Asyif menyetir mobilnya dengan perasaan dongkol sambil melihat ke depan, ke arah mobil yang sedang diikutinya itu. Mobil milik Anggraini itu melaju di tengah keramaian jalan raya. Anehnya lagi setiap lewat di persimpangan lampu merah selalu kebetulan ada lampu hijau seolah memberi jalan pada Anggraini yang melajukan mobilnya dengan cepat. Padahal ini hari senin dan ini jam pulang kerja para karyawan dan buruh pabrik. Bisa-bisanya mereka tidak terjebak macet.Tak bisa sabar lagi, saat mereka memasuki jalan yang lebih kecil dan sepi, Asyif segera menekan pedal gas untuk memburu Anggraini dan mengarahkan wanita itu agar meminggirkan mobilnya.Anggraini terkejut tak menyangka Asyif akan menyusulnya dan tiba-tiba berhenti mendadak di depan mobilnya. Dengan cepat kakinya segera menginjak rem, namun sayang, terlambat! CKIIIIIIIT!! BRUKKK!!!Anggraini kalah cepat. Kini mobilnya yang menyeruduk mobilnya Asyif hingga mobil yang telah berhenti itu maju ke depan hingga satu meter."Hah!!" Angg
Teguh sedari tadi hanya berdiam diri sambil berbaring di kamar sambil mengotak-atik ponselnya. Merry, istri mudanya sedang berada di kamar Shakila untuk menidurkan bocah kecil itu. Sebenarnya sedari tadi pria berusia 35 tahun itu memiliki niatan untuk menelepon Anggraini. Bagaimanapun saat ini Teguh tidak bisa tenang karena Anggraini berada di kota yang sama dengan Merry saat ini. Pria itu berharap Anggraini pulang hari ini atau setidaknya besok, walaupun Teguh tidak tahu entah demi alasan apapun Anggraini berada di Bandung untuk saat ini. Teguh merasa tidak nyaman dan waswas jika mereka berpapasan secara tidak sengaja. Namun dilihat dari CCTV tersembunyi di rumah yang tersambung langsung dengan ponselnya, Anggraini sepertinya tak ada tanda-tanda pulang ke rumah.Atau … tunggu dulu!Teguh baru ingat kalau selama dua minggu terakhir dirinya mengamati Anggraini dari kamera tersembunyi itu bukannya memang Anggraini jarang berada di rumah? Istrinya itu bisa tidak pulang selama beberapa
"Gimana? Ada orangnya nggak?'Merry mengabaikan pertanyaan Teguh dan kini malah mengotak-atik ponselnya. Tangannya bermain lincah pada permukaan layar ponsel untuk menelepon Anggraini. Dia bermaksud menanyakan kabar Anggraini pasca mobilnya dibuat lecet kemarin sore.Wajar kalau Merry merasa khawatir, karena Anggraini pergi hanya sendiri dengan pria penabrak mobil itu. Sudah begitu, sampai Merry cek tadi malam sebelum dia mengunci pagar rumahnya, namun Anggraini masih juga belum kembali. Maka karena hal itulah dia ingin mengajak Teguh untuk mengunjungi Anggraini di rumah sebelah sekalian ingin memperkenalkan tetangga barunya itu pada sang suami."Yaaaa, nggak diangkat. Apa tidur kali ya?" gumam calon ibu dua anak itu.Teguh melongok ke sela pagar rumah Anggraini untuk melihat apakah ada tanda-tanda orang di dalam sana. Dia kasihan pada istrinya yang sedari tadi memencet bel bahkan mengetuk pagar hingga melakukan panggilan telepon namun tak ada respon dari instruktur senam sekaligus te
"Wow!! Kamar yang sangat bagus!" ungkap Merry takjub ketika mereka telah tiba di hotel.Berkebetulan keluarga kecil itu tiba di saat hari sudah senja karena berangkat dari Bandung saja mereka sudah siang dan tadi sesekali mereka istirahat di rest area hingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dari yang seharusnya."Gimana, kamu suka?" tanya Teguh sambil merangkul pundak Merry.Merry mengangguk senang."Iya, suka banget. Tapi kenapa Mas pilihnya harus kamar yang kayak gini? Kamar biasa aja kan cukup sih buat kita bertiga," kata Merry mengemukakan pendapatnya.Teguh menyunggingkan senyum nakalnya. Kamar yang sudah mereka booking sebelumnya ini adalah kamar dengan tipe connecting room. Yaitu satu kamar yang memiliki dua ruang tidur yang memiliki pintu penghubung.Kamar tipe ini biasanya dipakai oleh tamu hotel rombongan yang ingin tetap memiliki privasi namun memiliki akses yang mudah untuk ke ruangan partner atau kerabatnya di kamar lain.Namun berbeda hal dengan Teguh. Pria itu memiliki
Anggraini sedang berada di balkon samping rumahnya yang berada di sebelah rumah Teguh sambil melihat ke rumah pria yang hingga saat ini masih resmi menjadi suaminya itu.Pikirannya gelisah tak menentu. Dirinya merasa perlu melakukan sesuatu mumpung keluarga kecil yang bahagia di atas lukanya ini sedang pergi berlibur. Rasa-rasanya sangat sayang jika Anggraini tak memanfaatkan hal ini. Kapaj lagi rumah mereka ditinggalkan dalam keadaan kosong hingga beberapa hari.Otak Anggraini tiba-tiba saja memikirkan sesuatu yang nekad dan jahat. Apa dia coba saja untuk masuk ke dalam rumah itu ya? Siapa tahu saja di dalam ada sesuatu yang penting dan berharga untuk kelak Anggraini bisa manfaatkan untuk membalas seorang Teguh Prabowo.Anggraini seperti digerakkan sendiri oleh pikirannya untuk melihat-lihat situasi sekeliling rumahnya dan rumah Teguh dari samping hingga ke belakang. Terlihat sepi, sehingga jika dia mencoba sedikit nekad untuk melompat dari tembok pembatas, mungkin tidak akan ada ya
"Kenapa kau melihatku seperti itu?" tanya Asyif sedikit grogi ketika Anggraini melihatnya dengan pandangan yang sangat melekat.Posisi Asyif saat ini sedang menyetir mobil milik Anggraini menuju gymnasium tempat Anggraini bekerja sebagai instruktur senam. Anggraini sendiri duduk di sebelahnya di kursi samping kemudi."Serius aku ingin bertanya padamu. Bagaimana sebenarnya hubunganmu dengan Mas Teguh suamik Sejujurnya aku selalu kepikiran tentang hal ini dan penasaran," jawab Anggraini.Asyif melirik Anggraini sebentar kemudian kembali fokus ke depan. Mereka saat ini sedang berada di lampu merah."Aku sudah pernah menyuruhmu untuk menanyakannya langsung pada Teguh bukan?"Anggraini tertawa kecil."Ayolah, aku pikir kau pasti tahu kalau aku tidak mungkin menanyakan hal itu padanya kan?" kata Anggraini."Loh kenapa emangnya? Bukannya kamu istrinya? Memangnya hal apa dalam rumah tangga yang tidak boleh dipertanyakan seorang istri pada suaminya?" "Sudahlah, kasih tahu saja. Aku dan Mas Te
Anggraini menunggu dengan sabar Asyif menceritakan semuanya padanya. Namun setelah hampir lima menit menunggu pria itu masih saja tak mengeluarkan sepatah katapun dari mulutnya."Halo! Aku sedang menunggu kau menceritakan semuanya padaku," tegur Anggraini pada Asyif yang sedang merokok dan menghadap ke luar jendela mobil yang terbuka.Anggraini sampai kesal karena asap rokok itu sebagian masuk ke dalam mobilnya. Ingin melarang Asyif untuk tidak merokok dalam mobil, Anggraini khawatir pria itu kehilangan mood untuk bercerita.Yang sebenarnya Asyif sedang menimbang-nimbang baik dan buruknya jika ia menceritakan ini di masa lalu kepada Anggraini. Asyif khawatir Anggraini mungkin akan sedikit syok jika dia tahu betapa bejatnya suaminya itu. Asyif mengasihani perempuan yang sedang duduk di sebelahnya ini."Kau yakin siap mendengarnya apa pun itu?" tanya Asyif sekali lagi.Anggraini agak sedikit kesal mendengar pertanyaan ini. "Aku tidak akan meminta kau menceritakannya padaku jika aku tid
Di pojok kantin terlihat Asyif sedang bersama seorang gadis Jepang berambut pendek. Keduanya sesekali tertawa terbahak-bahak ketika keduanya saling bertukar gambar yang mereka punya."Asyif, kau tidak boleh seperti itu. Itu tidak sopan," tegur Haruka namun tetap tak bisa menahan tawanya."Maaf Haruka, aku cuma bercanda," ucap Asyif.Keduanya sedang berkompetisi kecil-kecilan dalam hal membuat gambar anime. Objek yang menjadi tema gambar mereka adalah politisi dan tokoh masyarakat yang digambar dalam bentuk animasi. Asyif sedang menggambar seorang koruptor di Jepang dengan ekor di belakangnya dan juga berpakaian wanita."Cepat robek itu! Jangan sampai ada yang melihatnya. Nanti kita bisa bermasalah kalau sampai seseorang melaporkannya," bisik Haruka.Asyif merobek kertas itu dan meremasnya. Setelah itu ia pun memasukkan kertaa itu ke dalam kantong celananya."Hayo!!! Apa yang sedang kalian lakukan di sini?" Tiba-tiba seseorang datang mengejutkan Asyif dan Haruka."Oohh, Teguh. Kau di s
Dinda menangis keras saat Puspa meraihnya. Entah karena anak berusia satu tahun itu baru bangun atau memang karena dia takut pada sosok Puspa yang tidak familiar, Dinda terkejut saat dirinya langsung ditangkap oleh seorang nenek-nenek yang tidak dia kenal sebelumnya.“Cup! Cup! Jangan menangis, nenek akan membawamu dari sini, Ok? Tenang, tenang jangan menangis!” Puspa berusaha membujuk Dinda yang kini telah berada dalam gendongannya.Melihat putrinya sangat ketakutan, Anggraini merebut paksa Dinda dari Puspa. “Tolong pergi dari sini. Kau membuatnya takut,” desis Anggraini mencoba menahan sabar.“Kau jangan keterlaluan dan bersikap seolah-olah kau adalah ibu kandungnya. Kau tidak punya hak! Aku adalah nenek kandungnya. Dan aku ingin membawanya, aku ingin menjemput cucuku sekarang!”“Anda yang jangan keterlaluan! Ngomong-ngomong soal hak, anda yang tidak punya hak apa-apa terhadap mereka. Aku mengantongi ijin dari pemerintah untuk merawat mereka,” kata Anggraini.“Hah! Izin dari pemeri
Perempuan tua itu menerobos masuk tanpa menghiraukan Anggraini yang berdiri di pagar.“Mama! Tunggu dulu!”Anggraini berusaha mencegah mantan mertuanya itu untuk masuk ke rumahnya. Sebenarnya dia sendiripun sudah enggan menyebut perempuan itu dengan panggilan Mama, namun untuk saat ini ia tidak punya waktu untuk memanggilnya dengan sebutan lain“Jangan halangi aku! Aku akan membawa dia dari sini!”Rupanya keributan di luar membuat Shakila yang sudah masuk ke dalam rumah kembali keluar untuk melihat apa yang terjadi. Demikian pula baby sitternya Dinda menyusul Shakila untuk melihat apa yang terjadi.“Di mana dia? Di mana cucuku!” teriaknya.Anggraini berjalan cepat dan menghalangi Puspa untuk masuk ke dalam rumahnya. Ia membentangkan tangannya lebar-lebar.“Stop! Cukup sampai di situ ya. Tolong bersopan santunlah saat hendak masuk ke rumah orang lain. Aku sangat menghormati tamu, tapi kalau sikap Mama seperti ini aku tidak akan segan-segan mengusir Mama dari rumah ini!” ancam Anggrain
“Kita sudah sampai!!!” seru Asyif yang baru saja mematikan mesin mobil.Shakila segera membukakan pintu mobil dengan lihai, pertanda dia telah biasa melakukannya. Terlihat gadis kecil itu begitu senang telah dibawa jalan-jalan oleh ayah bundanya.“Dih, main tinggal aja. Memang ayah nggak disayang dulu apa?” cibir Asyif pura-pura kecewa saat Shakila hendak langsung keluar.“Oh iya, lupa!” Shakila menepuk jidatnya dan langsung berbalik badan.Cup!! Ia segera mencium pipi Asyif.“Terima kasih jalan-jalannya, Ayah!” ucapnya.“Dan mainannya juga!” celutuk Anggraini mengingatkan Shakila agar tidak lupa mengucapkan terimakasih juga atas belanjaan mainan Anggraini yang seabrek.“Oh, iya! Lupa lagi. Terimakasih mainannya juga, Ayah!” ucapnya.Asyif mengangguk-anggukkan kepalanya sambil mengelus kepala anak itu.“Ya, nanti ajak adek main juga ya!” kata Asyif.“Hu’ uh!” jawab Shakila mengiyakan.Anak perempuan itu segera turun dari mobil setelah membawa beberapa mainan yang bisa dia bawa terlebi
“Kila, pulang yuk!” ajak Anggraini dengan nada sebal.Bagaimana dia tidak sebal, sedari tadi dia hanya mengikuti kedua orang itu keliling-keliling di Mall sekaligus menjadi tukang angkut barang-barang belanjaan Shakila yang sengaja dibelikan Asyif untuknya. Sementara kedua orang, bapak dan anak itu berjalan di depannya sambil tertawa cekikikan. Bukankah itu harusnya terbalik? Harusnya dia yang menuntun Shakila dan Asyif yang membawakan barang-barang belanjaan mereka. Dasar, sungguh tidak gentleman! gerutu Anggraini“Pulang? Yang benar aje, rugi dong!” sahut Asyif membuat Anggraini semakin lebih sebal lagi.“Nanti, Bun. Kita kan belum makan. Belum makan ice cream juga. Benar kan, Yah?” kata Shakila pada Asyif meminta dukungan dari Asyif.“Benar tuh. Bundamu tuh nggak tau. Lagian buat apa sih cepat-cepat pulang? Sudahlah, nikmati aja dulu. Lagian nggak tiap hari kan kita jalan-jalan begini?”Anggraini mendengus.“Bukannya apa-apa, ih. Dinda di rumah takutnya rewel gimana?” “Ada si Mba
“Kila, ada Bunda yang jemput tuh!”Shakila yang tengah bermain perosotan di halaman sekolah langsung menoleh ke arah gurunya, lalu melihat lagi ke arah yang ditunjuk ibu guru tersebut.Tak jauh dari sana ada Anggraini yang melambaikan tangan sambil berjalan ke arah mereka.“Bundaaaaa!!!” panggil bocah itu sambil buru-buru berlari ke arah Anggraini.Begitu sampai di dekat Anggraini, Shakila pun lantas menghambur ke pelukan Anggraini dan yang segera dibalas peluk pula oleh Anggraini.“Lama nunggu Bunda nggak?” tanya Anggraini.“Nggak kok. Kila baru aja pulang, kata Bu Guru, Kila main aja dulu sambil tungguin Bunda,” jawab gadis kecil itu.Anggraini tersenyum. Satu tahun lebih dia telah mengasuh anak itu beserta adiknya. Sudah banyak perubahan yang terjadi termasuk pada tumbuh kembang mereka. Shakila sudah tidak lagi bicara cadel seperti dulu. Gadis kecil itu juga sudah tumbuh menjadi anak yang lebih ceria meninggalkan tampilan imutnya di tahun-tahun sebelumnya.Anggraini membungkukkan s
Anggraini bengong sesaat dengan secarik kertas berwarna putih di tangannya. “Kamu nggak apa-apa?” tanya Asyif.Pria ini entah bagaimana menyediakan diri untuk membantu Anggraini dan menemaninya dalam kepengurusan masalah Dinda yang sudah berlangsung selama beberapa hari itu. Kebetulan juga Sophia tidak bisa menemaninya hari ini.Anggraini menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya dia mengangguk. Hari ini dia pergi ke kantor catatan sipil untuk mencetak ulang kartu keluarganya sebagai syarat agar dia bisa membawa pulang kembali Dinda. Sebelum staf itu memberikan padanya Kartu Keluarga itu, setitik keinginan di hati Anggraini berharap bahwa Kartu Keluarga yang dia inginkan itu tidak mencetak nama Merry di sana. Walaupun sebelumnya dia sendiri sudah pernah ke sini untuk menanyakannya langsung. Dan ternyata benar, bahwa di Kartu Keluarga itu terpampang dengan nyata nama Merry dan putrinya. Dan sekarang Anggraini benar-benar memegang Kartu Keluarga itu dalam bentuk fisik.“Kartu keluarg
Sophia yang baru saja memesan makanan siap saji, saat membalikkan badannya heran karena tidak melihat Anggraini di meja yang tadi mereka telah pilih. Namun kemudian kebingungannya berubah menjadi keterkejutan saat melihat Anggraini ada di depan outlet sedang bertengkar dengan seseorang yang dia tidak kenal.“Itu anak saya, berikan dia pada saya!!” teriak perempuan itu dengan kencang sehingga pertengkaran mereka menarik perhatian banyak mata.Anggraini mengelak saat perempuan itu ingin mengambil kembali bayi yang berada dalam gendongannya.“Ini Dinda. Katakan, sebenarnya kamu ini siapa? Kamu siapanya dia? Mana Ibu Septi?” tanya Anggraini menyebutkan nama ibunya Merry.“Ape hal kau kata ni? Aku tak paham apa cakap kau tu. Kalau tak bagi anak aku sekarang juga, aku akan report kau ke polis!” ancamnya.Anggraini geleng-geleng kepala.“Sana laporkan saja! Aku juga akan melakukan hal yang sama. Aku sudah mendengar apa yang kamu katakan di telepon. Kamu mau bawa dia ke negaramu, tapi kamu ti
“Jadi kamu yakin nggak mau balik lagi ke Jakarta?” tanya Sophia saat mereka sedang makan siang di kediaman orang tua Sophia di Jakarta.Anggraini mengangguk.“Ya, aku mau menetap di Bandung aja deh kayaknya. Soalnya kerjaanku juga di sana kan? Di sini juga aku kayak yang bingung mau ngapain,” kata Anggraini.Anggraini mengangguk.“Iya sih. Kalau di Jakarta membuat kamu nggak nyaman, sebaiknya ditinggalin aja. Tapi kalau aku boleh kasih saran meski kamu tinggal di Bandung, kamu nggak usah tinggal di rumah itu lagi. Jual aja tuh rumah. Pasti kamu juga nggak pengen teringat terus tentang mereka kan? Sudahlah, buka lembaran baru saja. Kalau kamu setuju, entar aku bantu jualkan rumah itu,” kata Sophia menjelaskan.Anggraini mengangguk.“Iya makanya itu aku lebih pilih ngontrak dulu sebelum aku dapat rumah baru. Entar kalau rumahnya laku dijual aku cari rumah lain aja,” jawab Anggraini terhadap saran sahabatnya itu.“Nah gitu donk! Jadi habis makan kita jadi ke pengadilan agama nih?” “Beso
Kedatangan mereka disambut dengan baik oleh keluarga Merry. Bahkan begitu mereka keluar dari dalam mobil, nenek Shakila yang juga merupakan ibu dari Merry itu langsung menyambut cucu-cucunya. “Kila, kamu sudah besar, Nak? Peluk nenek!” pinta wanita itu. Shakila mundur beberapa langkah dan kini bersembunyi di belakang tubuh Anggraini. Wanita itu menatap Anggraini. Tersungging seulas senyum di bibirnya. Entahlah, sekilas Anggraini merasa kalau senyum itu berbeda, menimbulkan kesan sinis. “Maaf, kamu istri pertamanya Teguh?” tanya wanita itu. Anggraini membenarkan meski dalam hati ia cukup terkejut mengetahui bahwa perempuan itu mengetahui bahwa dia adalah istri tua dari Teguh. “Iya, benar. Kenapa ibu tahu?” tanya Anggraini dengan nada sedikit tidak suka. Bagaimana tidak? Anggraini heran dengan kenyataan bahwa ibu ini seperti perempuan tidak tahu malu yang telah menikahkan putrinya pada suami orang lain. Bahkan Anggraini bisa melihat foto figura besar di ruang tamu rumah it