Celin terbangun tengah malam, Evan tidak ada di sampingnya, mungkin sedang menemani Jeni lagi, Celin berpikir, 'Memangnya untuk apa Evan tidur di sini dengannya? paling kalau ada maunya saja baru dia di sini." Dari pada pusing dengan pikirannya sendiri, ia segera membawa dirinya ke kamar mandi untuk membersihkan diri, lalu kembali tidur. keesokannya, ia terbangun lagi dan langsung ditodong oleh Evan. "Pagi ini ikut aku ke perusahaan Mahendra, ada pekerjaan yang harus kamu lakukan," Suara Evan memembuat Celin yang baru saja keluar dari kamar mandi, kaget. "Aku bukan karyawan Mahendra, Pak Evan." Celin terdengar malas. "Ingat tentang kerja sama kita? " "Aku belum mendapat perintah dari atasan." "Saya adalah atasan dari atasanmu, jadi menurutmu siapa yang paling berhak kamu taati." "Iya, baiklah," Celin lebih baik mengalah dari pada harus mendengar kesombongannya. Mereka tiba di kantor perusahaan Mahendra, Celin dibuat terkagum-kagum, gedung milik Mahendra berkali-kali li
Evan benar-benar menepati janjinya, setelah ia menyelesaikan pekerjaannya, ia datang ke kantor Celin. Malah Celin yang menjadi ragu dan ingin membatalkannya, tapi Evan tidak akan pernah menarik kembali perkataannya. Ketika mereka tiba di kantor Celin, mereka menjadi pusat perhatian, dari pintu masuk bangunan tujuh tingkat itu orang-orang sudah langsung sigap berdiri menghentikan aktifitasnya demi memberi sambutan penghormatan begitu melihat Evan. Mereka tetap melakukannya walaupun dengan ekspresi terheran-heran, ada apa sampai Pak Evan Mahendra datang ke kantornya, ditambah lagi ada Celin yang sedang mengekor seperti anak kucing yang berlindung di belakang induknya. Celin buru-buru menyeimbangkan langkahnya dengan Evan lalu berbisik "Evan, sebaiknya kita hentikan ini. Sebenarnya aku tidak terlalu serius." "Tidak apa-apa, aku harus bertanggung jawab atas janji yang sudah kubuat," ucap Evan tidak ingin dibantah. Celin membawa Evan ke lobi kantor yang disiapkan untuk VIP. Evan
Ketika Celin kembali dari bekerja, ia menemukan Evan di ruang tamu sedang bersandar di sofa tampak memikirkan sesuatu. Sepertinya ia pun baru tiba. Ia tidak peduli dengan kehadiran Celin, Celin pun tidak berminat mau tahu, jadi Celin langsung berlalu ke kamarnya. Ternyata Evan mengikutinya. "Ada apa? Apa kau menyesal dengan apa yang yang kamu lakukan hari ini? Sepertinya kamu memikirkannya." Celin asal menebak. Evan tampaknya tidak tertarik. Ia malah mendekati Celin dan memeluknya dari belakang. "Layani aku, buat aku jatuh cinta," "Aku sudah dua tahun melayanimu, tapi kau tidak jatuh cinta sama sekali, apa kali ini akan berbeda hanya karena kamu berkata seperti itu? Kalau kamu menginginkan tubuhku lagi katakan saja tidak perlu berbelit-belit," "Aku akan mencoba, alasan aku mengatakan hubungan kita hari ini, karena aku ingin tahu seberapa ikhlas aku menerimamu sebagai istriku, ternyata tidak sesulit itu, hanya saja menumbuhkan cinta, kenapa begitu sulit." "Jadi selama dua t
Celin tidak berani bertemu Evan, ia berharap kesalahpahaman ini segera berakhir dan Jeni baik-baik saja. Jadi ia tinggal di mess perusahaan dekat kantornya, ia benar-benar wanita yang sangat rajin dan pekerja keras, ia masih bisa datang ke kantor untuk bekerja walapun keadaannya sedang carut marut, lehernya yang membiru akibat ulah Evan ia tutupi dengan syal. Orang-orang juga tidak memperhatikan, mereka pikir itu adalah bagian dari outfit yang dikenakan Celin. Di siang hari, Evan tiba-tiba hadir di kantor Celin, ia langsung ke ruangan CEO, Celin hanya menatap kepergiannya sambil menerka-nerka, ia berharap semoga bukan sesuatu yang buruk. "Itu suamimu 'kan? Samperin sana!" Ucap Piya. "Dia pasti ada urusan dengan bos, bukan denganku," "Meskipun begitu dia suamimu, Celin." "Aku tidak berpikir begitu, pekerjaan adalah pekerjaan, urusan pribadi adalah urusan pribadi, kalau dia datang untukku aku akan menyambutnya kalau dia datang untuk pekerjaan aku akan membiarkannya," "Per
Tempat acara mulai dipenuhi banyak orang, tapi tidak sesak karena acaranya dilaksanakan di taman, saat Celin mengitari taman, ia tidak sengaja melihat sosok yang sangat familiar, ia berpikir untuk pergi tapi ia masih menghormati Dev. Ia juga tidak menyangka kenapa Evan hadir di tempat seperti ini, Celin berusaha bersembunyi di tengah kerumunan. "Kamu mau makan apa? Biar kupesankan," ucap Dev, sejak tadi mereka hanya mengobrol. "Apa saja, semua tampak enak," jawab Celin, Dev tersenyum lalu berkata. "Kalau itu Miya, ia akan meminta makanan yang termahal yang ada di sini, dia sangat manja dan pemilih," "Oh ya? Ternyata perbedaan kami memang sangat jauh, aku wanita yang sangat mandiri, aku bisa memakan apapun selama itu adalah makanan," Celin hanya mencoba mengimbanginya, Dev tersenyum mendengarnya. Dev kemudian memanggil pelayan untuk menyiapkan makanan yang mereka inginkan. Celin kembali mengintip Evan, jika dilihat dari glagatnya sepertinya Evan sudah melihat kehadirannya
Evan baru saja akan masuk ke mobilnya, tapi tiba-tiba ponselnya berdering, ternyata ayahnya memintanya menghadiri acara pesta ulang tahun itu, untuk menyapa crazy rich dari Dubai. Ternyata pemilik pesta mengundang tamu luar biasa itu, Evan urung melangkah ke mobilnya, ia malah berbalik untuk kembali mengahdiri pesta. Sepulang dari acara itu, Evan agak lelah dan mengantuk, acaranya selesai larut malam. Kini ia berada di rumahnya, meski lelah ia akan memaksakan diri untuk melihat CCTV. Ia memantau dari sejak ia meninggalkan rumah, tidak ada yang terjadi, Celin hanya duduk di sofa sambil bermain ponsel, mungkin karena mengantuk ia meletakkan ponselnya lalu memeriksa keadaan Jeni serta membenarkan selimutnya, memeriksa semua peralatan medis, setelah merasa semua baik-baik saja, ia kembali ke sofa lalu tidur di sana, tidak ada pergerakan sama sekali selama kurang lebih empat puluh menitan sampai Jeni tiba-tiba bergerak-gerak aneh, Celin juga langsung bangun dan memeriksanya, tanpa pik
Meskipun Celin gagal mendapatkan bukti, ia tetap bersikeras tidak mau pulang, sementara Evan terus membujuk dan meminta maaf, Evan merasa segala usahanya tidak mempan, maka dari itu ia akhirnya mengancam. "Baiklah, kalau kau tidak mau menuruti perkataanku, aku akan membuatmu tidak bekerja lagi untuk selamanya," ucap Evan, Celin masih tidak ingin pulang, ia tidak takut ancaman Evan sampai akhirnya Evan harus menghubungi bosnya. Benar saja, Pak Seto langsung menelepon dan akan memecatnya jika tidak menuruti Evan. Sungguh kekanak-kanakan sekali. "Waw, kau memang sangat berkuasa, Tuan Evan. Baiklah aku akan pulang, kita lihat tuduhan dan kekerasan apalagi yang akan kamu lakukan padaku nanti? Oh iya, sebaiknya jauhkan aku dari Jeni, aku takut akan benar-benar membunuhnya," Sindir Celin, ucapannya membuat telinga Evan terasa gatal. "Aku sudah minta maaf, aku sudah mengaku salah, kenapa kau masih membahasnya?" Evan merasa sangat greget ingin menutup mulut Celin. "Karena kata maaf
Celin kembali ke rumah Evan, mereka sudah menyelesaikan kesalahpahaman yang terjadi, Evan mengaku sangat bersalah, sementara Celin tidak begitu antusias membahasnya, ia tidak berjanji akan memberi kesempatan seperti yang diinginkan Evan, tapi tidak juga menseriusi masalah perceraian yang ia niatkan. Tapi jika ia mendapat tekanan dan perlakuan berlebihan lagi, ia tidak akan sungkan untuk melakukannya, saat ini prioritasnya adalah kenyamanan saja, ia hanya bertahan karena masih merasa aman dan jauh di dalam hatinya ia takut berstatus janda. Masalah percintaan ia sudah tidak peduli lagi. Celin terpaksa izin tidak masuk bekerja, bosnya juga tidak mempermasalahkan, sementara Evan tetap pergi karena ada rapat penting. Ia sangat bosan hanya berdiam diri di rumah, ia merasa kembali seperti di awal pernikahannya dua tahun yang lalu, sangat menyakitkan jika mengingatnya, ia tidak melakukan apapun karena ingin fokus mengurus rumah tangganya, ia memasak setiap hari untuk Evan, namun Evan ti
Evan dan Celine akhirnya pulang ke rumah, Evan terlihat begitu segar dan kembali mendapatkan aura berwibawa yang selalu menjadi ciri khasnya, sebelumnya ia seperti pria yang selalu takut kehilangan dan tidak pernah tenang. Sekarang apalagi yang ia takutkan? apa yang ia benar-benar inginkan sudah berada di tangannya, sementara Celine terkesan lebih pemalu dan mudah tersenyum tidak seperti sebelumnya, ia selalu memaksa dirinya untuk tegas dan terkesan dingin, ia sungguh memaksakan diri untuk menahan semua perasaannya. Bi Asih yang melihat keduanya datang bersama sambil bergandengan tangan sampai tersenyum-senyum sendiri, ia juga bisa menilai perubahan dari sikap dan ekspresi keduanya. "Ada apa ini?" goda Bu Asih. "Bi, bantu Celine mengangkat barang-barangnya ke kamar," ucap Evan, sebelumnya mereka sudah ke kost tempat tinggal Ciline untuk mengambil barang-barang Celine, tentu saja setelah perdebatan panjang dan negosiasi yang tidak ada habisnya. "Bu Celine kembali tinggal di
"Kamu bisa menomorsatukan aku, Van?" Celine ingin meyakinkan dirinya. Evan meraih tangan Celine dan menggenggamnya untuk membuatnya yakin, kemudian ia mulai bercerita, "Sekarang di hatiku cuma kamu, Celine. Jenny sudah menjadi kenangan, Mita hanya kesalahan. Kamu yang memenuhi hatiku sekarang, misiku tentang cinta saat ini dan seterusnya cuma ingin denganmu, aku ingin membalas semua kesalahan yang aku lakukan padamu. Oke dulu aku salah, dulu aku memanfaatkan perasaanmu, waktumu, tubuhmu bahkan menyebabkan anak kita meninggal, tolong biarkan aku memperbaikinya. Kalau perlu, kamu hukum aku, tapi jangan hukum aku dengan pergi meninggalkanku lagi, itu berat, rasanya sepi, saat Jenny pergi rasa sakit yang aku terima tidak begitu dalam, saat Mita mengatakan ingin ke luar negeri, aku juga tidak terlalu mempermasalahkannya, tapi saat kamu pergi, aku merasa sakit yang tidak bisa disembuhkan, aku merasa kosong sepanjang waktu, ternyata aku butuh kamu, aku cinta kamu, Celine." "Kamu terlal
Evan tidak menghubungi Celine seharian, sepertinya Celine juga tidak berniat melakukannya. Evan sudah merasakan perpisahan berkali-kali tapi kenapa kali ini cukup menyiksanya, jadi ia datang ke kantor Siregar, alasannya sudah jelas. "Apa yang kalian bicarakan?" suara itu membuat Danil yang baru saja ingin berbalik pergi dan juga Celine menoleh. "Kami membicarakanmu," Danil berlalu sambil menepuk pundak Evan. Sementara Celine langsung berpura-pura sibuk dengan pekerjaannya. Evan tidak mengatakan apapun, ia menarik sebuah kursi kosong lalu duduk di depan meja Celine sambil memperhatikannya. "Ayo pergi ke suatu tempat," "Aku sedang bekerja dan kamu seorang bos kamu tidak pantas duduk di sini," "Kalau Danil pantas?" "Dia bos aku, dia ke sini untuk bertanya pekerjaan dan dia tidak duduk sama sekali" "Aku tidak peduli, lagi pula aku sedang duduk di hadapan istriku." "Lakukan saja sesukamu, Evan." Celine tidak peduli lagi, ia kembali fokus dengan pekerjaannya. Evan memaj
Evan sangat senang bisa mendampingi Celine pergi ke rumah sakit, berbanding terbalik dengan sebelumnya, kali ini ia tidak ingin melewatkan waktu sedetik pun, ia menanti di depan pintu kamar rumah sakit karena Celin melarangnya ikut masuk, reflek mendekati Celine saat melihatnya keluar bersama seorang dokter obgyn. "Bagaimana hasilnya?" Evan bertanya penuh harap. Celine diam saja dengan wajah tanpa ekspresi. "Bu Celine hanya masuk angin, Pak Evan." Evan tampak kecewa, ia lalu berkata, "Yakin sudah memeriksanya dengan baik, Dok?" "Sudah, Pak. Yang sabar ya, Pak. Masih banyak kesempatan kok, kebetulan Bu Celine sedang di masa suburnya, semangat Pak Evan!" ucap dokter. Celine tampak santai sementara Evan diam saja, ia tahu kesempatan itu pasti akan sulit ia dapatkan. "Mohon maaf masih ada pasien, saya lanjut bekerja dulu," "Silahkan, Bu." ucap Celine lalu pergi mendahului Evan. Evan hanya memandangi punggung Celine yang semakin menjauh tapi ia segera menyusul dengan lang
Evan terbangun karena merasakan pegal di punggungnya, ia mencoba membuka pintu kamar Celine yang ternyata tidak di kunci, ia memandang punggung istrinya beberapa saat, ia melangkah begitu saja seolah suasana di dalam kamar itu mengundangnya untuk masuk. Ia naik ke tempat tidur lalu meringkuk di atasnya tanpa berani menyentuh Celine. Ia selalu berhati-hati semenjak menyukai Celine, tapi Celine bergerak dan membalikkan badan ke arahnya, Evan secara tiba-tiba meluruskan tubuhnya untuk menyambut uluran tangan Celine yang akan memeluknya, selain tangan, kakinya juga bertengger nyaman di atas paha Evan, seluruh tubuh mereka menempel satu sama lain. Celine membuka mata sambil mengigau, "Kamu tampan sekali, Evan," ia menatap wajah Evan sebentar lalu menutup matanya kembali. "Kalau kamu begini, aku bisa memangsamu kapan saja," gumam Evan yang merasakan sensasi aneh di tubuhnya dan ia sangat mengerti apa itu. Ia mencoba menarik tubuhnya untuk melepaskan diri, untungnya ia berhasil. Ia m
Evan menghampiri Celine setelah semua tamu penting itu pergi, dari tadi ia mengawasi Celine, seandainya istrinya itu meninggalkan acara, ia tidak segang meninggalkan semua tamu pentingnya untuk mengejar Celine, untungnya saat ia melihat gerak-gerik Celine akan kabur, ibunya datang. Ia benar-benar bernafas lega. "Ayo pulang bersama," ucap Evan setelah bergabung dengan ibu dan istrinya. "Iya, sebaiknya begitu," sahut Bu Mery tampak bersemangat. Celine mau tidak mau harus ikut dengan Evan, ia tidak tega merusak wajah bahagia ibu mertuanya. "Sampaikan salam Evan pada papah, papah masih sibuk dengan koleganya," ucap Evan. "Siap," sambut Bu Mery. "Kami pergi dulu, Mah," ucap Celine. "Iya, Sayang," Saat berada di dalam mobil, Evan tidak berani bersuara, Celine juga tampak sangat tenang. "Antarkan aku ke kosan," ucap Celine seadanya. "Baik," Evan hanya bisa menurutinya untuk sementara, tadinya ia sudah membayangkan kehidupan bahagia di rumahnya, tapi karena masalah dengan M
Evan benar-benar hebat, ia sangat mendominasi, Celine masih belum terlalu yakin bahwa ia menikahi laki-laki tampan yang sedang berbicara dan dikagumi oleh semua orang saat ini, ia belum percaya bahwa ia telah dicintai oleh orang yang tidak pernah membalas perasaannya saat kuliah dulu, ia tidak percaya diri bahwa laki-laki itu sudah mengatakan 'aku mencintaimu' beberapa hari terakhir ini, ia masih ingin percaya kalau tadi pagi laki-laki itu mengatakan dirinya cantik untuk pertama kalinya, ia menangis dengan bingung, Evan melihatnya dari atas podium, membuat suaranya sedikit merendah. "Istriku, Celine!" suaranya menggema di seluruh ruangan. Celine dibuat kaget, ia pun buru-buru menyeka air matanya lalu menatap Evan sambil berbisik di dalam hati, 'Kamu belum berhenti juga, Evan, mau sejauh apa kamu membuatku terjebak dalam hidupmu?' "Dia wanita yang tidak pernah sekalipun kusadari ternyata ikut andil dalam berjuang membangun perusahaan ini, saat aku lelah dengan semua keadaan yang
Evan baru saja keluar dari toilet, ia melambat saat melihat Mita tampak menunggunya. Keduanya terlibat saling menatap satu sama lain, Evan menatap dingin sementara Mita tampak menantang untuk berperang. "Aku ingin bicara," ucap Mita. "Silahkan," "Ayo cari tempat sepi," "Baik," Evan berjalan mendahului Mita, karena ia tahu Mita tidak tau tempat itu, ia membawa Mita ke sebuah taman sepi yang baru saja ditanami pohon. "Ada apa?" tanya Evan santai. Mita tidak langsung menjawab, ia mengamati wajah Evan yang tampak datar. "Ternyata semua memang sudah berubah, aku datang terlambat," ujar Mita. "Maksudnya," "Aku datang karenamu, Evan, Maafkan aku karena pergi seperti itu," "Kau memang sangat terlambat, aku sudah menikahi dan mencintai dua wanita di belakangmu, apa kamu pikir masih ada rasa yang tersisa untukmu?" "Evan, aku rela menjadi yang kedua bahkan ketiga, aku masih seperti dulu, aku masih mencintaimu," "Maaf, buang saja rasa cintamu itu, aku sudah melalui bany
Acara ulang tahun Evan dimulai saat malam hari tiba, tamu-tamu penting sudah berdatangan, acara ini dibuat bukan semata-mata untuk ulang tahun, ada maksud tertentu yang dapat menguntungkan dunia bisnis keluarga mereka, selain itu, Evan ingin memperkenalkan Celine kepada dunia. Melihat suasana itu membuat Celine menjadi gugup. Evan dapat merasakannya. "Kenapa? Apa kamu gugup?" "Sedikit," "Santai saja, status mereka semua berada di bawah suamimu ini," ucap Evan berlagak angkuh sambil tersenyum manis pada Celine. Jantung Celine dibuat begitu berdebar, seperti saat pertama kali jatuh cinta pada Evan. Ia bahkan merasa apakah ini mimpi? "Aku takut mengacaukan semuanya," "Selama ada aku semua aman," "Ngomong-ngomong, aku ingin memberimu hadiah tapi aku lupa membawanya masuk, masih tertinggal di dalam mobil," "Tidak apa-apa, kamu adalah hadiah untukku," ucap Evan. 'Kenapa semudah ini jantungku berdebar," sesal Celine di dalam hatinya, ia merasa kesal karena tidak bisa mengend