku selalu dihantui rasa takut dan gelisah, aku tidak mau lagi," Celin berterus terang.

Evan terdiam memperhatikan Celin yang tampak berapi-api, namun itu belum membuat hatinya tersentuh sama sekali. Ia malah berkata,

"Dia lebih dulu menjadi istriku, Celin,"

"Lalu kenapa kau menikahiku juga?" Suara Celin meninggi.

"Karena aku tau kau sangat terobsesi padaku, kau cantik dan aku laki-laki normal,"

"Jadi kau memanfaatkan perasaanku agar aku bisa menjadi pelampiasan nafsumu, begitu?"

"Bukan begitu, sebaiknya kita bicarakan ini di rumah," Evan meraih tangan Celin, ie hendak menariknya agar mengikutinya.

"Kita sedang di luar, bahkan di rumah pun kau tidak pernah melakukan ini, kecuali kalau kamu mau tubuhku," Celin mulai sinis, membuat Evan melepaskan tangannya.

"Apa maksudmu?"

"Aku tidak ada waktu berbicara denganmu, semua sudah jelas." Celin langsung pergi.

"Celin!" Evan hendak mengejar tapi urung ketika melihat rombongan yang keluar dari tempat makan tadi.

"Pak Evan, apakah Anda baik-baik saja? Anda pergi cukup lama," tanya Pak Seto.

"Aku baik-baik saja, Pak. Hanya masalah pencernaan," jawab Evan.

"Syukurlah,"

"Oh, iya kemana Nona Celin?" Tanya salah satu tamu yang tampak sepantaran dengan Evan.

"Wah, Anda cepat juga Pak Dev, langsung tau yang mana bibit unggul," goda yang lain.

"Saya hanya ingin menyapa, " Dev tampak malu-malu.

"Awalnya menyapa, lama-lama tersapa," goda yang lainnya.

"Nah, itu dia," seru Pak Yanto begitu melihat Celin, ternyata ia habis mengambil barang-barangnya, Dev langsung menyambutnya dengan senyum.

"Nona Celin, Pak Dev mencari Anda," ucap Pak Yanto segera, dengan tatapan yang menggoda.

"Ah, ada apa Pak Dev, maaf saya terlambat," ucap Celin dengan ramah dan sopan.

"Bukan apa-apa, Nona Celin, saya hanya ingin menyapa,"

"Oh, begitu! Senang bertemu anda, Pak Dev." Ucap Celin ramah, Dev belum sempat membalas saat Evan berbicara,

"Mohon maaf, saya masih ada urusan jadi saya akan pamit duluan, " Evan sebenarnya merasa tidak nyaman melihat adegan ini, tapi ia juga merasa tidak harus peduli dan memilih pergi, setelah Evan pergi yang lainnya juga ikut pamit, hingga tersisa Celin dan Dev. Mereka tampak akrab mengobrol bahkan sempat bertukar nomor.

Sementara itu, ternyata Evan belum benar-benar pergi, karena masih ingin menyelesaikan masalahnya dengan Celin, karena itu secara otomatis ia menyaksikan semua keakraban yang terjalin antara Dev dan Celin.

Beberapa saat kemudian mereka menyudahi obrolan mereka, Dev menawarkan diri untuk mengantar Celin tapi Celin cukup tau diri untuk menolak, ia masih mengingat statusnya sebagai istri orang, ia pun beralasan sudah membawa kendaraan sendiri, tapi kenyataannya mobilnya sedang terparkir manis di garasi kantornya.

Ia tampak menarik nafas dalam-dalam lalu membuangnya seolah membuang sesak yang sudah lama menumpuk, ia lalu pergi meninggalkan tempat itu, Celin berhenti di halte bus, ia duduk di kursi panjang yang telah disiapkan, ia melamun sebentar lalu menutup wajahnya, tubuhnya tampak sedikit bergetar. Celin menangis setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, ia menangis tergugu-gugu, sepertinya ia tidak bisa berpura-pura lagi, ia tidak seramah dan sesantai saat mengobrol dengan Dev. Ia sedang sakit.

Ia membuka tangannya perlahan saat merasakan sentuhan hangat di kulitnya.

"Evan? Kau masih di sini?" Suara Celin terdengar serak. Ia berusaha memalingkan wajahnya dengan bingung sambil mengusap pipinya dengan asal.

"Ada apa?" Tanya Evan penasaran, Celin menggeleng.

"Aku tau kau tidak baik-baik saja?"

"Jangan pedulikan aku, pergi saja sana! " Celin tidak ingin diintrogasi.

"Kau seperti ini karena aku memberitahumu tentang Jeni?"

"Sudahlah, Evan. Pergi saja!"

"Aku akan belajar mencintaimu."

Celin menatap Evan lalu berkata,

"Aku yang akan belajar melupakanmu."

Bab terkait

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 4

    Evan duduk di samping Celin, ia mencoba bersahabat dengan keadaannya. "Kau sedang apa? pergilah, Van!" Celin menunjukkan penolakannya, dulu ia selalu menginginkan Evan melakukan hal seperti ini barang sejenak saja, tapi sepertinya tidak pernah ada waktu untuknya. "Baiklah, aku akan pergi tapi kamu ikut denganku." Evan berdiri dan langsung menggendong Celin, ia tidak memberi kesempatan pada Celin untuk menolak. "Van, kamu sedang apa? turunkan aku!" Celin meronta agar dilepaskan, ia bahkan memukul dan mencubit tubuh Evan, tapi Evan masih tetap mempertahankan, tubuh kekar Evan mampu mengalahkan semua serangannya. "Aku tidak mau pulang! " Celin belum menyerah, kakinya juga mulai beraksi dengan menghentak-hentakkannya dengan keras. Lagi-lagi Evan berhasil mengunci pergerakannya. "Kita akan bicarakan di sini," Evan memasukkan Celin ke dalam mobilnya dan mengunci pintu. "Aku tidak mau mendengar apapun," Celin menutup telinganya seperti orang bodoh. "Aku tidak akan mengata

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 5

    Keesokan paginya, Celin terbangun tanpa Evan di sampingnya. Ia gegas menuju kamar mandi lalu bersiap-siap untuk bekerja. Ia keluar setelah rapi dengan penampilannya, ternyata ada Evan di ruang makan sedang bersama Jeni, sepertinya paginya akan sering disuguhi pemandangan yang tidak menyenangkan ini, Evan tengah menyuapi Jeni ketika Celin lewat, Evan juga mengecup kening Jeni dengan penuh cinta, hal yang tidak pernah ia dapatkan di sepanjang pernikahannya. Celin hanya bisa pura-pura tidak melihat. Tapi Evan sudah terlanjur menyadarinya dan merasa sangat tidak nyaman dengan itu, ia pun berinisiatif mendekati Celin. "Ada apa? Aku harus pergi kerja," ucap Celin dengan acuh tak acuh, dulu Celin tidak seperti ini, dulu ia selalu bersemangat menanggapi Evan. Matanya selalu berbinar saat Evan melakukan hal sekecil apapun untuknya, walaupun hanya pertanyaan 'mau kemana?' karena bahkan pernyataan sesimpel itu pun sangat jarang didengarnya dari seorang Evan. "Tunggu sebentar saja," ucap E

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-29
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 6

    Di rapat kali ini, Evan selaku investor utama yang memimpin. Rapat tiba-tiba diadakan karena ada perubahan besar-besaran. Evan menjelaskan, letak bangunan itu sangat strategis jika dijadikan sebagai hotel bintang lima, alih-alih menjadi pusat perbelanjaan dan sebagainya. Ia berbicara hingga akhir, setelah itu semua orang diminta mengeluarkan pendapatnya. Celin mengacungkan tangannya, "Ya, silahkan, Nona Celin!" Panitia rapat memberinya kesempatan. "Terima kasih atas waktunya," ucap Celin berbasa-basi. "Lahan di sekitar lokasi gedung masih sangat luas, bagaimana kalau rencana awal tetap diadakan dan mendirikan lagi sebuah bangunan, sepertinya hotel dan pusat perbelanjaan cukup baik jika disandingkan," "Ide yang bagus," sambut Evan, sepertinya ia cukup puas dengan ide Celin. Tampak Dev sangat tertarik dengan celin, ia tidak lepas memperhatikannya. "Ada lagi?" Ucap panitia rapat. Selain Celin ada beberapa orang lagi yang bersuara, poin akhirnya, semua setuju untuk meng

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 7

    Dua minggu telah berlalu. Hari spesial Celin masih sama seperti tahun sebelumnya, ia menginap di kantor untuk menyelesaikan pekerjaannya yang tersisa sambil menunggu jam dua belas malam untuk merayakan hari ulang tahunnya sendiri, ia sudah menyiapkan cupcake dan lilin, sama seperti yang ia lakukan tahun lalu. Ia berdoa yang terbaik untuk dirinya sendiri, ia juga akan memberikan hadiah untuk dirinya sendiri. Tepat sepuluh menit sebelum jam dua belas, Celin sudah mempersiapkan semuanya, ia sudah menyalakan lilin di atas cup cake kecil yang tadi dibelinya. Ia sangat fokus memperhatikan api lilin yang sedang meliuk-liuk seolah menertawakan kesendiriannya, saat tinggal hitungan detik, air matanya tidak terasa luruh begitu saja, ada banyak hal yang berseliweran di kepalanya, ia mengasihani dirinya yang mampu bertahan di pernikahannya selama dua tahun, ia juga mengingat bagaiman Evan menanyakan hadiah untuk Jeni yang berulang tahun dua minggu yang lalu ia tidak pernah merasa sesedih ini s

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 8

    sepulang kerja, Celin mendapati mertuanya sedang berada di rumah, ia dan mertuanya cukup akur, mertuanya tipe orang yang tidak perduli dengan kehidupan putranya tapi kali ini ia datang, pasti karena ada sesuatu. "Hai, Celin!" Sapa Bu Veron. Tidak heran kalau Evan sangat tampan jika terlahir dari rahim Bu Veron yang sangat cantik dan menawan meski usianya sudah tidak muda lagi. "Mamah, apa kabar? Kenapa tidak mengabari Celin?" Tanya Celin sambil menyalami mertuanya. "Mamah baik, Mamah baru saja tiba, mamah takut kalian sibuk," Bu Veron tersenyum hangat pada menantunya. "Kudengar kamu dan Evan menangani proyek yang sama," lanjutnya "Celin hanya mengurus bagian desain grafisnya saja, Mah. Bos saya dan Evan yang bertanggung jawab secara keseluruhan," "Begitu juga sudah bagus. Bagaimana kabar kalian?" "Kami baik, Mah." "Kalau cucu Mamah?" "Cucu?" Celin tidak pernah memikirkan tentang anak, ia sendiri tidak tau kenapa sudah dua tahun pernikahan tapi belum hamil, pad

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-11
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 9

    Beberapa waktu terlewati, para pekerja sedang mendirikan tiang untuk pijakan, semua tampak baik-baik saja sampai ada satu tiang yang berukuran besar dan panjang sepertinya akan jatuh, para pekerja tidak bisa mengendalikan tiang itu dan akhirnya roboh. "Awas... Awas...!" Teriak para pekerja serempak, Celin menjadi sasaran paling empuk, walaupun posisinya agak jauh, tiang panjang itu masih akan menjangkaunya. Celin yang kaget spontan memegangi kepalanya sambil berdiri untuk kabur. Semua orang juga kaget dan panik, tapi lebih kaget lagi saat melihat Evan berlari untuk menyelamatkan Celin sambil meneriakkan namanya, "Celin...! Awas....!" Teriakan Evan dan dorongannya pada Celin serta jatuhnya tiang terjadi secara bersamaan dan sangat cepat. Semua orang segera berlari mendekatinya. "Evan, kau baik-baik saja?" Tanya Celin, sangat khawatir tanpa memperhatikan sekitar, ia memeriksa tubuh Evan. "Pipimu berdarah, Evan!" "Aku tak apa, orang-orang sedang melihat kita," bisik Evan,

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-12
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 10

    Ternyata setelah kejadian di taman waktu itu, hari-hari Celin menjadi berat, di kantornya ia sering mendengar perkataan tidak menyenangkan dari karyawan, bukan hanya tentang Evan, mereka juga membawa-bawa nama menejernya. "Hei, kau Celin 'kan?" Gadis centil itu tiba-tiba duduk di hadapan Celin sambil berkata dengan arogan. "Iya, kenapa?" Tantang Celin. "Ku dengar kau menggoda Pak Evan, kasi tau tipsnya dong!" "Aku tidak melakukan apa-apa," "Tampangnya saja yang polos, apa Pak Evan masih merasa kesepian setelah kamu menemaninya? Aku mau kok gantian sama kamu, " "Kalian ngomongin apa sih? Udah sok kenal, ngomongnya sembarangan lagi, kalau kamu memang ingin sekali menjual diri, sana cari gigolo, jangan mencemari nama baik Pak Evan," "Kurang ajar sekali," ucap gadis centil itu, ia sangat emosi dan ingin menampar Celin, untungnya ada Pak Yanto. "Apa-apaan kalian ini? Kalau mau melacurkan diri bukan di sini tempatnya," Ternyata Pak Yanto tidak kalah sengitnya. "Apa Pak

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-14
  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 11

    Celin terbangun tengah malam, Evan tidak ada di sampingnya, mungkin sedang menemani Jeni lagi, Celin berpikir, 'Memangnya untuk apa Evan tidur di sini dengannya? paling kalau ada maunya saja baru dia di sini." Dari pada pusing dengan pikirannya sendiri, ia segera membawa dirinya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu kembali tidur. keesokannya, ia terbangun lagi dan langsung ditodong oleh Evan. "Pagi ini ikut aku ke perusahaan Mahendra, ada pekerjaan yang harus kamu lakukan," Suara Evan memembuat Celin yang baru saja keluar dari kamar mandi, kaget. "Aku bukan karyawan Mahendra, Pak Evan." Celin terdengar malas. "Ingat tentang kerja sama kita? " "Aku belum mendapat perintah dari atasan." "Saya adalah atasan dari atasanmu, jadi menurutmu siapa yang paling berhak kamu taati." "Iya, baiklah," Celin lebih baik mengalah dari pada harus mendengar kesombongannya. Mereka tiba di kantor perusahaan Mahendra, Celin dibuat terkagum-kagum, gedung milik Mahendra berkali-kali li

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-15

Bab terbaru

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 74

    Evan sangat senang bisa mendampingi Celine pergi ke rumah sakit, berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini ia tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun, ia menanti di depan pintu kamar rumah sakit karena Celin melarangnya ikut masuk, reflek mendekati Celine saat melihatnya keluar bersama seorang dokter obgyn. "Bagaimana hasilnya?" Evan bertanya penuh harap. Celine diam saja dengan wajah tanpa ekspresi. "Bu Celine hanya masuk angin, Pak Evan." Evan tampak kecewa, ia lalu berkata, "Yakin sudah memeriksanya dengan baik, Dok?" "Sudah, Pak. Yang sabar ya, Pak. Masih banyak kesempatan kok, kebetulan Bu Celine sedang di masa suburnya, semangat Pak Evan!" ucap dokter. Celine tampak santai sementara Evan diam saja, ia tahu kesempatan itu pasti akan sulit ia dapatkan. "Mohon maaf masih ada pasien, saya lanjut bekerja dulu," "Silahkan, Bu." ucap Celine lalu pergi mendahului Evan. Evan hanya memandangi punggung Celine yang semakin menjauh tapi ia segera menyusul dengan lang

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 73

    Evan terbangun karena merasakan pegal di punggungnya, ia mencoba membuka pintu kamar Celine yang ternyata tidak di kunci, ia memandang punggung istrinya beberapa saat, ia melangkah begitu saja seolah suasana di dalam kamar itu mengundangnya untuk masuk. Ia naik ke tempat tidur lalu meringkuk di atasnya tanpa berani menyentuh Celine. Ia selalu berhati-hati semenjak menyukai Celine, tapi Celine bergerak dan membalikkan badan ke arahnya, Evan secara tiba-tiba meluruskan tubuhnya untuk menyambut uluran tangan Celine yang akan memeluknya, selain tangan, kakinya juga bertengger nyaman di atas paha Evan, seluruh tubuh mereka menempel satu sama lain. Celine membuka mata sambil mengigau, "Kamu tampan sekali, Evan," ia menatap wajah Evan sebentar lalu menutup matanya kembali. "Kalau kamu begini, aku bisa memangsamu kapan saja," gumam Evan yang merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan ia sangat mengerti apa itu. Ia mencoba menarik tubuhnya untuk melepaskan diri, untungnya ia berhasil. Ia m

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 72

    Evan menghampiri Celine setelah semua tamu penting itu pergi, dari tadi ia mengawasi Celine, seandainya istrinya itu meninggalkan acara, ia tidak segang meninggalkan semua tamu pentingnya untuk mengejar Celine, untungnya saat ia melihat gerak-gerik Celine akan kabur, ibunya datang. Ia benar-benar bernafas lega. "Ayo pulang bersama," ucap Evan setelah bergabung dengan ibu dan istrinya. "Iya, sebaiknya begitu," sahut Bu Mery tampak bersemangat. Celine mau tidak mau harus ikut dengan Evan, ia tidak tega merusak wajah bahagia ibu mertuanya. "Sampaikan salam Evan pada papah, papah masih sibuk dengan koleganya," ucap Evan. "Siap," sambut Bu Mery. "Kami pergi dulu, Mah," ucap Celine. "Iya, Sayang," Saat berada di dalam mobil, Evan tidak berani bersuara, Celine juga tampak sangat tenang. "Antarkan aku ke kosan," ucap Celine seadanya. "Baik," Evan hanya bisa menurutinya untuk sementara, tadinya ia sudah membayangkan kehidupan bahagia di rumahnya, tapi karena masalah dengan M

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 71

    Evan benar-benar hebat, ia sangat mendominasi, Celine masih belum terlalu yakin bahwa ia menikahi laki-laki tampan yang sedang berbicara dan dikagumi oleh semua orang saat ini, ia belum percaya bahwa ia telah dicintai oleh orang yang tidak pernah membalas perasaannya saat kuliah dulu, ia tidak percaya diri bahwa laki-laki itu sudah mengatakan 'aku mencintaimu' beberapa hari terakhir ini, ia masih ingin percaya kalau tadi pagi laki-laki itu mengatakan dirinya cantik untuk pertama kalinya, ia menangis dengan bingung, Evan melihatnya dari atas podium, membuat suaranya sedikit merendah. "Istriku, Celine!" suaranya menggema di seluruh ruangan. Celine dibuat kaget, ia pun buru-buru menyeka air matanya lalu menatap Evan sambil berbisik di dalam hati, 'Kamu belum berhenti juga, Evan, mau sejauh apa kamu membuatku terjebak dalam hidupmu?' "Dia wanita yang tidak pernah sekalipun kusadari ternyata ikut andil dalam berjuang membangun perusahaan ini, saat aku lelah dengan semua keadaan yang

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 70

    Evan baru saja keluar dari toilet, ia melambat saat melihat Mita tampak menunggunya. Keduanya terlibat saling menatap satu sama lain, Evan menatap dingin sementara Mita tampak menantang untuk berperang. "Aku ingin bicara," ucap Mita. "Silahkan," "Ayo cari tempat sepi," "Baik," Evan berjalan mendahului Mita, karena ia tahu Mita tidak tau tempat itu, ia membawa Mita ke sebuah taman sepi yang baru saja ditanami pohon. "Ada apa?" tanya Evan santai. Mita tidak langsung menjawab, ia mengamati wajah Evan yang tampak datar. "Ternyata semua memang sudah berubah, aku datang terlambat," ujar Mita. "Maksudnya," "Aku datang karenamu, Evan, Maafkan aku karena pergi seperti itu," "Kau memang sangat terlambat, aku sudah menikahi dan mencintai dua wanita di belakangmu, apa kamu pikir masih ada rasa yang tersisa untukmu?" "Evan, aku rela menjadi yang kedua bahkan ketiga, aku masih seperti dulu, aku masih mencintaimu," "Maaf, buang saja rasa cintamu itu, aku sudah melalui bany

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 69

    Acara ulang tahun Evan dimulai saat malam hari tiba, tamu-tamu penting sudah berdatangan, acara ini dibuat bukan semata-mata untuk ulang tahun, ada maksud tertentu yang dapat menguntungkan dunia bisnis keluarga mereka, selain itu, Evan ingin memperkenalkan Celine kepada dunia. Melihat suasana itu membuat Celine menjadi gugup. Evan dapat merasakannya. "Kenapa? Apa kamu gugup?" "Sedikit," "Santai saja, status mereka semua berada di bawah suamimu ini," ucap Evan berlagak angkuh sambil tersenyum manis pada Celine. Jantung Celine dibuat begitu berdebar, seperti saat pertama kali jatuh cinta pada Evan. Ia bahkan merasa apakah ini mimpi? "Aku takut mengacaukan semuanya," "Selama ada aku semua aman," "Ngomong-ngomong, aku ingin memberimu hadiah tapi aku lupa membawanya masuk, masih tertinggal di dalam mobil," "Tidak apa-apa, kamu adalah hadiah untukku," ucap Evan. 'Kenapa semudah ini jantungku berdebar," sesal Celine di dalam hatinya, ia merasa kesal karena tidak bisa mengend

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 68

    Evan keluar dari kamar mandi dan mendapati Celine yang sudah rapi dengan penampilannya, Evan terkesima untuk ke sekian kalinya, Celine benar-benar cantik, tapi ia masih canggung untuk memujinya secara terang-terangan, ternyata Celine juga sedang terpesona pada Evan untuk yang kesekian kalinya, dulu ia selalu menantikan penampilan Evan saat keluar dari kamar mandi dengan dada telanjang dan rambut basah yang meneteskan air ke bahunya yang kokoh, pesona Evan tidak pernah pudar dan selalu membuatnya melongo. Mereka menjadi canggung satu sama lain saat menyadari keheningan masing-masing, layaknya remaja yang saling jatuh cinta. "Aku sudah selesai," ucap Celine memecah keheningan. "Oh, oke," balas Evan sambil mengusap tengkuknya karena canggung. "Ini milikmu," Celine menyerahkan paper bag milik Evan. "Terimakasih," ucap Evan. Baru kali ini Celine melihat Evan tampak malu-malu, dahulu Evan adalah manusia egois dan dingin. "Aku akan menunggu di ruang tamu," Celine gegas meninggalkan

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 67

    Evan menatap Celine sangat dalam dan hangat, Celine begitu salah tingkah karenanya, apa begini rasanya dicintai? Meski cukup terlambat ia menghargainya, ia bahagia, kesalahan selama dua tahun dan perjuangan semasa kuliah terbayarkan tapi ia masih bersikap hati-hati. "Sekarang apa?" ucap Celine tiba-tiba saking gugupnya. Alis Evan terangkat sambil tersenyum penuh makna lalu berkata, "Aku bisa salah paham kalau kamu bertanya seperti itu," goda Evan, biasanya ia akan langsung mengerjai Celine tanpa rasa canggung, sekarang ia begitu berhati-hati dan menghargai perasaan Celine. "Tidak, bukan itu maksudku. Ah, kenapa jadi gugup begini?" Celine menjadi sangat bingung. "Nggak usah khawatir, aku tidak akan melakukan apa-apa tanpa persetujuan kamu, tapi izinkan aku melakukan sesuatu," ucap Evan. "Ah iya," Celine menjawab secara asal membuat Evan tersenyum dan mendekatinya. Ia mengecup kening Celine cukup lama, membuat aliran darah di tubuh Celine bekerja lebih cepat. "Anggap saja in

  • Antara Mencintai dan Melupakan   Bagian 66

    Tiga jam kemudian Celine kembali ke ruang tamu untuk mengecek keberadaan Evan, ternyata Evan masih ada dan sedang tidur di atas sofa. Celine mendekat dengan hati-hati, ia berlutut di depan Evan lalu berbisik, "Selamat ulang tahun, Evan!" Evan tiba-tiba membuka matanya, ia memandang tepat ke dalam mata Celine lalu bergumam, "Terimakasih, Celine." Celine sedikit terhenyak karena merasa terpergok mengamati Evan yang sedang tidur. "Akhirnya aku mendengar ucapan yang paling ingin ku dengar, meskipun terlambat dari perkiraanku," Evan berusaha bangun sambil tersenyum simpul. Celine sedikit bingung mendengarnya. "Apakah itu penting?" "Sangat penting, aku belum pernah seantusias ini di hari ulang tahunku, semua berkat kamu, ini sedikit melukai harga diriku tapi kamu harus tau agar kamu sedikit menghargai perasaanku, aku sengaja datang lebih pagi agar mendengar itu pertama kali dari mulutmu," "Terus kalau aku mengatakan itu sejak awal apa manfaatnya untukku, sekarang saja aku s

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status