Maya mendengar pintunya kembali diketuk. Dia memutar bola matanya malas, siapa lagi yang menganggunya di tengah malam seperti ini? Dengan kesal, dia turun dari ranjang. Melangkah lebar dan membuka pintu.
“Ada ap—eh?” Maya kembali mengatupkan bibir. Tatapan yang tadinya kesal, berubah berbinar melihat siapa yang berada di depannya sekarang. “Juan?”
Juan tidak menyahut, tatapannya berusaha menyelami kedua mata milik Maya. Seakan mencari sesuatu yang bisa membuat keyakinannya tumbuh. Wanita dengan linger satin yang sangat menggoda. Penampilan wanita itu seakan mengundangnya untuk melakukan hal lebih. Juan berusaha tidak terpengaruh, tetap menyelami tatapan di depannya.
Namun tatapan saja rupanya tak cukup, Juan menggeleng pelan. Dengan gerakan tak terduga, dia segera menerjang Maya, sampai wanita itu mundur selangkah.
Maya cukup terkejut dengan serangan tiba-tiba itu. Namun hanya berlangsung beberapa detik karena detik
Perlahan kelopak mata yang sejak tadi terpejam, mulai terbuka. Seperti kelopak bunga yang baru mekar, kuncupnya tidak langsung terbuka lebar.Mulan mengerjap. Berusaha menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke retina matanya. Dia kembali menutup mata, hal yang malah membuat panik seseorang di dalam sana.“Mulan, please, jangan pingsan lagi!” bentak Alex tanpa sadar. Dia bahkan mengguncang bahu Mulan dengan kasar, berusaha membangunkan wanita itu agar tidak lagi pingsan.“Stop, Lex. Sialan!” umpat Mulan dengan kesal. Dia berusaha menyingkirkan tangan Alex itu di bahunya. Gara-gara ulah lelaki itu, pentingnya makin menjadi. Mulan membuka mata dan langsung menyorot Alex dengan tajam. “Fuck off!”Bukannya marah, Alex malah
Mendapatkan tamu tak diundang jelas bukan hal yang menyenangkan, apalagi bila tamu itu adalah orang yang tidak ingin ditemui. Mulan hanya diam, menatap sang tamu dengan tatapan kurang bersahabat. Bahkan Alex yang sejak tadi berada di dekatnya tak dia hiraukan.Maya, si tamu yang dimaksud sudah berdiri tegap di samping ranjang di mana Mulan beristirahat. Wanita yang dihindari Mulan sebisa mungkin malah datang dan mengagetkannya sesaat.“Hmm, aku keluar saja,” kata Alex yang merasa suasana mulai tegang. Dua wanita yang saling menatap lelat tanpa kata itu sama-sama butuh waktu. Tidak ada jawaban, Alex tetap keluar dan memberi waktu sebanyak mungkin.Sampai suara pintu terdengar, suara helaan napas panjang terdengar berikutnya. Maya yang sejak tadi berdiri, berjalan dan duduk di tempat Alex tadi. Tepat di samping Mulan. Dia memperhatikan setiap inci tubuh Mulan dengan seksama.“Bagaimana kabarmu?” tanyanya basa-basi. Suara yang terakhi
“Aku harus mencari cara untuk menyingkirkan Mulan,” gumam Maya pelan.Dia pulang dalam keadaan kesal, tidak ada hasil yang didapatkannya. Jangankan menyuruh Mulan pergi, Maya pun belum mendapatkan jawaban atas siapa ayah dari anak yang dikandung Mulan. Meski sebenarnya, tanpa bertanya pun Maya yakin siapa ayahnya.Tiba di rumah, Maya segera masuk ke dalam kamarnya. Tidak ada bayangan Juan di sana, mungkin pria itu sudah pergi ke kantor. Maya mendengkus, cinta yang terlalu besar membuatnya hampir gila. Dia selalu merasa ketakutan setiap detiknya. Tidak sanggup rasanya bila kehilangan pria itu.Lagi, Maya mendesah panjang. Dia merobohkan tubuhnya tengkurap di ranjang empuknya. Matanya terpejam, merasakan beban pikirannya yang semakin menumpuk semakin banyak. Rasanya sungguh lelah. Dia ingin menyerah, tapi dia sudah berdiri di titik ini. Hanya tinggal selangkah lagi dan semua yang diinginkannya akan terwujud.Tanpa disadari, seseorang sudah menye
Maya lekas membuka pintu hingga memperlihatkan sang kakak keduanya yang sudah berdiri di sana. Maya berusaha memasang wajah tenang, meski gemuruh di dadanya tak mau berhenti. Dalam hati dia meyakinkan diri berharap tidak ada yang mencurigakan dari penampilannya.“Kakak?” sapa Maya dengan senyum tipisnya.“Boleh masuk?”Maya mengangguk. Ada kerutan samar di keningnya melihat Julian yang tampak tak biasa. Senyum pria itu bahkan terasa sangat dipaksakan. Maya makin bingung saat pria itu banyak diam dan hanya menghembuskan napas kasar.“Kenapa, Kak?” tanya Maya lebih dulu. Mulai tidak sabar dengan keterdiaman sang kakak.“Kamu kenal Mulan?” tanya Julian dengan nada rendahnya.'Mulan lagi,' rutuk Maya dengan kekesalannya. Dia mulai sedikit curiga dengan sikap sang kakak. Dia memberikan anggukan kaku, menunggu maksud pertanyaan sang kakak. “Juan sempat menceritakan tentang dia.”
“Tunggu!” teriak Juan yang sudah mencekal Mulan lebih dulu.Mulan yang sejak tadi berlari tak tentu arah, menghentikan kakinya dengan tubuh tegang. Dia kira sejak tadi yang mengejarnya adalah Alex, tapi kenapa malah Juan yang kini berdiri tegap di depannya. Ke mana perginya Alex?Mulan berusaha menarik lengannya yang masih dicekal Juan, tapi pria itu seakan tidak ingin melepaskannya dengan mudah.Juan malah makin mengeratkan cekalannya.“Lepas!” sentak Mulan dengan wajah marahnya.“Sebenarnya apa yang ada di pikiran kamu! Kamu tidak ingat sedang hamil, kenapa harus lari-larian,” omel Juan yang sejak tadi merasa khawatir. Padahal niatnya ingin berkata halus dan dan membujuk wanita itu, tapi tetap saja, rasa khawatir malah membuatnya kesal.Juan sudah menahan diri untuk tidak memeluk Mulan saat ini. Bagaimanapun, Juan tahu etikanya. Mulan pasti akan risih bila dirinya terlalu agresif.“Kamu baru saja se
Alex menemui Mulan, duduk berdampingan dengan wanita itu. Mereka masih di rumah sakit, tertahan karena Juan dan Joe yang terus mengintai keberadaan mereka. Seakan tidak membiarkan sesenti saja hilang dari pandangan. Dua bersaudara itu terus memaksa Mulan untuk tinggal dengan mereka, padahal Mulan pun sudah tegas menolak.Alex sudah ingin membawa Mulan ke apartemennya sendiri. Namun, bila berhadapan dengan dua pria dan pengawalnya yang lumayan banyak, tetap saja Alex mengalah. Dia hanya tidak ingin menimbulkan kericuhan“Maaf, ya, kamu juga terjebak di sini karena aku,” sesal Mulan, menatap Alex dengan rasa bersalahnya.Alex memberikan senyum menenangkan, mengusap surai hitam Mulan dengan lembut. Hal kecil yang tak luput dalam perhatian Juan. Alex tersenyum dalam hati. Memiliki kesenangan sendiri menggoda pria yang tampaknya sangat gengsian itu.“Jangan pikirkan itu. Aku tidak masalah di sini sama kamu,” katanya sok manis.Mu
Bruce menyelipkan sebatang rokok di sela jarinya. Menghisap nikotin itu sedalam-dalamnya, dan memainkan asapnya keluar perlahan dari mulut. Pikirannya sedang tidak tenang, dan beberapa batang nikotin mungkin bisa membantu menenangkan sarafnya.Pikirannya kembali melayang tentang Maya. Pada pertemuan mereka pertama kali dan bagaimana perasaannya terpikat pada wanita itu.Bruce yang saat itu baru menyelesaikan pendidikan militernya, mendapatkan tawaran dari Kriss sebagai pengawal pribadi pria itu. Bruce jelas menolak. Cita-citanya ingin menjadi prajurit negara, bukan malah melindungi sebuah keluarga dengan bisnis besarnya.Namun, saat tak sengaja Bruce melihat Kriss dengan putrinya pertama kali, saat itulah ada yang berdesir di dadanya. Wajahnya yang datar hanya menatap Maya dengan tajam. Merekam setiap sikap anggun dan tutur lembut yang mampu menggetarkan dadanya.Untuk pertama kalinya, Bruce melakukan sesuatu yang irasional. Dia menyetujui permintaan Kris
Setelah malam panjang yang berpeluh, Maya bangun lebih dulu dengan badan yang remuk. Kawanitaannya terasa lecet dan juga sedikit perih. Dia ingat bagaimana Bruce yang menggempurnya tanpa henti. Andai dirinya tidak pingsan karena kelelahan, mungkin lelaki itu pun tidak akan berhenti. Lelaki itu seperti hewan buas yang tak pernah puas memangsa buruannya.Maya menoleh ke samping dan menemukan Bruce yang masih terpejam. Keadaan lelaki itu tak beda jauh dengan dirinya yang telanjang. Wajahnya tampak damai dan polos. Beda saat terbangun yang lebih menyerupai iblis.Maya mendengkus melihat betapa berantakannya penampilan mereka. Mereka baru menyudahi kegiatan panas itu tiga jam yang lalu. Dan kini Maya merasa haus karena terlalu sering berteriak.Tiba-tiba semburat merah menjalar di pipinya. Maya merona mengingat bagaimana liarnya dia semalaman. Namun dia juga mengumpat dirinya ya