Dunia Kara kini berubah setelah kehadiran Lee Sin, seorang idol Korea yang sedang naik daun. Kehidupan barunya berawal dengan pertemuan yang jauh di luar dugaan. Tuhan telah memberikannya bonus atas semua doa-doanya. Bagaimana mungkin dia bisa menjalin hubungan dengan seorang idol? Itulah kuasa. Keajaiban yang tak tahu kapan datang dan menghilang. Yang Kara rasakan sekarang adalah perasaan saling mencintai diantara dirinya dan Lee Sin. Tetapi ada sesuatu yang membuatnya kembali memutar hati dan pikiran. Gyo Joon?? Mengapa pria ini hadir di waktu yang bersamaan? Siapakah sebenarnya yang ada di hati Kara? Siapakah pria yang sudah membuat hatinya tergugah sejak awal bertemu?
View MoreKepalaku pusing. Aku ingin muntah. Tolong aku! Help me! Siapapun yang ada di sampingku sekarang, aku ingin muntah... Tolong! Tolong bantu aku!!!
Ku gerakkan kepalaku dengan pelan. Masih dalam keadaan tak sadar, aku disambut sebuah botol air mineral. Ternyata ada sekilas bayangan tepat berada di sampingku. Di samping kursiku.
"Oh... Maaf!" seruku saat melihat seorang pria berkulit putih dengan hidung mancung dan lengan yang sedikit berotot menyodorkan botol itu padaku.
Dia tersenyum dengan botol yang masih dipegangnya, "Tidak apa-apa. Apa kau sudah lebih baik sekarang?" tanyanya sambil memperhatikan seluruh bagian wajah dan tubuhku dengan sangat teliti.
Aku mengangguk. "Aku sudah lebih baik."
"Ini, ambillah! Wajahmu berkeringat," ujarnya dan juga menyodorkan sebuah sapu tangan berwarna biru muda padaku.
Tanpa pikir panjang lagi, aku mengambilnya dan menyapukannya ke seluruh permukaan wajah. Sekilas ku lihat ada sulaman huruf GJ di sapu tangan itu.
"Kau akan pergi ke Korea?" tanyanya saat aku mulai membersihkan wajahku dengan sapu tangan yang diberikannya.
"Ya..." jawabku.
"Oh, begitu. Perkenalkan, aku Gyo Joon." Kali ini pria itu menyebutkan namanya sambil sedikit menundukkan kepalanya, memberi salam ala Korea.
"Kara. Almaira Karalina," jawabku sambil tersenyum dan mengikuti gerakannya tadi.
"Nice to meet you...."
Aku membalasnya lagi dengan senyuman dan mulai mengingat apa yang sebelumnya terjadi. Apakah aku telah mengacaukan sesuatu? Atau telah terjadi sesuatu padaku? Aku terus berusaha mengingat setiap hal yang ku lakukan setelah berada di dalam pesawat ini.
"Kau tidak makan sebelum berangkat tadi?"
Aku mendadak kaget dan menoleh pada lelaki itu. "Kenapa?" tanyaku penuh penasaran.
Dia mengambil sesuatu dari bawah tempat duduknya dan menunjukkannya padaku. Sebuah kemeja. Sedikit noda. Oh, bukan. Kotoran. Seperti kotoran, tetapi apa itu? Kenapa dia menunjukkannya padaku? Aku memandang kemeja itu dengan sangat teliti.
"Kau tidak mengingatnya?" Dia kembali bertanya dan meletakkan kemeja itu kembali ke bawah.
Aku menggeleng.
"Benar? Benar-benar tidak mengingatnya?" tanyanya untuk ke-sekian kali.
Aku menggeleng lagi. Oh, Tuhan! Kenapa aku ini? Kenapa aku tidak mengingat apapun? Apa yang sedang dibicarakan oleh pria ini?
"Well, tidak masalah bagiku. Kalau begitu, ayo kita tidur saja!" ajaknya dan mulai menyandarkan kepalanya di bantalan kursi pesawat.
Dia menutup mata perlahan-lahan sampai terdengar suara dengusan nafasnya yang sangat merdu. Kenapa suara nafas bisa semerdu ini? Aku membiarkan pria itu tidur dengan pulas. Di samping itu, otakku juga terus berputar dengan apa yang baru saja ditunjukkannya tadi. Ada apa sebenarnya? Aku... Apakah ada hubungannya dengan kemeja kotor itu??? Aduh, kenapa aku susah sekali mengingatnya????
Akhirnya. Ku angkat ransel miniku yang berada tepat di samping kaki pria itu. Ku lirik dia. Dia masih tetap di posisi yang sama seperti tadi, bersandar dan menutup matanya. Apa dia tidak tahu, kalau pesawat ini baru saja landing dan kami telah sampai? Ku kibaskan telapak tanganku di hadapannya. Dia tak bergeming sedikitpun. Apa dia masih tidur? Pelan-pelan aku berdiri dan berusaha melihat wajahnya dalam jarak yang sangat dekat. Wajahnya sangat bersinar, seperti seorang selebriti. Ah, mana mungkin! Memang kebanyakan orang Korea seperti ini. Mereka memiliki kulit yang putih dan wajah yang tirus. Aku dengar-dengar sih, itu semua karena bantuan operasi plastik yang sangat terkenal di negara mereka. Hum... Aku kembali konsentrasi pada pria ini. Tubuhnya juga mengeluarkan wangi yang sangat sedap. Aku hampir kehabisan nafas berada di dekatnya dan berlama-lama seperti ini. Ku pikir, dia harus bangun. Ku tepuk bahunya dengan pelan dan memanggil namanya berulang-ulang.
"Tuan Gyo Joon, kita sudah sampai. Apa kau masih tidur?" Aku terus mengatakannya berulang kali berharap dia mendengar suaraku.
Namun, posisinya masih belum berubah juga. Tetap seperti itu.
"Tuan... Bangunlah! Kita sudah sampai!" seruku lagi dan kali ini aku mengatakannya tepat di telinganya.
Tiba-tiba kepalanya bergerak dengan mata tertutup dan tangannya menyambar lenganku yang berpangku di pegangan kursi. Aku tak sadar dan oleng. Lalu....
"Mianhae... Mianhae... Mianhae..." Pria itu terus menerus menundukkan badannya padaku dan mengucapkan maaf dalam bahasa Korea berulang kali.
Aku tak bisa berkata apa-apa selain mengangguk dan menganggap tidak terjadi apapun.
"Aku benar-benar tidak sengaja. Jangan kau pikir itu adalah taktikku! Tidak sama sekali!" Dia memandangku dengan sangat lama. Sudah hampir 10 menit kami keluar dari dalam pesawat dan dia belum juga selesai mengucapkan kata maaf padaku.
"Aku mengerti, Tuan. Tidak apa-apa. Aku juga minta maaf. Aku hanya ingin membangunkanmu. Itu saja..." jawabku dengan perasaan malu. Bagaimana aku tidak malu? Kami baru saja berciuman di dalam pesawat. Sepi. Sunyi. Hanya kami. Ya, hanya kami berdua. Apakah ini sebuah keajaiban? Apakah aku sedang mengikuti acara reality show seperti di televisi itu? Apakah aku… Ah, rasanya ini mimpi!
Ku rebahkan tubuh yang sudah sangat kaku ini ke kasur empuk di kamar yang akan ku tempati selama beberapa tahun untuk menyelesaikan studiku. Aku lega. Aku sudah sampai di kota ini. Kota penuh bunga dan cinta. Kotanya para Kpop bergentayangan. Kota impianku. Seoul.
Drrrtttt... Drrrtttt... Drrrrttt... Bunda memanggil...
"Iya, Nda..." sapaku saat wajah bunda muncul dalam video call kami kali ini.
"Sudah sampai, Sayang?"
"Sudah. Baru saja."
"Bagaimana di sana? Kamu baik-baik saja, kan?"
"Alhamdulillah... Aku baik-baik saja, Nda. Oya, mana ayah dan Kak Nathan?"
"Mereka sedang keluar. Bunda khawatir kamu kesasar, Nak...."
"Tidak dong! Doa Bunda akan selalu menyertaiku." Aku tersenyum dengan rasa bahagia.
"Jaga diri baik-baik ya, Sayang! Selalu kasih kabar, kalau ada apa-apa di sana. Bunda akan selalu merindukanmu, Nak.""Hahahaha... Iya, Nda. Doakan aku terus ya?"
Bagaimana beliau tidak gelisah? Ini adalah pertama kalinya aku pergi berjauhan darinya dan dalam waktu yang lama. Maklum saja, aku adalah anak perempuan satu-satunya di keluarga. Dari kecil mereka semua sudah membiasakanku menjadi sosok yang mandiri walaupun Bunda tetap tidak bisa menerima, kalau aku sudah dewasa sekarang. Aku kembali merindukan mereka padahal kami baru saja berpisah selama kurang lebih 12 jam. Setelah berleha-leha tak karuan di atas kasur, ku angkat tubuhku dan melangkah keluar kamar. Mandi adalah langkah yang paling tepat setelah aku berpeluh keringat dan... Bajuku? Celanaku? Kenapa sekotor ini? Bahkan kotornya sama dengan... Ya... Kemeja Tuan Korea itu! Oh, Tuhan!!! Apa aku benar-benar tidak mengingatnya? Apakah aku muntah????? Handuk yang berada di atas koper langsung saja ku sambar dan berlari menuju kamar mandi. Bagaimana ini? Aku yakin, aku pasti muntah dan mengenai kemeja Tuan Korea itu. Hah, matilah aku! Bagaimana aku bisa seceroboh ini? Pantas saja dia menunjukkan kemejanya padaku berharap aku mengingat apa yang terjadi dan meminta maaf padanya. Aku tidak tahu harus mencarinya kemana sekarang. Setelah perpisahan di Bandara, aku tak lagi melihatnya. Padahal, kami baru saja membuat kenangan paling indah dalam hidupku. Oh, No! Tidak… Tidak… Jangan diingat lagi! Maafkan aku, Tuan Korea. Semoga kita bisa bertemu lagi, batinku. Sedang asyik membereskan pakaian dan semua perlengkapan di dalam lemari, tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamarku.
"Sebentar..." sahutku dari dalam kamar.
"Annaeyoenghaseyooo..." sapa seorang gadis putih, cantik, memakai hotpants biru, dan berkaus putih dengan dua kuncir di rambutnya menundukkan badannya padaku begitu pintu kamarku terbuka.
Aku tersenyum memandangnya, "Hai...."
"Kau yang datang dari Indonesia itu, kan?" tanyanya.
"Ya...."
"Aku Mi Hee. Kamarku berada di sudut kanan sana. Kalau kau perlu sesuatu, panggil saja aku!" serunya lagi sambil menunjuk sebuah ruangan berpintu ungu.
"Baiklah. Oya, namaku Kara. Almaira Karalina," ujarku dan menyodorkan tangan padanya.
"Senang bertemu denganmu, Kara...."
"Ehm... Kau sudah lama di sini?"
"Ku pikir 2 bulan waktu yang sudah cukup lama, bukan?"
"Erm. Begitu ya?"
"Oya... Kalau kau ada waktu, ayo kita jalan-jalan sore ini!"
Perkenalan itu membuatku dan Mi Hee semakin erat. Bahkan, aku tak ingin kehilangan dia, walau sedetikpun dalam keseharianku. Mi Hee sudah menjadi keluargaku satu-satunya di negeri ini. Negeri yang penuh dengan pria tampan juga wanita berparas cantik.
Aku masih menangis. Ku pandangi foto diriku dan Lee Sin bergandengan saat di Jeju. Dia begitu ceria. Dia begitu menawan. Sampai aku tak menyangka ini terjadi padanya. Kenangan itu kembali terngiang di ingatanku. Saat Lee Sin mengungkapkan semua perasaannya yang begitu kuat untukku.“Sebenarnya apa yang membuatmu begitu mencintaiku, Lee Sin?” tanyaku padanya.“Hm, apakah kau harus tahu?” jawabnya menggodaku.“Nae… Aku masih tidak percaya seorang idol Korea menyukaiku. Ini sebuah keajaiban, kan?” jawabku sambil tertawa kecil.Dia mengencangkan pelukannya di pinggangku. “Aku juga tidak tahu. Mungkin ini yang disebut cinta. Aku tidak punya alasan apapun untuk mencintaimu,” jawab Lee Sin.“Oya?”“Nae. Aku benar-benar mencintaimu…”“Kau yakin?” ulangku lagi.“Kalau aku sudah mengatakan ya, berarti itu adalah kejujuran. Selama ini j
Aku berjalan perlahan menuju gerbang kampus. Suasana hatiku masih kacau walaupun sudah tak ada lagi yang terjadi. Bullyan yang ku terima beberapa bulan yang lalu sudah memudar perlahan-lahan. Mereka tak lagi melihatku dengan sinis. Mi Hee benar, ini hanya sementara saja dan akan segera berakhir. Ku harap tak akan terulang lagi di dalam hidupku. Di saat bersamaan, telepon genggamku berdering.“Nae…” jawabku dengan pelan.“Oediyeo?” tanyanya dengan nada yang tidak biasa.“Aku di kampus. Ada apa??”“Aku pikir kau harus bolos hari ini.”“Waeyo?”“Kau pulang saja. Aku tunggu di rumah sekarang…”Klik. Telepon terputus.Suara Mi Hee terdengar berbeda dari biasanya. Dia juga tiba-tiba menyuruhku pulang di saat seperti ini? Ku pandang gerbang kampus yang sedikit lagi ku jangkau. Apakah a
Kembali aku menguak cerita lama yang masih bersemi indah di dalam hatiku. Malam ulang tahun Lee Sin yang sangat berarti untukku. Saat itu, Professor Hyuna menyarankanku untuk memberikan sebuah syal pada Lee Sin di hari ulang tahunnya. Menurut Hyuna, Sin pasti akan selalu memakai syal ini kemanapun dia pergi. Dengan begitu, syal pemberianku akan selalu menjadi pendamping dimana pun dia berada."Bagaimana? Kau tertarik??" tanyanya dan mendekatiku yang masih memilah-milah syal yang pantas untuk Lee Sin.Aku masih bingung. "Semua syal yang ada di sini benar-benar bagus, Unnie," jawabku.Professor Hyuna tertawa kecil melihat wajahku yang kebingungan. Dia juga ikut membantuku memilih kado ulang tahun Lee Sin."Apakah kau tahu warna kesukaannya?" tanyaku dengan wajah memelas pada Hyuna. Aku memutar kedua bola mataku."Hitam, putih, dan abu-abu. Ku pikir seperti itu warna kesukaannya," jawab Hyuna lagi."Hitam, putih, dan abu-abu? Dia benar-benar ti
Lagi-lagi aku melamun tentang Lee Sin. Aku sama sekali tak menyangka hubungan kami akan berakhir secepat ini. Sudah lebih dari sebulan, Sin tak pernah lagi menghubungiku. Sebenarnya tak ada siapapun yang mengharapkan ini terjadi. Dimana dia dan apa yang terjadi dengannya, aku sama sekali tak tahu. Setiap aku mencoba menghubungi Sin, teleponnya selalu tidak aktif. Satupun pesan singkat yang ku kirim tak pernah dibaca dan dibalas. Ada apa sebenarnya??Aku mulai mengenang kembali semua kebersamaan kami sebelum Sin benar-benar menghilang dariku.Kami sampai di Jeju. Tepat sebulan setelah makan malam itu, kami menjalin hubungan yang aku sendiri tak tahu harus mendeskripsikannya seperti apa. Aku hanya menikmati hubungan itu dengan seorang idola Korea, Lee Sin. Mungkin akan banyak pro dan kontra dalam hubungan kami, tetapi kami tak perduli. Belum lagi, Lee Sin juga tak ingin siapapun mengetahui hubungan kami. Masalah pekerjaan adalah nomor satu baginya dan aku tak bisa memung
Langkahku ini terasa berat pada akhirnya. Ini adalah tahun ketiga, dimana kehidupanku semakin rumit selama berada di Korea. Padahal, selangkah lagi pendidikanku akan selesai, tetapi kekhawatiran semakin menggebu di dalam hati. Perasaan yang tak bisa ku ungkapkan dengan apapun itu sebenarnya. Sudah sebulan lamanya, Sin juga tidak menghubungiku. Apakah dia benar-benar sibuk dengan pekerjaannya atau dia sedang melupakanku sementara waktu? Ah, seharusnya aku memyadari sesuatu diantara kami. Seorang superstar pasti tidak akan memiliki banyak waktu luang sepertiku, gumamku selalu di dalam hati. Terakhir pertemuanku dengannya adalah pada saat malam itu, malam ulang tahun Lee Sin."Saengilchukka habnida... Saengilchukka habnida... Saranghae uri Lee Sin, Saengilchukka habnida."Nyanyian ini terdengar lebih syahdu di telingaku. Aku pun ikut bernyanyi dengan wajah berseri-seri. Sin juga terlihat sangat bahagia. Dia mengenakan kemeja biru muda, jas hitam, dan celana panjang hitam
Pagi ini, kami bersiap-siap untuk pulang ke Seoul. Aku mengikat rambutku dan masuk ke dalam mobil. Lee Sin sudah menungguku di dalam dengan kacamata hitam dan topinya. Dia tersenyum memandangku yang saat itu sedang berjalan keluar dari penginapan. Mudah-mudahan pagi ini saluran TV Korea dalam keadaan baik-baik saja. Aku melangkah lebih cepat lagi menuju mobil agar tidak ada yang melihat keberadaan kami. Kalau sampai itu terjadi, akan menjadi sebuah berita besar di Korea."Gwenchana?" tanyanya saat aku membuka pintu mobil."Nae..." jawabku tersenyum.Dia membalas senyumanku.Sepanjang perjalanan menuju Seoul, Sin bercerita banyak tentang keluarga dan kehidupannya. Dia juga berkisah tak pernah bermimpi menjadi seorang idol seperti sekarang. Impiannya adalah menjadi seorang dokter anak. Aku tersenyum mendengar kisahnya itu."Apa kau mengenal Professor Lee Hyuna?" tanyanya saat aku membuka layar handphoneku yang sudah mati semalaman.Beberapa pe
Setelah 2 jam di dalam perjalanan menuju suatu tempat yang aku sendiri tidak mengetahuinya, akhirnya membuatku merasa segar sekarang. Sambil sedikit menguap, ku rentangkan kedua tangan dan menggerakkan kepalaku ke kiri dan ke kanan. Setelah ku sadari, ternyata aku sedang bersama Lee Sin. Aku menoleh ke arahnya.Pria itu tersenyum sembari memperhatikanku. "Kau sudah bangun?" tanyanya.Aku tersenyum malu membalasnya. Dia pasti sudah melihatku menguap tadi. Aku hanya mengangguk.Tiba-tiba, Lee Sin membuka bagian atap mobilnya dengan lebar. Udara segarpun masuk ke dalam dan membuatku menarik nafas panjang."Wah, segarnya! Aku ingin terbang sekarang juga!" teriakku dengan penuh rasa bahagia sambil berdiri di atas jok dan merentangkan kedua tangan.Anginnya seperti menampar-nampar wajahku. Pemandangan yang sangat luar biasa indahnya. Belum pernah aku merasakan udara dan suasana sesegar ini. Benar-benar suasana yang menawarkan sejuta kebahagiaan. Ak
Kami sampai di sebuah Mall, tempat dimana mereka sering berkunjung untuk membeli sesuatu. Lee Sin berjalan di depanku. Sore ini, dia mengenakan sweater besar dengan aksen bunga sakura di bagian dadanya dan memakai kacamata hitam. Sepertinya ini adalah sebuah penyamaran yang sudah dirancang serapi mungkin agar para penggemar tidak mengetahui keberadaan mereka di sini. Sementara, aku hanya menggunakan syal untuk menutupi wajahku. Rasa khawatir juga sedang berkecamuk di dalam dada. Aku takut para penggemar fanatic itu akan menyerbuku dengan tiba-tiba dan.... Ah, aku tidak ingin membayangkannya lagi. Pasti akan sulit untuk keluar dari masalah besar seperti itu."Ayo!!!!" seru Alan mengajakku masuk ke dalam sebuah butik dengan baju-baju bermerek yang sudah pasti sangat mahal harganya.Aku menelan ludah. Mungkin biaya kuliahku setahun di kota ini belum tentu dapat membeli satu baju saja dari butik ini. Aku berjalan menuju sebuah kursi tunggu yan
Jujur saja, aku sangat gugup sekali dengan suasana ini. Ini adalah pertama kalinya Sin mengajakku ke dormnya, dimana para idol yang sedang popular di seluruh negera menetap dengan karakter mereka masing-masing. Ada rasa ketidaksiapan saat bertemu dengan mereka secara langsung seperti ini.Setelah menyapa Alan, aku melihat pria itu lagi. Pria tampan dan mempesona yang rasanya tak asing bagiku. Sepertinya aku pernah bertemu dengannya sebelum ini, tetapi apakah ini sebuah dejavu? Lee Sin memanggilnya dengan sebutan Hyung. Apakah itu berarti dia adalah leader dari grup ini?Saat melihatku masuk, pria itu bangkit dari sofa dan menyapaku dengan sangat ramah. "Kau sudah datang?" tanyanya. Mata sipitnya tampak jelas, mungkin karena dia tidak memakai make up seperti di atas panggung.Aku mengangguk dengan gugup. Ada sesuatu yang berbeda setiap aku berhadapan dengan pria ini. Apa yang sebenarnya terjadi denganku?"Anggap saja seperti di rumahmu sendiri, arasso?" uj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments