Merry meninggalkan tempat Anggraini dengan hati yang galau. Saat sudah berada di luar pagar, wanita yang bakal menjadi ibu dua anak itu melihat kembali ke belakang.Rumah berlantai dua ini cukup besar jika hanya ditempati oleh seorang saja, sementara dulunya bangunan ini adalah sebuah gudang distributor. Masih tidak masuk akal jika orang yang menempati rumah ini sekarang adalah istri pertama suaminya. Dipikirkan bagaimana pun itu tidak mungkin.Jadi stop berpikir berlebihan, Merry. Kamu masih ada banyak masalah lain yang harus kamu pikirkan, kata batinnya.Lalu wanita itu pun kembali ke rumahnya dengan menggendong Shakila. Namun begitu sampai di dalam rumah, rupanya putri sulungnya itu sudah kehilangan kantuknya dan tidak lagi ingin tidur.“Bunda kok lama?” tanya Shakila sambil menguap.“Oh, iya. Maaf, Sayang. Tadi bunda ketemu teman bunda. Terus bunda diajakin ngobrol deh. Tapi kamu jangan marah, okay? Bunda ada bawa jajanan nih buat Qila,” kata Merry sambil merogoh-rogoh kantongnya
Dari sebelah, Anggraini dapat dengan jelas mendengar bentakan Teguh terhadap Merry. Dirinya terkejut dan penasaran akan teriakan itu hingga ia mendekat ke balkon samping yang menghadap langsung ke arah kamar suami dan istri kedua suaminya itu.Anggraini membuka sedikit pintu balkon tanpa ia menampakkan diri di balkon itu. Ia hanya ingin mendengar dengan lebih jelas apa yang sedang diributkan oleh tetangganya itu.Jadi Teguh telah kembali dari Singapura dan langsung ke Bandung menemui istri mudanya? Anggraini mendesis mengetahui kalau Teguh memperlakukan Merry dengan kasar tak jauh beda dengan perlakuan pria itu yang menendangnya hingga sampai dilarikan Asyif ke rumah sakit. Sungguh sisi gelap Teguh yang tidak pernah diketahui oleh Anggraini selama ini. Ternyata dia bisa kasar pada wanita.“Kamu membuangnya katamu? Kamu membuangnya ke tempat sampah?” geram Teguh sambil mengguncang-guncangkan bahu Merry.“Lepaskan, Mas! Kau menyakitiku! Shakila melihat kita,” kata Merry lirih.Terdengar
Teguh tertegun dengan pertanyaan Merry itu. Selama ini Merey tak pernah sekalipun menanyakan apa-apa tentang Anggraini. Mengapa kali ini dia tertarik pada ada atau tidaknya Anggraini pada tumpukan kaset-kaset itu.“Tidak. Tidak ada dia di sana. Kenapa kau menanyakan itu?” tanya Teguh heran.Merry terdiam.“Kalau aku?” tanyanya pelan namun terdengar kekhawatiran di sana.Teguh menarik napas panjang.“Tidak ada. Tidak ada di antara kalian berdua di sana,” jawab Teguh mencoba menenangkan.Merry manggut-manggut. Dia sedikit lega mendengarnya.“Percayalah isi kaset itu hanya tentang kenakalanku di masa muda. Aku tidak pernah melakukan itu ketika sudah menikah,” kata Teguh mencoba meyakinkan.Merry menggeleng.“Tidak. Kamu pernah merekam kita ketika melakukan itu. Kamu yakin tidak mengubahnya dalam bentuk kepingan kaset DVD? Jujur saja, Yah. Aku takut dengan aibmu yang satu ini. Aku bertanya-tanya untuk apa kau melakukan itu? Untuk apa kau membuat kepingan kaset DVD-nya? Bagaimana kalau or
Teguh terdiam diakibatkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh Merry terhadap dirinya. Itu bukanlah pertanyaan yang bisa dengan mudah dia jawab. Mengingat apa yang perempuan itu lakukan di belakangnya, tentu dia tidak akan mudah menerima hal tersebut. Setidaknya kalaupun akan ada perceraian, itu bukan Merry yang memintanya. Dia yang harus menggugat wanita itu setelah memberikan Anggraini pelajaran tentunya.“Kenapa Mas diam saja?” tanya Merry. “Jika dia memilih bercerai setelah mengetahui tentang pernikahan kita apa yang akan Mas lakukan?”Teguh tersentak karena ketahuan melamun akibat pertanyaan Merry itu.“Umm, tentu aku akan mengabulkannya. Aku juga tidak butuh istri yang keras kepala. Aku ingin kita rukun dalam rumah tangga ini. Rumah tanggaku dengan dia bukan rumah tangga yang sama dengan dirimu. Sementara kau bisa menerima itu, kenapa dia tidak bisa? Jika dia memang tidak tahan dia akan aku persilahkan untuk mundur dari pernikahan kami,” jawab Teguh sok tegas.Kali ini Merry yang
Merry masih belum tidur dan menunggu Teguh pulang meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.“Kamu lama sekali pulangnya, Mas? Memang sesusah itu nyari tempat yang aku bilang ya?” tanya Merry begitu ia membukakan pintu untuk suaminya itu.Teguh tidak menjawab melainkan buru-buru ke belakang. Pria itu terlihat sangat penat karena berusaha mencari salah satu kaset yang hilang itu selama berjam-jam lamanya. Itu pun dia tidak berhasil mendapatkannya.“Ih, Mas cuekin aku. Kenapa nggak jawab pertanyaanku sih? Mas ketemu nggak tempat di mana aku membuang kaset-kaset itu?” tanya Merry penasaran.“Ketemu, Sayang. Tapi kamu buangnya lumayan jauh sih. Makanya ayah kesulitan cari. Ditambah lagi banyak pepohonan di pinggir-pinggir TPAS itu, jadi sulit bedakan mana pohon sirsak, apalagi hari sudah mulai gelap,” jawab Teguh sembari membuka kemeja yang dipakainya.Teguh merasa dirinya mengeluarkan aroma sampah saat ini. Ditambah lagi sejak berangkat dari Singapura tadi, dirinya belum menye
Merry terpaku di depan jendela kamarnya sambil menatap ke luar, ke arah balkon tetangganya. Perempuan itu menebak-menebak ke manakah si tuan rumah saat ini? Apakah dia ada di rumah? Apakah orang itu sedang mengawasi kondisi rumah Merry saat ini?Hati Merry waswas dan tak bisa berpikir positif tentang hal ini. Sejujurnya dia belum bisa membuktikan secara akurat 100% bahwa Anggraini adalah orang yang menjadi kakak madunya, yakni istri muda suaminya itu. Tapi perasaan ada yang mengawasi kini tak dapat ia hilangkan. Merry paranoid untuk satu kemungkinan itu.“Bun, apa yang sedang kamu lakukan di situ? Dari tadi ayah lihat kamu selalu berdiri di sana, merenung nggak jelas,” tegur Teguh.Merry tersentak. Panggilan Teguh yang memanggilnya bunda membuatnya spontan menoleh ke belakang. Ya, sejak tadi malam hubungan mereka memang kembali membaik. Keduanya sudah mulai saling memanggil ayah bunda antara satu dengan yang lain. Yah, Merry sudah memutuskan untuk menjaga hubungan pernikahannya denga
“Ada apa, Mas?” Merry menepuk pundak Teguh yang sedang berdiri di pagar sambil celingak-celinguk melihat ke kanan dan kekiri.Teguh menoleh ke belakang dengan mengernyitkan kening. 75% orang yang dia lihat tadi memiliki tingkat kemiripan yang sama dengan Anggraini. Bahkan setelah ojek yang membawa wanita itu lewat, Teguh masih sempat spontanitas mengejar hingga ke depan pagar untuk melihat punggung wanita itu, dan bagaimana pun itu memang mirip Anggraini.“Aku bilang ada apa? Kok muka Mas kelihatan kebingungan begitu? Lihat jidatnya Mas sampai mengerut begitu,” tunjuk Merry pada kening Teguh.Tegug mengusap keningnya.“Ah masa? Nggak kok, tadi Mas pikir pak RW lewat. Mas mau mempertanyakan tentang keamanan komplek kita, kok bisa rumah kita kemalingan pas kita nggak ada tapi nggak ada yang tau. Eh tapi ternyata yang lewat tadi bukan Pak RW deh,” dusta Teguh.Dia tidak ingin membuat Merry merasa paranoid dan berpikir yang bukan-bukan jika dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia melih
Krik … krik … krik …Situasi di salah satu meja coffe shop itu terlihat hening meskipun di meja itu ditempati oleh setidaknya enam orang.“Ayolah, kenapa kalian diam saja? Kayak apa aja gitu loh. Anggre jadi takut nanti,” Suara Asyif memecah kesunyian.Yang terdengar di cafe itu hanya alunan lagu klasik yang mendayu-dayu.Mendengar teguran dari Asyif keempatnya kembali menatap Anggraini seperti baru pertama kalinya melihat seorang perempuan.“Umm, sorry, sorry. Kita nggak bermaksud gitu kok. Cuma kaget aja lihat Asyif tiba-tiba bawa cewek,” sahut salah seorang di antaranya.“Hahaha, benar. Biasanya kan nggak pernah tuh dia kayak gitu. Kita bahkan sampai mikir jangan-jangan dia sukanya yang kayak kita juga. Hahaha, ada batangnya!” gelak temannya yang lain.Anggraini melihat Asyif yang berada di sebelahnya. Siapa yang sangka kalau pria itu benar-benar akan membawa dia bertemu dengan teman-teman SMA-nya.“Ck! Kalian ini ya. Kita single digangguin. Ternyata pas bawa cewek ternyata sama aj