Selena difitnah sebagai pembunuh yang menyebabkan tewasnya istri Tuan Kael. "Tangkap wanita itu! Seret dia ke ruang bawah tanah." "Baik Tuan." Selena tetap menyangkal dan memohon hingga membuat Tuan Kael sedikit percaya namun tetap mencurigainya.Hingga suatu waktu Selena berhasil mengumpulkan beberapa petunjuk mencurigakan yang bisa membersihkan namanya. Seperti apakah petunjuk itu? Dan siapakah pembunuh sebenarnya? Ikuti terus kisahnya.. #Selamat membaca 🙂
Lihat lebih banyakSore itu, suasana villa mewah di pusat kota dipenuhi oleh obrolan ringan dan tawa. Ronald dan Bianca baru saja tiba, sedikit terlambat dari jadwal. "Maaf, kami terlambat," ucap Ronald sambil menggandeng tangan Bianca. "Tidak apa-apa," balas Jason, salah satu teman Ronald. "Maklum, pengantin baru," timpal Christine, istri Jason, sambil tertawa kecil. Bianca tersenyum sambil melirik Arlena, yang dengan ramah berkata, "Bianca, duduk saja di sini." Bianca segera duduk di samping Arlena, sementara Ronald memilih untuk tetap di dekatnya. "Arlena, suamimu ke mana? Kenapa dia tidak pernah terlihat mendampingimu?" tanya Christine penasaran. Arlena tersenyum kecil, mencoba menyembunyikan rasa sesak di dadanya. "Dia sibuk sekali akhir-akhir ini. Pekerjaannya menumpuk." "Ya ampun, aku beruntung Ronald selalu bisa mendampingiku," celetuk Bianca sambil menyender di bahu Ronald dengan bangga. Ronald ikut menimpali, "Suamimu pasti juga punya waktu luang. Kamu harus bangga dia berjuang
Di siang hari yang hangat, Kael duduk di kursi ruangannya dengan wajah serius. Dia telah memanggil Selena untuk membahas sesuatu yang terus menghantui pikirannya. Ketika Selena masuk, Kael memulai pembicaraan dengan nada rendah, namun tegas. "Selena... tolong jawab dengan jujur. Ada masalah apa kamu dengan Arlena dalam rekaman CCTV itu?" tanyanya, sorot matanya tajam, tapi suaranya berusaha menenangkan. Selena menunduk, menggenggam jemarinya yang gemetar. "Tuan... maaf, aku tidak bisa menceritakannya. Itu adalah rahasia Nyonya," jawabnya pelan. Tanpa sadar, air mata mulai mengalir di pipinya. Kael mendesah, mencoba menahan emosinya. "Rahasia Arlena adalah rahasiaku juga, Selena. Aku suaminya. Jadi, aku berhak tahu," tegas Kael, nadanya sedikit mengeras. Selena menggeleng pelan, lalu menghapus air matanya dengan tisu. "Bukan seperti itu, Tuan... tapi..." ucapnya, suaranya terhenti di tengah kalimat. Air matanya makin deras, membuat Kael semakin bingung dan cemas. Kael memanda
Malam telah larut, dan suasana rumah Kael terasa hening, hanya diiringi oleh suara jarum jam yang berdetak pelan di dinding ruang tamu. Selena duduk di sofa dengan posisi gelisah, tangannya memegang cangkir teh yang sejak tadi tak disentuh. Tatapannya kosong, tetapi pikirannya penuh dengan berbagai prasangka yang membuncah tanpa kendali. "Kenapa dia belum pulang juga?" gumam Selena dengan nada lirih, tetapi penuh kekesalan. "Apa yang mereka lakukan selama ini? Restoran apa yang buka sampai selarut ini? Apakah... apakah dia benar-benar tidak peduli lagi dengan Nyonya?" Selena menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan perasaan marah dan kecewa yang semakin meluap. Pikiran-pikirannya mulai liar, membayangkan hal-hal yang tak seharusnya ia pikirkan. "Bianca itu... wanita licik. Dia pasti memanfaatkan keadaan. Dan Tuan... dia bahkan tidak menghormati kematian istrinya! Baru saja istrinya meninggal, dia sudah sibuk dengan wanita lain!" suara Selena semakin kesal. Ia berdiri dari sofa, m
Ruangan Kael dipenuhi dengan keheningan yang menyesakkan. Hanya suara jarum jam di dinding yang terdengar, seolah menghitung setiap detik dari rasa bersalah yang kini memenuhi hatinya. Duduk di kursi kerjanya, Kael bersandar dengan kedua tangan menutupi wajahnya. Pikirannya berputar tanpa arah, mencoba memahami setiap teka-teki yang menggantung di sekelilingnya. "Sepertinya aku terlalu keras padanya… Aku bahkan belum selesai bertanya padanya tentang masalah Arlena." Kael menghela napas panjang. Penyesalan menyelimuti hatinya. Bayangan wajah Selena, yang berlinang air mata dan penuh luka, terus menghantuinya. Selama ini, ia hanya melihat Selena sebagai sosok yang penuh teka-teki, tersangka yang paling mudah untuk disalahkan. Namun, ada satu hal yang tak bisa ia abaikan: tekad dan keberanian Selena saat mencoba menjelaskan sesuatu kepadanya. Dia bukanlah seorang pengecut yang akan bersembunyi jika bersalah. "Besok aku akan berbicara dengannya secara baik-baik. Aku harus memberikan
Suasana di rumah Kael berubah mencekam setelah penemuan jejak kaki misterius di halaman. Langit gelap mulai menyelimuti, namun ketegangan di dalam rumah terasa semakin pekat. Kael berdiri dengan tangan mengepal, rahangnya mengeras, dan sorot matanya tajam memandang Dave yang baru saja melaporkan temuannya."Aku menemukan jejak kaki pria dewasa yang mencurigakan. Jejak ini berasal dari halaman pagar dan mengarah ke lorong. Tampaknya seseorang berusaha menyelinap ke rumah Anda, tapi untungnya benda berharga di sekitar sini masih aman. Sepertinya bukan itu tujuannya," ujar Dave dengan nada serius.Kael menghela napas dalam, matanya menyipit saat memikirkan kemungkinan yang baru saja Dave utarakan."Berarti yang Selena lihat itu memang benar," gumamnya pelan, rasa bersalah merayap di hatinya."Apa ada lagi?" tanyanya dengan suara rendah namun tegas."Tidak ada, Tuan. Hanya jejak kaki itu saja. Saya tidak tahu pasti apa tujuannya karena tidak ada petunjuk lain yang mencurigakan."Kael memi
Langit mulai berubah kelam ketika matahari sepenuhnya tenggelam di balik cakrawala. Lampu halaman depan rumah Kael mulai menyala, memberikan cahaya redup yang membingkai wajah tegang Selena. Dengan tubuh yang masih kotor dan tangan yang berlumuran tanah, ia berdiri di tengah halaman dengan pandangan penuh kewaspadaan."Aku tahu kamu pasti muncul lagi," gumam Selena, matanya tajam menatap ke arah gerbang yang mulai diselimuti bayangan malam.Beberapa menit kemudian, suara langkah kaki terdengar samar dari balik pagar besi yang menjulang tinggi. Selena memicingkan mata, melihat sosok pria berjas hitam yang bergerak perlahan di balik pagar, seolah sedang mengendap-endap. Wajahnya tertutup bayangan, dan gerak-geriknya tampak mencurigakan."Dasar pengecut! Aku tahu kamu akan kembali!" pikir Selena geram.Dengan cepat, ia merunduk dan mengangkat sebongkah batu besar di dekat kakinya. Napasnya memburu, tangannya bergetar oleh tenaga yang ia kumpulkan."Akhirnya dapat juga! Kamu membuatku kes
Langit mendung masih menggantung di luar jendela kaca gedung kantor megah milik Kael Evander. Sorot cahaya suram masuk melalui tirai yang sedikit terbuka, memantulkan kilauan redup di permukaan meja kayu mahoni yang luas di depannya. Kael melangkah cepat melewati lorong kantor yang dipenuhi pegawai yang sedang sibuk dengan aktivitas mereka. Tatapan tajamnya yang biasanya penuh wibawa kini terlihat kosong, sementara lingkaran hitam di bawah matanya semakin jelas terlihat. "Selamat siang, Tuan," ucap beberapa pegawai sambil membungkukkan badan dengan sopan. Kael hanya mengangguk kecil tanpa menoleh, langkahnya tegas namun terburu-buru, seakan ada beban berat yang mendorongnya untuk segera sampai di ruangannya. Begitu pintu ruangannya tertutup rapat, Kael mendapati beberapa orang sudah menunggunya. Salah satunya adalah pria paruh baya dengan setelan jas rapi dan kacamata tebal—Notaris keluarga Evander. Dokumen-dokumen bersegel resmi tersusun rapi di hadapannya. "Tuan Kael," ujar not
Restoran yang seharusnya menjadi tempat pembicaraan serius antara Kael dan Bianca terasa semakin pengap dengan atmosfer ketegangan yang kian memuncak. Dekorasi bunga nan romantis terasa begitu salah di tengah topik yang mereka bicarakan. Kael menatap Bianca dengan tatapan penuh tuntutan."Baiklah, kita lupakan dulu soal Selena," ujar Kael dengan nada tegas, matanya yang tajam menusuk Bianca. "Aku ingin tahu, apa kamu tahu sesuatu tentang Arlena sebelum dia tewas?"Bianca menarik napas dalam, seakan menyiapkan dirinya untuk berbicara. "Waktu itu aku bertemu dengannya di Mall. Arlena sedang menangis terisak-isak di kamar mandi. Selena... dia hanya berdiri di luar, diam, tidak melakukan apa pun untuk menenangkan Arlena. Aku ingin menghampirinya, ingin menenangkannya, tapi... aku takut Selena akan menghalangiku. Jadi, terpaksa aku biarkan."Kael merasakan sesuatu menghantam dadanya. "Arlena… menangis?" tanyanya dengan suara serak, seolah kalimat itu sulit keluar dari bibirnya.Bianca meng
Pagi itu, udara di dalam rumah Kael terasa lebih berat dari biasanya. Selena, yang sedang sibuk mengepel lantai, merasakan ketegangan yang menggelayuti dirinya. Ia melewati kamar Kael, matanya melirik pintu yang tertutup rapat, bertanya-tanya apakah Kael masih tidur atau sudah bangun. Namun, tidak ada suara apapun yang terdengar dari dalam kamar. "Dia masih tidur, kah?" tanya Selena dalam hati, merasakan sedikit keheranan. Namun, tugasnya tetap harus diselesaikan. Tak lama kemudian, ketua pelayan mendekat dan memberinya perintah. "Selena, hari ini kamu bertugas mengepel semua lantai di setiap sudut!" ujar ketua pelayan dengan nada tegas. "Baiklah," jawab Selena, tetapi matanya tak bisa lepas dari kamar Kael yang masih hening. Ia merasa ada sesuatu yang ganjil, namun segera melanjutkan pekerjaannya. Tiba-tiba, suara mobil terparkir di halaman rumah Kael, membuat Selena berhenti sejenak. Ia melirik lewat jendela dan melihat sosok Bianca turun dari mobil. Rasa kesal mulai merayap di
Hujan deras mengguyur malam itu, menciptakan genangan air yang memantulkan kilatan petir. Di sebuah ruang tamu megah, tubuh seorang wanita tergeletak tak bernyawa di atas lantai marmer putih yang kini ternoda darah. Suara jerit tangis pelayan menggema, namun yang paling menghancurkan adalah tatapan Kael—tatapan seorang suami yang baru saja kehilangan cinta sejatinya. Di sudut ruangan, Selena berdiri terpaku. Tangannya gemetar, matanya nanar memandang pisau berlumuran darah yang entah bagaimana bisa tergeletak di dekat kakinya. Dia tidak tahu apa yang terjadi, hanya ingatan samar-samar saat dirinya datang untuk menyampaikan laporan kerja kepada istri Tuan Kael beberapa jam lalu. "Ini pasti mimpi buruk,"gumamnya, napasnya terengah. Namun, jeritan pelayan tiba-tiba menghentikan lamunannya. "Itu dia pelakunya! Selena! Aku melihatnya masuk tadi, dan sekarang... Nyonya sudah mati!" Kata-kata itu menggema seperti lonceng kematian di telinga Selena. Pandangannya mengabur saat pa...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen