“Kamu yakin merasa nyaman saat ini?” tanya Asyif pada Anggraini yang duduk manis di sebuah sofa bar.Wanita itu tidak melakukan apa pun selain melihat-lihat teman-teman Asyif yang sedang asyik dugem tak jauh dari mereka. “Ya, kenapa memangnya?” Anggraini malah balik bertanya sambil meraih satu kaleng minuman bersoda yang dia pesan tadi.Anggraini tidak mau lagi minum alkohol mengulang kembali kebodohannya beberapa waktu lalu. Lagipula pikirannya cukup jernih untuk saat ini.“Nggak, nggak kenapa-napa. Cuma takut kamu merasa nggak nyaman aja. Terakhir kali kamu ke klub kan sampai mabul berat dan berakhir kamu harus jadi perawat lansia untuk nenekku,” kekeh Asyif mengingatkan Anggraini.“Hahaha, jangan ingatkan itu lagi. Ck! Itu memalukan. Ngomong-ngomong, gimana kabar Bu Haji sekarang?” tanya Anggraini.“Baik. Nenek masih sering nanyain kamu tuh. Kayaknya nenek masih aja mikir kalau kamu tuh calon istriku,” kata Asyif.Anggraini manggut-manggut.“Makanya kamu cari calon istri beneran d
“Pulang, pulang! Ayo pulang!”Asyif yang setengah teler, menggiring keempat orang teman-temannya seakan mereka adalah hewan gembala.“Tapi … aku masih mau joget sama cewek yang itu,” kata Abdi yang mabuk berat sambil berusaha ingin menoleh pada cewek yang dia maksud.“No, no, no!” Asyif menggerak-gerakkan jari telunjuknya sebagai isyarat larangan. “Belum boleh kalau belum halal.”“Asyif, kau … jangan melarang aku, hmm? Kau sepertinya punya kelainan. Apa kau tidak suka cewek?” tuduh Abdi sambil menudingkan jarinya.Sungguh konyol tingkah-tingkah orang mabuk itu.Asyif tidak menyahut melainkan merangkul pundak Abdi.“Aku suka Haruka,” kekehnya.“Siapa itu?”Asyif menujuk Anggraini yang masih duduk di sofa.Sadar orang-orang yang membawanya ke klub malam ini sedang mabuk, Anggraini pun berinisiatif mendekati mereka yang akal sehatnya sudah menghilang entah kemana. “Sudah mau pulang?” tanya Anggraini pada Asyif.Asyif mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mempertahankan kesadarannya.
“Kakak, kakak! Ayo bangun!”Suara panggilan seseorang sambil mengguncang-guncang pundaknya dengan pelan membuat tidur Anggraini terganggu. Dengan kelopak mata yang berat ia membuka matanya.“Sholat subuh.”Anggraini mengernyitkan kening. Siapa orang yang repot-repot mau membangunkan dia untuk sholat subuh? Nalarnya berusaha menganalisa semua itu hingga kemudian ia akhirnya sadar kalau sedang berada di rumah orang lain.“Astaga, jam berapa ini?” Anggraini terduduk kaget.“Jam lima,” jawab Syanum.Ah iya, Anggraini lupa kalau malam ini dia sedang menginap di kamar salah satu anggota keluarga Asyif. Anggota keluarga? Entahlah sepertinya seperti itu.Anggraini menurunkan kakinya ke lantai dan lekas berdiri.“Kamar mandi ada di situ!” tunjuk Syanum seperti paham apa yang dicari oleh seorang wanita ketika ia baru saja bangun tidur.“Ya, terimakasih,” ucap Anggraini berterimakasih.Sungguh tuan rumah yang baik.Anggraini baru saja keluar dari kamar mandi ketika ternyata perempuan yang dia du
Pesan dari Syanum di terima oleh Ummi-nya Asyif dengan tangan yang bergetar menahan amarah.Bagaimana tidak, di dalam pesan chat yang ditunjukkan oleh Syanum padanya ada foto perempuan itu. Perempuan yang selama beberapa hari ini membuatnya hampir tidak bisa tidur karena putranya telah melarikan perempuan yang katanya adalah istri orang itu.Dan sekarang apa ini? Tak hanya terkejut dengan pesan chat putri bungsunya, bahkan ia sempat syok melihat foto yang dikirimkan oleh Syanum.Dia kenal wanita itu. Wanita yang belum lama ini dibawa oleh Asyif ke rumah mereka di Jakarta dan diperkenalkan oleh putranya itu sebagai perawat lansia untuk sang nenek dan kemudian hanya berselang beberapa hari saja sudah berhenti bekerja karena katanya anaknya sedang sakit.Ck? Benar-benar licik keduanya, tak hanya perempuan itu, bahkan putranya juga tega membuat kebohongan sebesar ini. Dia berani menjalin hubungan terlarang dengan wanita yang telah bersuami. Sungguh, ini perbuatan yang amat sangat tidak bi
“Eh, Ibu pulang? Ibu dari mana saja?” sambutan Bu Asih yang hangat terdengar senang saat melihat Anggraini datang.Ah, Anggraini lupa tentang keberadaan asisten rumah tangganya itu. Sudah tanggal berapa sekarang? Harusnya tanggal gajian Bik Asih sudah lewat kan? Ya ampun, karena terlalu sibuk dengan masalah hidupnya yang rumit, Anggraini bahkan hampir melupakan kewajibannya yaitu membayar hak orang yang bekerja padanya.“Lama loh Ibu nggak kelihatan. Bapak juga jarang ke sini. Duuuh saya sampai khawatir. Soalnya Bapak sama Ibu nggak ada pesan apa-apa. Takutnya kenapa-kenapa. Beberapa kali saya telepon tapi kayaknya ibu sibuk atau gimana. Telepon saya nggak diangkat. Maaf kalau saya mengganggu ya, Bu,” kata perempuan itu.Anggraini mendengar hal itu langsung membuka ponselnya dan melihat di log riwayat panggilan apa benar Bik Asih ada meneleponnya. Dan setelah dia memeriksanya, ternyata memang benar. Asisten rumah tangga yang datang dan pulang hari membersihkan rumahnya meneleponnya d
Puspa menerobos masuk begitu saja bahkan sebelum Anggraini mempersilahkan. Demikian pun dengan Riani yang memang selalu ikut ibunya kemana-mana.“Mbak Anggre sekarang jarang di rumah ya? Aku beberapa kali sempat ke sini tapi kayaknya nggak ada orang,” sapa Riani berbasa-basi dengan iparnya itu.Anggraini menanggapi dengan senyum kecut.“Ya, sekarang Mbak banyak kesibukan,” jawab Anggraini seadanya.“Mas Teguh juga jarang pulang ya, Mbak. Coba hitung sudah berapa lama Mbak Anggre dan Mas Teguh nggak ke rumah. Dua atau tiga bulan ada kali,” lanjut Riani berceloteh sambil dia juga berjalan masuk.Anggraini mengikuti saja ke dua orang itu hingga persis seperti dugaannya, mertuanya itu pasti melihat koper-koper yang baru dia bawa turun ke bawah.Puspa mengernyitkan kening dan menoleh ke belakang ke arah Anggraini. Wanita berusia di atas lima puluh tahunan itu menatap tajam Anggraini.“Kamu mau kemana, Anggre? Bawa koper sebanyak ini, kamu mau pindah? Kamu tidak mungkin mau berlibur bawa ba
“Tolong bantu angkat sebagian barang-barangku, Phi!” pinta Anggraini saat ia menyongsong kedatangan Sophia. Sophia yang baru saja turun dari mobil melihat mobil yang dipakai oleh Puspa dan Riani parkir di sisi lain depan rumah itu.“Ada mertuamu?” tanya Sophia tidak suka.Anggraini membenarkan pertanyaan Anggraini itu melalui isyarat mata. Setelah itu ia pun kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil koper-kopernya.Di sofa ruang tamu itu duduk dengan penuh amarah sang mertua, namun Anggraini tak mempedulikannya. Ia hanya perlu mengangkat koper-kopernya ini dan segera hengkang dari rumah ini tanpa mempedulikannya lagi. “Kalau kau ingin bercerai dengan Teguh, jangan pernah berharap untuk bisa kembali ke rumah ini, dan jangan berpikir untuk mendapat harta gono gini karena tak sepeser uangpun kau punya hak di rumah ini. Ini semua punya Teguh,” kata Puspa memperingatkanMendengar perkataan ibunya Teguh yang terkesan sangat merendahkan Anggraini itu, Sophia tak tahan untuk tidak angkat
Anggraini baru saja keluar dari pengadilan agama setelah ia selesai mengurus berkas perceraiannya dan mendaftarkan gugatan cerainya terhadap Teguh. Dan kini ia sedang berada di dalam mobil Sophia yang sedari tadi menjemputnya di rumahnya hingga berada di depan pengadilan agama ini.Layar ponsel Anggraini menyala, membuat Anggraini kini memusatkan perhatiannya pada sebuah panggilan telepon yang dia terus abaikan sejak berada di dalam tadi.Sebuah panggilan telepon dari Teguh yang totalnya mungkin sudah ada dua puluhan di log riwayat panggilan pada perangkat ponselnya. Tentu saja pria itu telah mengetahui tentang dirinya yang akan menggugat cerai pria itu. Dia pasti sudah diberitahu oleh ibunya. Anggraini sangat tahu itu.“Siapa? Calon mantan suamimu itu?” tanya Sophia sinis.Anggraini membenarkan dengan mengangkat alisnya.“Biarin aja, nggak usah diangkat,” larang Sophia.“Aku angkat aja sih, Phi. Takutnya kalau nggak diangkat dia akan terus gangguin aku. Lagipula bagus kalau kami ngo