Merry masih belum tidur dan menunggu Teguh pulang meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.“Kamu lama sekali pulangnya, Mas? Memang sesusah itu nyari tempat yang aku bilang ya?” tanya Merry begitu ia membukakan pintu untuk suaminya itu.Teguh tidak menjawab melainkan buru-buru ke belakang. Pria itu terlihat sangat penat karena berusaha mencari salah satu kaset yang hilang itu selama berjam-jam lamanya. Itu pun dia tidak berhasil mendapatkannya.“Ih, Mas cuekin aku. Kenapa nggak jawab pertanyaanku sih? Mas ketemu nggak tempat di mana aku membuang kaset-kaset itu?” tanya Merry penasaran.“Ketemu, Sayang. Tapi kamu buangnya lumayan jauh sih. Makanya ayah kesulitan cari. Ditambah lagi banyak pepohonan di pinggir-pinggir TPAS itu, jadi sulit bedakan mana pohon sirsak, apalagi hari sudah mulai gelap,” jawab Teguh sembari membuka kemeja yang dipakainya.Teguh merasa dirinya mengeluarkan aroma sampah saat ini. Ditambah lagi sejak berangkat dari Singapura tadi, dirinya belum menye
Merry terpaku di depan jendela kamarnya sambil menatap ke luar, ke arah balkon tetangganya. Perempuan itu menebak-menebak ke manakah si tuan rumah saat ini? Apakah dia ada di rumah? Apakah orang itu sedang mengawasi kondisi rumah Merry saat ini?Hati Merry waswas dan tak bisa berpikir positif tentang hal ini. Sejujurnya dia belum bisa membuktikan secara akurat 100% bahwa Anggraini adalah orang yang menjadi kakak madunya, yakni istri muda suaminya itu. Tapi perasaan ada yang mengawasi kini tak dapat ia hilangkan. Merry paranoid untuk satu kemungkinan itu.“Bun, apa yang sedang kamu lakukan di situ? Dari tadi ayah lihat kamu selalu berdiri di sana, merenung nggak jelas,” tegur Teguh.Merry tersentak. Panggilan Teguh yang memanggilnya bunda membuatnya spontan menoleh ke belakang. Ya, sejak tadi malam hubungan mereka memang kembali membaik. Keduanya sudah mulai saling memanggil ayah bunda antara satu dengan yang lain. Yah, Merry sudah memutuskan untuk menjaga hubungan pernikahannya denga
“Ada apa, Mas?” Merry menepuk pundak Teguh yang sedang berdiri di pagar sambil celingak-celinguk melihat ke kanan dan kekiri.Teguh menoleh ke belakang dengan mengernyitkan kening. 75% orang yang dia lihat tadi memiliki tingkat kemiripan yang sama dengan Anggraini. Bahkan setelah ojek yang membawa wanita itu lewat, Teguh masih sempat spontanitas mengejar hingga ke depan pagar untuk melihat punggung wanita itu, dan bagaimana pun itu memang mirip Anggraini.“Aku bilang ada apa? Kok muka Mas kelihatan kebingungan begitu? Lihat jidatnya Mas sampai mengerut begitu,” tunjuk Merry pada kening Teguh.Tegug mengusap keningnya.“Ah masa? Nggak kok, tadi Mas pikir pak RW lewat. Mas mau mempertanyakan tentang keamanan komplek kita, kok bisa rumah kita kemalingan pas kita nggak ada tapi nggak ada yang tau. Eh tapi ternyata yang lewat tadi bukan Pak RW deh,” dusta Teguh.Dia tidak ingin membuat Merry merasa paranoid dan berpikir yang bukan-bukan jika dia mengatakan yang sebenarnya bahwa dia melih
Krik … krik … krik …Situasi di salah satu meja coffe shop itu terlihat hening meskipun di meja itu ditempati oleh setidaknya enam orang.“Ayolah, kenapa kalian diam saja? Kayak apa aja gitu loh. Anggre jadi takut nanti,” Suara Asyif memecah kesunyian.Yang terdengar di cafe itu hanya alunan lagu klasik yang mendayu-dayu.Mendengar teguran dari Asyif keempatnya kembali menatap Anggraini seperti baru pertama kalinya melihat seorang perempuan.“Umm, sorry, sorry. Kita nggak bermaksud gitu kok. Cuma kaget aja lihat Asyif tiba-tiba bawa cewek,” sahut salah seorang di antaranya.“Hahaha, benar. Biasanya kan nggak pernah tuh dia kayak gitu. Kita bahkan sampai mikir jangan-jangan dia sukanya yang kayak kita juga. Hahaha, ada batangnya!” gelak temannya yang lain.Anggraini melihat Asyif yang berada di sebelahnya. Siapa yang sangka kalau pria itu benar-benar akan membawa dia bertemu dengan teman-teman SMA-nya.“Ck! Kalian ini ya. Kita single digangguin. Ternyata pas bawa cewek ternyata sama aj
“Kamu yakin merasa nyaman saat ini?” tanya Asyif pada Anggraini yang duduk manis di sebuah sofa bar.Wanita itu tidak melakukan apa pun selain melihat-lihat teman-teman Asyif yang sedang asyik dugem tak jauh dari mereka. “Ya, kenapa memangnya?” Anggraini malah balik bertanya sambil meraih satu kaleng minuman bersoda yang dia pesan tadi.Anggraini tidak mau lagi minum alkohol mengulang kembali kebodohannya beberapa waktu lalu. Lagipula pikirannya cukup jernih untuk saat ini.“Nggak, nggak kenapa-napa. Cuma takut kamu merasa nggak nyaman aja. Terakhir kali kamu ke klub kan sampai mabul berat dan berakhir kamu harus jadi perawat lansia untuk nenekku,” kekeh Asyif mengingatkan Anggraini.“Hahaha, jangan ingatkan itu lagi. Ck! Itu memalukan. Ngomong-ngomong, gimana kabar Bu Haji sekarang?” tanya Anggraini.“Baik. Nenek masih sering nanyain kamu tuh. Kayaknya nenek masih aja mikir kalau kamu tuh calon istriku,” kata Asyif.Anggraini manggut-manggut.“Makanya kamu cari calon istri beneran d
“Pulang, pulang! Ayo pulang!”Asyif yang setengah teler, menggiring keempat orang teman-temannya seakan mereka adalah hewan gembala.“Tapi … aku masih mau joget sama cewek yang itu,” kata Abdi yang mabuk berat sambil berusaha ingin menoleh pada cewek yang dia maksud.“No, no, no!” Asyif menggerak-gerakkan jari telunjuknya sebagai isyarat larangan. “Belum boleh kalau belum halal.”“Asyif, kau … jangan melarang aku, hmm? Kau sepertinya punya kelainan. Apa kau tidak suka cewek?” tuduh Abdi sambil menudingkan jarinya.Sungguh konyol tingkah-tingkah orang mabuk itu.Asyif tidak menyahut melainkan merangkul pundak Abdi.“Aku suka Haruka,” kekehnya.“Siapa itu?”Asyif menujuk Anggraini yang masih duduk di sofa.Sadar orang-orang yang membawanya ke klub malam ini sedang mabuk, Anggraini pun berinisiatif mendekati mereka yang akal sehatnya sudah menghilang entah kemana. “Sudah mau pulang?” tanya Anggraini pada Asyif.Asyif mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mempertahankan kesadarannya.
“Kakak, kakak! Ayo bangun!”Suara panggilan seseorang sambil mengguncang-guncang pundaknya dengan pelan membuat tidur Anggraini terganggu. Dengan kelopak mata yang berat ia membuka matanya.“Sholat subuh.”Anggraini mengernyitkan kening. Siapa orang yang repot-repot mau membangunkan dia untuk sholat subuh? Nalarnya berusaha menganalisa semua itu hingga kemudian ia akhirnya sadar kalau sedang berada di rumah orang lain.“Astaga, jam berapa ini?” Anggraini terduduk kaget.“Jam lima,” jawab Syanum.Ah iya, Anggraini lupa kalau malam ini dia sedang menginap di kamar salah satu anggota keluarga Asyif. Anggota keluarga? Entahlah sepertinya seperti itu.Anggraini menurunkan kakinya ke lantai dan lekas berdiri.“Kamar mandi ada di situ!” tunjuk Syanum seperti paham apa yang dicari oleh seorang wanita ketika ia baru saja bangun tidur.“Ya, terimakasih,” ucap Anggraini berterimakasih.Sungguh tuan rumah yang baik.Anggraini baru saja keluar dari kamar mandi ketika ternyata perempuan yang dia du
Pesan dari Syanum di terima oleh Ummi-nya Asyif dengan tangan yang bergetar menahan amarah.Bagaimana tidak, di dalam pesan chat yang ditunjukkan oleh Syanum padanya ada foto perempuan itu. Perempuan yang selama beberapa hari ini membuatnya hampir tidak bisa tidur karena putranya telah melarikan perempuan yang katanya adalah istri orang itu.Dan sekarang apa ini? Tak hanya terkejut dengan pesan chat putri bungsunya, bahkan ia sempat syok melihat foto yang dikirimkan oleh Syanum.Dia kenal wanita itu. Wanita yang belum lama ini dibawa oleh Asyif ke rumah mereka di Jakarta dan diperkenalkan oleh putranya itu sebagai perawat lansia untuk sang nenek dan kemudian hanya berselang beberapa hari saja sudah berhenti bekerja karena katanya anaknya sedang sakit.Ck? Benar-benar licik keduanya, tak hanya perempuan itu, bahkan putranya juga tega membuat kebohongan sebesar ini. Dia berani menjalin hubungan terlarang dengan wanita yang telah bersuami. Sungguh, ini perbuatan yang amat sangat tidak bi