Sophia melirik Anggraini yang selama beberapa menit yang lalu menghentikan ocehannya pada Teguh tanpa menutup panggilan telepon tersebut. Sophia tidak perlu mengkhawatirkan Anggraini sepertinya. Wanita itu cukup tangguh untuk menghadapi Teguh meski hanya la lewat telepon saja.Tak lama terdengar suara Anggraini menghela napas panjang.“Baiklah, kau tidak perlu menjawabnya lagi. Apa pun yang menjadi alasanmu, aku sudah tidak butuh untuk tahu. Sampai jumpa di pengadilan nanti, dan tolong jangan persulit proses perceraian kita. Ini tidak sulit karena tidak ada yang aku ingin perebutkan denganmu. Aku juga tidak butuh pembagian harta atau sejenisnya. Hanya datang, atau tidak perlu datang sama sekali. Itu lebih bagus!” pinta Anggraini kemudian menutup panggilan teleponnya.Usai menelepon Anggraini menatap lurus ke depan. Bohong jika dia bilang ini tidak berpengaruh pada perasaannya. Ini membuat hatinya tidak karuan.“Kamu baik-baik aja, Anggre. Mau aku berhentikan dulu mobilnya? Kita cari t
“Mas, aku mau pergi senam dulu. Nggak apa-apa kan kalau Kila sama Mas dulu?” tanya Merry pada Teguh yang sedang menonton televisi sambil menemani Shakila.“Hum, kamu yakin mau pergi sendiri? Nggak perlu diantar?” tanya Teguh malas tanpa menoleh pada Merry.“Nggak. Nggak usah. Aku masih bisa bawa motor sendiri kok. Apalagi kalau Kila nggak ikut, malah makin gampang,” kata Merry menolak secara halus.Bagaimana mungkin dia mengijinkan Teguh untuk mengantarkan dirinya ke gymnasium sementara ada Anggraini di sana.Merry sendiri tidak begitu mengerti apa yang terjadi. Setelah hampir dua minggu Anggraini absen untuk melatih senam, bahkan Merry tidak melihatnya sama sekali di rumah sebelah, akhirnya melalui grup WA member senam untuk kelas ibu hamil itu akhirnya mendapat pemberitahuan dari instruktur senam itu untuk hadir pada hari ini.Tidak mengherankan bagi Merry jika Anggraini tidak pernah terlihat sama sekali selama beberapa waktu terakhir ini. Wanita itu pasti tahu kalau suaminya maksud
Sesi senam untuk kelas bumil sudah berakhir. Para peserta sibuk membereskan diri sendiri, sebagian ada yang mengganti pakaian di ruang senam, sementara yang lain ada yang melakukannya di toilet.Anggraini sendiri memilih untuk melakukannya terakhir dari yang lain. Ia memberikan kesempatan untuk para member senam yang semuanya sedang dalam kondisi mengandung itu untuk berganti pakaian terlebih dahulu. Ibu hamil tentu saja adalah prioritas.Sepanjang menunggu, Anggraini duduk berselonjor bersandar di dinding sambil tangannya mengutak-atik ponsel miliknya. Perhatiannya teralihkan ketika sebuah bayangan jatuh tepat di atas dirinya. Merry berdiri tepat di hadapannya. Tubuh perempuan itu rupanya menghalangi cahaya lampu yang menerangi ruang studio senam itu.Anggraini mengernyitkan kening.“Ya, Mer? Kenapa?” tanyanya sambil menutupi layar ponselnya.Sesungguhnya pada saat itu Anggraini sedang membalas chat dari Asyif. Pria itu sedang meminta bantuan pada Anggraini agar mau bertemu dengan k
Merry terkesiap mendengar kata-kata yang meluncur begitu saja dari mulut Anggraini. Sampai tadi dia masih mengira kalau Anggraini masih belum tahu tentang dia yang sudah mengetahui segalanya.Tapi mengetahui Anggraini begitu blak-blakan kini, Merry menjadi serba salah dan menyalahkan sikapnya yang terus mendesak Anggraini tadi.“Kenapa? Kenapa kau menanyakan hal-hal konyol seperti itu? Apa yang ingin kau tahu sebenarnya? Ayo bicaralah!” suruh Anggraini dengan ekspresi menantang.Merry menelan salivanya. Ia merasa mati kutu tak tahu harus berkata apa-apa.“Tadi kau menanyakan kenapa aku tidak pulang ke rumahku yang ada di sebelah rumahmu?” tanya Anggraini.Kali ini Anggraini memilih bersandar di loker sambil menatap Merry yang sepertinya tidak akan jadi memasuki toilet untuk beberapa saat ke depan.“Mungkin kamu mengira itu karena aku takut bertemu dengan Mas Teguh. Ya, kamu bisa menganggapnya demikian walaupun itu tak sepenuhnya benar,” kata Anggraini tanpa beban.Merry yang tadi sala
“Kau!!!” Merry mengacungkan jari telunjuknya pada Anggraini. Emosinya memuncak karena tidak terima atas pengakuan dan perkataan Anggraini yang mengatakan bahwa dia memang pantas mendapat balasan yang jahat.Anggraini menangkap jari telunjuk itu dan memaksa Merry menggenggamnya kembali.“Sssttt!!!” Anggraini menaruh jari telunjuknya sendiri di bibirnya untuk mengisyaratkan pada madunya itu agar perempuan itu tidak berisik.“Jaga emosimu. Pikirkan kalau saat ini kau sedang mengandung. Tidak baik bagimu untuk marah-marah seperti itu. Dan ah … ya! Haruskah aku menyapanya juga?” Anggraini menunjuk pada gundukan bulat di perut Merry itu. Usia kehamilan Merry saat ini harusnya sudah memasuki bulan ke delapan. Sudah terlihat cukup besar di tubuhnya yang mungil.Bola mata Merry mengikuti jari telunjuk Anggraini yang menunjuk ke arah perutnya. Dan belum sempat wanita itu mengatakan apa pun Anggraini sudah menunduk dan mendekatkan wajahnya pada perut Merry.“Hai, Sayang! Salam kenal? Apa kau
“Mengambil keputusan yang sama dengan dirimu?” Merry menyeringai sinis. Anggraini mengangguk mantap.“Ya, jika kau tahu tentang Mas Teguh yang sebenarnya mungkin kau akan bisa berpikir jernih bahwa berada di pernikahan yang sama dengannya bukanlah pilihan baik yang bisa kau bangga-banggakan.”“Maksudmu, kau menyuruh aku untuk bercerai dengan Mas Teguh juga jika tahu apa yang ingin kamu beritahu? Yang benar saja! Asal kau tahu, selamanya aku akan tetap setia pada Mas Teguh! Dan apa katamu tadi? Memberi tahuku sesuatu tentang Mas Teguh? Aku rasa itu tidak perlu! Aku sangat menjaga aib suamiku. Seharusnya kau juga begitu kan? Aku rasa dari hal ini pun sudah kelihatan siapa yang lebih pantas mendampingi Mas Teguh dan lebih menghormatinya,” balas Merry dengan marah.Anggraini menghela napas sambil berdecak. Sungguh cinta luar biasa yang berupaya ditunjukkan oleh Merry padanya. Dan sangat disayangkan cinta itu diberikan pada seorang Teguh yang Anggraini pikir tidak pantas mendapatkannya.T
"Kamu siap?” tanya Asyif.Anggraini menghela napas berat lalu mengangguk. Mereka sekarang ada di sebuah cafe yang tidak terlalu ramai dengan pengunjung. Keduanya mengambil tempat di pojok agar tidak terganggu lalu lalang pelayan ataupun pengunjung lain Setelah Anggraini menyatakan kesiapannya, Asyif pun memulai panggilan kepada sang ibu. Tidak lama panggilan itu pun tersambung, layar ponsel itu pun menampilkan sosok seorang perempuan berhijab.“Bagus, kamu akhirnya menelepon Ummi juga setelah kamu mengabaikan telepon dari Ummi berminggu-minggu.” Umminya Asyif langsung mengomel begitu dia melihat wajah putranya pada layar ponselnya.“Assalamualaikum, Ummi,” sapa Asyif cengengesan tidak mempedulikan omelan sang ibu.Ummi berdehem ketika menyadari kekhilafannya tidak mengucapkan salam terlebih dahulu.“Waalaikumsalam,” jawab Ummi membalas salam Asyif dengan ketus.“Ummi kenapa ngomel-ngomel terus sih? Cantiknya hilang nantu. Nanti cepat tua loh!” canda Asyif menggoda ibunya.Ummi mendeng
“Ya, dia instruktur senam, Ummi,” jawab Asyif tak mempedulikan tatapan protes Anggraini padanya.“Instruktur senam di mana? Saya juga member gym di Jakarta dan di Makassar loh. Senam wajib tiga kali seminggu,” ujar ibunya Asyif antusias.Seketika wanita itu sudah lupa hal apa yang membuatnya marah pada Asyif dan Anggraini tadi.“Oh gitu. Saya bekerja sebagai instruktur senam di Bandung sini juga belum lama ini,” jawab Anggraini sambil sesekali melirik pada Asyif.“Tapi kenapa Syanum ngomongnya lain pas kamu nginap di rumah anak saya kemarin ya? Katanya kamu pacarnya Asyif. Ya pasti saya makin marahlah karena belum tahu cerita yang sebenarnya,” kata Umminya Asyif lagi.“Ya, karena Syanum sama kayak Ummi pengen jodoh-jodohin saya sama orang yang dia kenal. Apalagi pas dia tahu saya kenal Anggraeni dia malah makin getol mau comblang-comblangin,” lanjut Asyif dengan cerita kebohongannya itu.“Tapi eh, kamu sama Syanum emang sedekat itu ya? Kok bisa dia ngajak kamu nginap di rumah?”“Dekat