“Kila, kamu mau apa?” tanya Anggraini pada Shakila yang terlihat celingak-celinguk.Anggraini meminjamkan bocah itu ponselnya untuk menonton video anak-anak selama menunggu Merry pulang. Namun, nyatanya Shakila masih tetap gelisah.“Bunda kemana? Kenapa elum pulang?” tanyanya sambil menguap.Anggraini juga tidak mengerti. Kata Merry dia hanya sebentar saja, tapi nyatanya ini sudah hampir dua jam berlalu, istri muda suaminya itu belum datang juga.“Bentar lagi bundanya Kila pasti pulang kok. Kila memangnya mau apa? Mau tidur ya? Kila ngantuk?” tanya Anggraini.Shakila mengangguk sambil menguap.Anggraini melihat ponselnya untuk melihat jam berapa saat ini. Ini sudah siang, pantas saja. Ini sepertinya sudah masuk jam tidur Shakila.“Kalau gitu, Kila bobo di sini aja dulu ya. Nanti kalau bunda pulang pasti Kila dibangunin,” kata Anggraini mencoba menenangkan Shakila.Tanpa menunggu persetujuan gadis kecil itu. Anggraini pun menepuk-nepuk bantal dan menyuruh Shakila untuk merebahkan kepal
Anggraini tersenyum kecut dengan pertanyaan balik yang dilayangkan oleh Merry padanya. Bertemu dan membicarakan ini dengan istri kedua suaminya kata Merry?Anggraini mengangkat pundaknya sebelum dia menjawab pertanyaan Merry itu.“Entahlah, aku tidak punya ide melakukan itu. Memangnya kamu pernah mendengar ada istri pertama yang mendatangi istri kedua suaminya dan membicarakan tentang masalah mereka baik-baik? Aku rasa kalau pun ada yang ingin menemui istri kedua suaminya itu bukan ingin berbicara dari ke hati, tetapi malah ingin melabraknya. Aku pun pasti akan begitu, kalau kamu?” tanya Anggraini sembari menatap wajah Merry lekat-lekat.Ditanyai dengan pertanyaan seperti itu oleh Anggraini membuat Merry salah tingkah. Ia pun menjauhkan pandangannya dari Anggraini yang dia pikir tidak tahu mengenai status perkawinannya dengan suaminya saat ini.“Jika kau yang jadi istri pertama, kau begitu amat mencintai suamimu selama bertahun-tahun lamanya, setia padanya dalam suka dan dukaz tiba-ti
Merry meninggalkan tempat Anggraini dengan hati yang galau. Saat sudah berada di luar pagar, wanita yang bakal menjadi ibu dua anak itu melihat kembali ke belakang.Rumah berlantai dua ini cukup besar jika hanya ditempati oleh seorang saja, sementara dulunya bangunan ini adalah sebuah gudang distributor. Masih tidak masuk akal jika orang yang menempati rumah ini sekarang adalah istri pertama suaminya. Dipikirkan bagaimana pun itu tidak mungkin.Jadi stop berpikir berlebihan, Merry. Kamu masih ada banyak masalah lain yang harus kamu pikirkan, kata batinnya.Lalu wanita itu pun kembali ke rumahnya dengan menggendong Shakila. Namun begitu sampai di dalam rumah, rupanya putri sulungnya itu sudah kehilangan kantuknya dan tidak lagi ingin tidur.“Bunda kok lama?” tanya Shakila sambil menguap.“Oh, iya. Maaf, Sayang. Tadi bunda ketemu teman bunda. Terus bunda diajakin ngobrol deh. Tapi kamu jangan marah, okay? Bunda ada bawa jajanan nih buat Qila,” kata Merry sambil merogoh-rogoh kantongnya
Dari sebelah, Anggraini dapat dengan jelas mendengar bentakan Teguh terhadap Merry. Dirinya terkejut dan penasaran akan teriakan itu hingga ia mendekat ke balkon samping yang menghadap langsung ke arah kamar suami dan istri kedua suaminya itu.Anggraini membuka sedikit pintu balkon tanpa ia menampakkan diri di balkon itu. Ia hanya ingin mendengar dengan lebih jelas apa yang sedang diributkan oleh tetangganya itu.Jadi Teguh telah kembali dari Singapura dan langsung ke Bandung menemui istri mudanya? Anggraini mendesis mengetahui kalau Teguh memperlakukan Merry dengan kasar tak jauh beda dengan perlakuan pria itu yang menendangnya hingga sampai dilarikan Asyif ke rumah sakit. Sungguh sisi gelap Teguh yang tidak pernah diketahui oleh Anggraini selama ini. Ternyata dia bisa kasar pada wanita.“Kamu membuangnya katamu? Kamu membuangnya ke tempat sampah?” geram Teguh sambil mengguncang-guncangkan bahu Merry.“Lepaskan, Mas! Kau menyakitiku! Shakila melihat kita,” kata Merry lirih.Terdengar
Teguh tertegun dengan pertanyaan Merry itu. Selama ini Merey tak pernah sekalipun menanyakan apa-apa tentang Anggraini. Mengapa kali ini dia tertarik pada ada atau tidaknya Anggraini pada tumpukan kaset-kaset itu.“Tidak. Tidak ada dia di sana. Kenapa kau menanyakan itu?” tanya Teguh heran.Merry terdiam.“Kalau aku?” tanyanya pelan namun terdengar kekhawatiran di sana.Teguh menarik napas panjang.“Tidak ada. Tidak ada di antara kalian berdua di sana,” jawab Teguh mencoba menenangkan.Merry manggut-manggut. Dia sedikit lega mendengarnya.“Percayalah isi kaset itu hanya tentang kenakalanku di masa muda. Aku tidak pernah melakukan itu ketika sudah menikah,” kata Teguh mencoba meyakinkan.Merry menggeleng.“Tidak. Kamu pernah merekam kita ketika melakukan itu. Kamu yakin tidak mengubahnya dalam bentuk kepingan kaset DVD? Jujur saja, Yah. Aku takut dengan aibmu yang satu ini. Aku bertanya-tanya untuk apa kau melakukan itu? Untuk apa kau membuat kepingan kaset DVD-nya? Bagaimana kalau or
Teguh terdiam diakibatkan oleh pertanyaan yang diajukan oleh Merry terhadap dirinya. Itu bukanlah pertanyaan yang bisa dengan mudah dia jawab. Mengingat apa yang perempuan itu lakukan di belakangnya, tentu dia tidak akan mudah menerima hal tersebut. Setidaknya kalaupun akan ada perceraian, itu bukan Merry yang memintanya. Dia yang harus menggugat wanita itu setelah memberikan Anggraini pelajaran tentunya.“Kenapa Mas diam saja?” tanya Merry. “Jika dia memilih bercerai setelah mengetahui tentang pernikahan kita apa yang akan Mas lakukan?”Teguh tersentak karena ketahuan melamun akibat pertanyaan Merry itu.“Umm, tentu aku akan mengabulkannya. Aku juga tidak butuh istri yang keras kepala. Aku ingin kita rukun dalam rumah tangga ini. Rumah tanggaku dengan dia bukan rumah tangga yang sama dengan dirimu. Sementara kau bisa menerima itu, kenapa dia tidak bisa? Jika dia memang tidak tahan dia akan aku persilahkan untuk mundur dari pernikahan kami,” jawab Teguh sok tegas.Kali ini Merry yang
Merry masih belum tidur dan menunggu Teguh pulang meskipun waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.“Kamu lama sekali pulangnya, Mas? Memang sesusah itu nyari tempat yang aku bilang ya?” tanya Merry begitu ia membukakan pintu untuk suaminya itu.Teguh tidak menjawab melainkan buru-buru ke belakang. Pria itu terlihat sangat penat karena berusaha mencari salah satu kaset yang hilang itu selama berjam-jam lamanya. Itu pun dia tidak berhasil mendapatkannya.“Ih, Mas cuekin aku. Kenapa nggak jawab pertanyaanku sih? Mas ketemu nggak tempat di mana aku membuang kaset-kaset itu?” tanya Merry penasaran.“Ketemu, Sayang. Tapi kamu buangnya lumayan jauh sih. Makanya ayah kesulitan cari. Ditambah lagi banyak pepohonan di pinggir-pinggir TPAS itu, jadi sulit bedakan mana pohon sirsak, apalagi hari sudah mulai gelap,” jawab Teguh sembari membuka kemeja yang dipakainya.Teguh merasa dirinya mengeluarkan aroma sampah saat ini. Ditambah lagi sejak berangkat dari Singapura tadi, dirinya belum menye
Merry terpaku di depan jendela kamarnya sambil menatap ke luar, ke arah balkon tetangganya. Perempuan itu menebak-menebak ke manakah si tuan rumah saat ini? Apakah dia ada di rumah? Apakah orang itu sedang mengawasi kondisi rumah Merry saat ini?Hati Merry waswas dan tak bisa berpikir positif tentang hal ini. Sejujurnya dia belum bisa membuktikan secara akurat 100% bahwa Anggraini adalah orang yang menjadi kakak madunya, yakni istri muda suaminya itu. Tapi perasaan ada yang mengawasi kini tak dapat ia hilangkan. Merry paranoid untuk satu kemungkinan itu.“Bun, apa yang sedang kamu lakukan di situ? Dari tadi ayah lihat kamu selalu berdiri di sana, merenung nggak jelas,” tegur Teguh.Merry tersentak. Panggilan Teguh yang memanggilnya bunda membuatnya spontan menoleh ke belakang. Ya, sejak tadi malam hubungan mereka memang kembali membaik. Keduanya sudah mulai saling memanggil ayah bunda antara satu dengan yang lain. Yah, Merry sudah memutuskan untuk menjaga hubungan pernikahannya denga