Pesan dari Syanum di terima oleh Ummi-nya Asyif dengan tangan yang bergetar menahan amarah.Bagaimana tidak, di dalam pesan chat yang ditunjukkan oleh Syanum padanya ada foto perempuan itu. Perempuan yang selama beberapa hari ini membuatnya hampir tidak bisa tidur karena putranya telah melarikan perempuan yang katanya adalah istri orang itu.Dan sekarang apa ini? Tak hanya terkejut dengan pesan chat putri bungsunya, bahkan ia sempat syok melihat foto yang dikirimkan oleh Syanum.Dia kenal wanita itu. Wanita yang belum lama ini dibawa oleh Asyif ke rumah mereka di Jakarta dan diperkenalkan oleh putranya itu sebagai perawat lansia untuk sang nenek dan kemudian hanya berselang beberapa hari saja sudah berhenti bekerja karena katanya anaknya sedang sakit.Ck? Benar-benar licik keduanya, tak hanya perempuan itu, bahkan putranya juga tega membuat kebohongan sebesar ini. Dia berani menjalin hubungan terlarang dengan wanita yang telah bersuami. Sungguh, ini perbuatan yang amat sangat tidak bi
“Eh, Ibu pulang? Ibu dari mana saja?” sambutan Bu Asih yang hangat terdengar senang saat melihat Anggraini datang.Ah, Anggraini lupa tentang keberadaan asisten rumah tangganya itu. Sudah tanggal berapa sekarang? Harusnya tanggal gajian Bik Asih sudah lewat kan? Ya ampun, karena terlalu sibuk dengan masalah hidupnya yang rumit, Anggraini bahkan hampir melupakan kewajibannya yaitu membayar hak orang yang bekerja padanya.“Lama loh Ibu nggak kelihatan. Bapak juga jarang ke sini. Duuuh saya sampai khawatir. Soalnya Bapak sama Ibu nggak ada pesan apa-apa. Takutnya kenapa-kenapa. Beberapa kali saya telepon tapi kayaknya ibu sibuk atau gimana. Telepon saya nggak diangkat. Maaf kalau saya mengganggu ya, Bu,” kata perempuan itu.Anggraini mendengar hal itu langsung membuka ponselnya dan melihat di log riwayat panggilan apa benar Bik Asih ada meneleponnya. Dan setelah dia memeriksanya, ternyata memang benar. Asisten rumah tangga yang datang dan pulang hari membersihkan rumahnya meneleponnya d
Puspa menerobos masuk begitu saja bahkan sebelum Anggraini mempersilahkan. Demikian pun dengan Riani yang memang selalu ikut ibunya kemana-mana.“Mbak Anggre sekarang jarang di rumah ya? Aku beberapa kali sempat ke sini tapi kayaknya nggak ada orang,” sapa Riani berbasa-basi dengan iparnya itu.Anggraini menanggapi dengan senyum kecut.“Ya, sekarang Mbak banyak kesibukan,” jawab Anggraini seadanya.“Mas Teguh juga jarang pulang ya, Mbak. Coba hitung sudah berapa lama Mbak Anggre dan Mas Teguh nggak ke rumah. Dua atau tiga bulan ada kali,” lanjut Riani berceloteh sambil dia juga berjalan masuk.Anggraini mengikuti saja ke dua orang itu hingga persis seperti dugaannya, mertuanya itu pasti melihat koper-koper yang baru dia bawa turun ke bawah.Puspa mengernyitkan kening dan menoleh ke belakang ke arah Anggraini. Wanita berusia di atas lima puluh tahunan itu menatap tajam Anggraini.“Kamu mau kemana, Anggre? Bawa koper sebanyak ini, kamu mau pindah? Kamu tidak mungkin mau berlibur bawa ba
“Tolong bantu angkat sebagian barang-barangku, Phi!” pinta Anggraini saat ia menyongsong kedatangan Sophia. Sophia yang baru saja turun dari mobil melihat mobil yang dipakai oleh Puspa dan Riani parkir di sisi lain depan rumah itu.“Ada mertuamu?” tanya Sophia tidak suka.Anggraini membenarkan pertanyaan Anggraini itu melalui isyarat mata. Setelah itu ia pun kembali masuk ke dalam rumah untuk mengambil koper-kopernya.Di sofa ruang tamu itu duduk dengan penuh amarah sang mertua, namun Anggraini tak mempedulikannya. Ia hanya perlu mengangkat koper-kopernya ini dan segera hengkang dari rumah ini tanpa mempedulikannya lagi. “Kalau kau ingin bercerai dengan Teguh, jangan pernah berharap untuk bisa kembali ke rumah ini, dan jangan berpikir untuk mendapat harta gono gini karena tak sepeser uangpun kau punya hak di rumah ini. Ini semua punya Teguh,” kata Puspa memperingatkanMendengar perkataan ibunya Teguh yang terkesan sangat merendahkan Anggraini itu, Sophia tak tahan untuk tidak angkat
Anggraini baru saja keluar dari pengadilan agama setelah ia selesai mengurus berkas perceraiannya dan mendaftarkan gugatan cerainya terhadap Teguh. Dan kini ia sedang berada di dalam mobil Sophia yang sedari tadi menjemputnya di rumahnya hingga berada di depan pengadilan agama ini.Layar ponsel Anggraini menyala, membuat Anggraini kini memusatkan perhatiannya pada sebuah panggilan telepon yang dia terus abaikan sejak berada di dalam tadi.Sebuah panggilan telepon dari Teguh yang totalnya mungkin sudah ada dua puluhan di log riwayat panggilan pada perangkat ponselnya. Tentu saja pria itu telah mengetahui tentang dirinya yang akan menggugat cerai pria itu. Dia pasti sudah diberitahu oleh ibunya. Anggraini sangat tahu itu.“Siapa? Calon mantan suamimu itu?” tanya Sophia sinis.Anggraini membenarkan dengan mengangkat alisnya.“Biarin aja, nggak usah diangkat,” larang Sophia.“Aku angkat aja sih, Phi. Takutnya kalau nggak diangkat dia akan terus gangguin aku. Lagipula bagus kalau kami ngo
Sophia melirik Anggraini yang selama beberapa menit yang lalu menghentikan ocehannya pada Teguh tanpa menutup panggilan telepon tersebut. Sophia tidak perlu mengkhawatirkan Anggraini sepertinya. Wanita itu cukup tangguh untuk menghadapi Teguh meski hanya la lewat telepon saja.Tak lama terdengar suara Anggraini menghela napas panjang.“Baiklah, kau tidak perlu menjawabnya lagi. Apa pun yang menjadi alasanmu, aku sudah tidak butuh untuk tahu. Sampai jumpa di pengadilan nanti, dan tolong jangan persulit proses perceraian kita. Ini tidak sulit karena tidak ada yang aku ingin perebutkan denganmu. Aku juga tidak butuh pembagian harta atau sejenisnya. Hanya datang, atau tidak perlu datang sama sekali. Itu lebih bagus!” pinta Anggraini kemudian menutup panggilan teleponnya.Usai menelepon Anggraini menatap lurus ke depan. Bohong jika dia bilang ini tidak berpengaruh pada perasaannya. Ini membuat hatinya tidak karuan.“Kamu baik-baik aja, Anggre. Mau aku berhentikan dulu mobilnya? Kita cari t
“Mas, aku mau pergi senam dulu. Nggak apa-apa kan kalau Kila sama Mas dulu?” tanya Merry pada Teguh yang sedang menonton televisi sambil menemani Shakila.“Hum, kamu yakin mau pergi sendiri? Nggak perlu diantar?” tanya Teguh malas tanpa menoleh pada Merry.“Nggak. Nggak usah. Aku masih bisa bawa motor sendiri kok. Apalagi kalau Kila nggak ikut, malah makin gampang,” kata Merry menolak secara halus.Bagaimana mungkin dia mengijinkan Teguh untuk mengantarkan dirinya ke gymnasium sementara ada Anggraini di sana.Merry sendiri tidak begitu mengerti apa yang terjadi. Setelah hampir dua minggu Anggraini absen untuk melatih senam, bahkan Merry tidak melihatnya sama sekali di rumah sebelah, akhirnya melalui grup WA member senam untuk kelas ibu hamil itu akhirnya mendapat pemberitahuan dari instruktur senam itu untuk hadir pada hari ini.Tidak mengherankan bagi Merry jika Anggraini tidak pernah terlihat sama sekali selama beberapa waktu terakhir ini. Wanita itu pasti tahu kalau suaminya maksud
Sesi senam untuk kelas bumil sudah berakhir. Para peserta sibuk membereskan diri sendiri, sebagian ada yang mengganti pakaian di ruang senam, sementara yang lain ada yang melakukannya di toilet.Anggraini sendiri memilih untuk melakukannya terakhir dari yang lain. Ia memberikan kesempatan untuk para member senam yang semuanya sedang dalam kondisi mengandung itu untuk berganti pakaian terlebih dahulu. Ibu hamil tentu saja adalah prioritas.Sepanjang menunggu, Anggraini duduk berselonjor bersandar di dinding sambil tangannya mengutak-atik ponsel miliknya. Perhatiannya teralihkan ketika sebuah bayangan jatuh tepat di atas dirinya. Merry berdiri tepat di hadapannya. Tubuh perempuan itu rupanya menghalangi cahaya lampu yang menerangi ruang studio senam itu.Anggraini mengernyitkan kening.“Ya, Mer? Kenapa?” tanyanya sambil menutupi layar ponselnya.Sesungguhnya pada saat itu Anggraini sedang membalas chat dari Asyif. Pria itu sedang meminta bantuan pada Anggraini agar mau bertemu dengan k