Setelah menghabiskan beberapa jam untuk berbelanja, akhirnya Maya bisa bernapas lega saat semua barang yang dibutuhkannya sudah terbeli. Niat awal yang hanya ingin membeli susu dan cemilan, malah merembet ke barang lainnya yang terlihat lucu. Terlalu bersemangat sampai troli belanjanya penuh, beruntung ada Bruce yang membantu. Pengawal itu mengikutinya layaknya bayangan, tidak banyak bicara, tapi selalu ada.
“Anda tidak mau makan dulu?” tanya Bruce, melirik pada Maya yang sudah duduk tenang di bangku penumpang.
Wajah wanita hamil itu tampak pucat. Mungkin kelelahan juga karena berjam-jam menghabsikan waktu di luar. “Tidak perlu. Saya ingin langsung pulang.”
“Tapi, Nona, Anda belum makan siang, wajah Anda bahkan keliatan pucat.” Bruce tidak dapat menutupi ekspresi khawatirnya. Ingin sekali dia menghampiri Maya dan merengkuh wanita itu ke dalam pelukannya.
Agaknya Maya sedang dalam mode menurut. Dia memberikan anggu
Juan tidak jadi mengajaknya ke rumah sakit. Pria itu membatalkan ajakannya dan malah menyuruh Maya beristirahat di kamarnya. Juan sadar wanita hamil itu pasti lelah setelah berjalan seharian. Maya setuju saja. Toh, kakinya memang lumayan bengkak karena terlalu lama berjalan.Di kamarnya, bukannya istirahat, Maya malah tampak sibuk sendiri. Dia mengeluarkan sebuah kotak yang sejak dulu disimpan dengan rapi. Di dalam kotak itu terdapat banyak barang-barang pemberian Juan padanya.Maya mengeluarkan salah satunya, sebuah liontin hadiah ulang tahunnya yang ke-17 tahun. Entah kapan jelasnya, mungkin perasaannya mulai beda sejak waktu itu. Sejak Maya melihat sang kakak dalam balutan jas berwarna kream, mengucapkan selamat ulang tahun dengan suara yang sangat merdu di telinganya.Saat itu Maya merasa sang kakak adalah Dewa Yunani. Sangat tampan, memesona, dan berhasil menarik perasaan cintanya untuk pertama kali. Maya seakan berikrar hanya akan mencintai Juan, pertama d
Juan kembali ke rumah sakit seorang diri. Setelah menyuruh Maya beristirahat, dia menyempatkan diri untuk bertemu dengan Bruce. Rasanya dia harus menegaskan batasan pengawal itu dalam bertindak.“Jangan melewati batasanmu, Bruce!” Ucapan Juan yang berterus terang disambut dengan wajah datar oleh sang pengawal.“Apa maksud, Tuan Muda?”“Jangan berlagak tidak tahu. Saya dengan jelas melihat ketetarikan di mata kamu pada Maya.”Bruce terdiam beberapa saat. Setelahnya dia menarik sebelah bibirnya hingga membentuk seringai miring. “Baguslah jika Anda sudah tahu. Saya tidak perlu lagi menutupi perasaan saya.”Juan mengepalkan tangannya dengan kuat. Rahangnya mengeras mendapati respon Bruce yang seakan sengaja mengibarkan bendera perang padanya. “Lancang sekali kamu! Ingat posisimu. Kamu tidak pantas dengan Maya.”“Lalu siapa yang pantas? Jelas bukan Anda, kan? Karena saya yakin, And
Maya mendengar pintunya kembali diketuk. Dia memutar bola matanya malas, siapa lagi yang menganggunya di tengah malam seperti ini? Dengan kesal, dia turun dari ranjang. Melangkah lebar dan membuka pintu.“Ada ap—eh?” Maya kembali mengatupkan bibir. Tatapan yang tadinya kesal, berubah berbinar melihat siapa yang berada di depannya sekarang. “Juan?”Juan tidak menyahut, tatapannya berusaha menyelami kedua mata milik Maya. Seakan mencari sesuatu yang bisa membuat keyakinannya tumbuh. Wanita dengan linger satin yang sangat menggoda. Penampilan wanita itu seakan mengundangnya untuk melakukan hal lebih. Juan berusaha tidak terpengaruh, tetap menyelami tatapan di depannya.Namun tatapan saja rupanya tak cukup, Juan menggeleng pelan. Dengan gerakan tak terduga, dia segera menerjang Maya, sampai wanita itu mundur selangkah.Maya cukup terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Namun hanya berlangsung beberapa detik karena detik
Perlahan kelopak mata yang sejak tadi terpejam, mulai terbuka. Seperti kelopak bunga yang baru mekar, kuncupnya tidak langsung terbuka lebar.Mulan mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke retina matanya. Dia kembali menutup mata, hal yang malah membuat panik seseorang di dalam sana.“Mulan, please, jangan pingsan lagi!” bentak Alex tanpa sadar. Dia bahkan mengguncang bahu Mulan dengan kasar, berusaha membangunkan wanita itu agar tidak lagi pingsan.“Stop, Lex. Sialan!” umpat Mulan dengan kesal. Dia berusaha menyingkirkan tangan Alex itu di bahunya. Gara-gara ulah lelaki itu, pentingnya makin menjadi. Mulan membuka mata dan langsung menyorot Alex dengan tajam. “Fuck off!”Bukannya marah, Alex malah
Mendapatkan tamu tak diundang jelas bukan hal yang menyenangkan, apalagi bila tamu itu adalah orang yang tidak ingin ditemui. Mulan hanya diam, menatap sang tamu dengan tatapan kurang bersahabat. Bahkan Alex yang sejak tadi berada di dekatnya tak dia hiraukan.Maya, si tamu yang dimaksud sudah berdiri tegap di samping ranjang di mana Mulan beristirahat. Wanita yang dihindari Mulan sebisa mungkin malah datang dan mengagetkannya sesaat.“Hmm, aku keluar saja,” kata Alex yang merasa suasana mulai tegang. Dua wanita yang saling menatap lelat tanpa kata itu sama-sama butuh waktu. Tidak ada jawaban, Alex tetap keluar dan memberi waktu sebanyak mungkin.Sampai suara pintu terdengar, suara helaan napas panjang terdengar berikutnya. Maya yang sejak tadi berdiri, berjalan dan duduk di tempat Alex tadi. Tepat di samping Mulan. Dia memperhatikan setiap inci tubuh Mulan dengan seksama.“Bagaimana kabarmu?” tanyanya basa-basi. Suara yang terakhi
“Aku harus mencari cara untuk menyingkirkan Mulan,” gumam Maya pelan.Dia pulang dalam keadaan kesal, tidak ada hasil yang didapatkannya. Jangankan menyuruh Mulan pergi, Maya pun belum mendapatkan jawaban atas siapa ayah dari anak yang dikandung Mulan. Meski sebenarnya, tanpa bertanya pun Maya yakin siapa ayahnya.Tiba di rumah, Maya segera masuk ke dalam kamarnya. Tidak ada bayangan Juan di sana, mungkin pria itu sudah pergi ke kantor. Maya mendengkus, cinta yang terlalu besar membuatnya hampir gila. Dia selalu merasa ketakutan setiap detiknya. Tidak sanggup rasanya bila kehilangan pria itu.Lagi, Maya mendesah panjang. Dia merobohkan tubuhnya tengkurap di ranjang empuknya. Matanya terpejam, merasakan beban pikirannya yang semakin menumpuk semakin banyak. Rasanya sungguh lelah. Dia ingin menyerah, tapi dia sudah berdiri di titik ini. Hanya tinggal selangkah lagi dan semua yang diinginkannya akan terwujud.Tanpa disadari, seseorang sudah menye
Maya lekas membuka pintu hingga memperlihatkan sang kakak keduanya yang sudah berdiri di sana. Maya berusaha memasang wajah tenang, meski gemuruh di dadanya tak mau berhenti. Dalam hati dia meyakinkan diri berharap tidak ada yang mencurigakan dari penampilannya.“Kakak?” sapa Maya dengan senyum tipisnya.“Boleh masuk?”Maya mengangguk. Ada kerutan samar di keningnya melihat Julian yang tampak tak biasa. Senyum pria itu bahkan terasa sangat dipaksakan. Maya makin bingung saat pria itu banyak diam dan hanya menghembuskan napas kasar.“Kenapa, Kak?” tanya Maya lebih dulu. Mulai tidak sabar dengan keterdiaman sang kakak.“Kamu kenal Mulan?” tanya Julian dengan nada rendahnya.'Mulan lagi,' rutuk Maya dengan kekesalannya. Dia mulai sedikit curiga dengan sikap sang kakak. Dia memberikan anggukan kaku, menunggu maksud pertanyaan sang kakak. “Juan sempat menceritakan tentang dia.”
“Tunggu!” teriak Juan yang sudah mencekal Mulan lebih dulu.Mulan yang sejak tadi berlari tak tentu arah, menghentikan kakinya dengan tubuh tegang. Dia kira sejak tadi yang mengejarnya adalah Alex, tapi kenapa malah Juan yang kini berdiri tegap di depannya. Ke mana perginya Alex?Mulan berusaha menarik lengannya yang masih dicekal Juan, tapi pria itu seakan tidak ingin melepaskannya dengan mudah.Juan malah makin mengeratkan cekalannya.“Lepas!” sentak Mulan dengan wajah marahnya.“Sebenarnya apa yang ada di pikiran kamu! Kamu tidak ingat sedang hamil, kenapa harus lari-larian,” omel Juan yang sejak tadi merasa khawatir. Padahal niatnya ingin berkata halus dan dan membujuk wanita itu, tapi tetap saja, rasa khawatir malah membuatnya kesal.Juan sudah menahan diri untuk tidak memeluk Mulan saat ini. Bagaimanapun, Juan tahu etikanya. Mulan pasti akan risih bila dirinya terlalu agresif.“Kamu baru saja se